Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Andreas Bayu Aji mengatakan pelaku usaha terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan obat terutama yang terkait dengan COVID-19.

“Dalam dua pekan terakhir, beberapa perusahaan farmasi dan obat bahkan menerapkan tiga shift, 24 jam bekerja. Kami juga bekerja sama difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan agar bahan baku obat yang 90 persen masih impor, tidak mengalami kendala ketika masuk lewat Bea Cukai,” kata Andreas dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan Direktorat Jenderal Bea Cukai sudah banyak membantu, meski minggu lalu sempat terkendala sistem yang sekarang sudah bisa dibenahi. Dalam dua sampai tiga minggu ke depan, ia menjamin obat-obatan yang sempat langka akan kembali tersedia dengan stok yang aman.

Menurutnya, sejumlah obat menjadi langka karena pengusaha tidak memprediksi peningkatan permintaan sampai hampir lima kali lipat.

“Ketika di awal Juni COVID-19 itu meningkat, otomatis kebutuhan obat meningkat dan kita tidak siap. Jadi itu masalah supply dan demand sehingga ada yang bilang hilang, emang supply-nya nggak siap,” imbuhnya.

Saat ini, pihaknya hampir setiap hari berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengetahui berapa banyak obat yang masih dibutuhkan, baik yang bisa diproduksi sendiri maupun impor.

Khususnya obat impor, Indonesia harus bersaing dengan sejumlah negara lain untuk melobi prinsipal di luar negeri.

“Ada beberapa perusahaan bahan baku obat yang bisa memenuhi permintaan dari perusahaan farmasi di Indonesia. Menkes dan Wamenkes sudah melakukan pembicaraan dengan prinsipal tersebut," katanya.
Baca juga: GP Farmasi jamin stok obat meski ada COVID-19
Baca juga: Pemerintah ingin bangun industri yang tak bergantung pada satu negara


Pewarta: Sanya Dinda Susanti/Royke Sinaga
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021