New York (ANTARA) - Mata uang safe-haven dolar AS jatuh pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), mundur dari tertinggi lebih dari tiga bulan karena selera risiko kembali dengan saham-saham lebih tinggi, meskipun investor tetap berhati-hati di tengah kekhawatiran inflasi dan kekhawatiran tentang varian Virus Corona yang sangat menular.

Tempat berlindung yang aman lainnya, yen Jepang, juga turun terhadap dolar, karena penghindaran risiko mereda.

Varian Delta dari Virus Corona, yang telah menyebabkan lonjakan infeksi di seluruh dunia, naik ke puncak kekhawatiran investor bersama dengan inflasi minggu ini, mendorong bursa saham global turun tajam pada Senin (19/7/2021). Pasar ekuitas Eropa melonjak pada Rabu (21/7/2021) dan saham Wall Street juga menguat.

Pada perdagangan sore di New York, indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, turun 0,2 persen menjadi 92,755. Pada Selasa (20/7/2021), indeks dolar mencapai level tertinggi lebih dari tiga bulan.

Namun para pelaku pasar tetap bullish pada prospek dolar, setidaknya selama beberapa bulan ke depan.

“Antara diferensial imbal hasil dan permintaan safe-haven yang didorong oleh COVID, dolar AS telah menjadi primadona bola valas minggu ini,” kata Kepala Riset Pasar Global FOREX.com dan City Index, Matt Weller.

"Tema-tema ini akan terus mendukung dolar dalam beberapa minggu mendatang, tetapi pemulihan selera risiko pasar, terutama jika didorong oleh stimulus moneter atau fiskal tambahan dari AS, akan melemahkan tren kekuatan yang baru lahir pada greenback," tambahnya.

Baca juga: Harga emas jatuh 8 dolar, tertekan menguatnya imbal hasil obligasi AS

Langkah-langkah stimulus Federal Reserve atau pelonggaran kuantitatif telah menahan dolar karena meningkatkan pasokan mata uang dalam sistem keuangan.

"Saat ini kami memiliki inflasi tinggi di AS yang membuat pintu terbuka bagi The Fed untuk mengurangi stimulus," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions di Washington, sebuah skenario yang positif untuk dolar.

Terhadap yen, dolar menguat 0,4 persen menjadi 110,26 yen.

Dolar Australia, dilihat sebagai proksi likuid untuk selera risiko, jatuh ke level terendah sejak November sebelum agak pulih. Aussie terakhir naik 0,4 persen menjadi 0,7357 dolar AS, sementara dolar Selandia Baru naik 0,9 persen menjadi 0,6976 dolar AS.

Baca juga: Harga minyak melonjak meski stok AS naik, Brent terangkat 4,2 persen

Dua negara bagian terbesar Australia melaporkan peningkatan tajam dalam kasus COVID-19 baru pada Rabu (21/7/2021), pukulan terhadap harapan bahwa pembatasan penguncian akan dicabut karena lebih dari setengah populasi negara itu tunduk pada perintah tinggal di rumah.

Pound Inggris, yang pada Selasa (20/7/2021) mencapai level terendah sejak Februari, naik 0,6 persen pada 1,3715 dolar AS.

Analis menunjuk ke kebuntuan antara Inggris dan Uni Eropa. Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan pemerintahnya akan menguraikan pendekatannya pada Protokol Irlandia Utara ke parlemen Inggris pada Rabu (21/7/2021). Kasus COVID-19 di Inggris juga melonjak.

Baca juga: Rupiah ditutup melemah, investor khawatir meluasnya kasus COVID-19

Euro naik 0,2 persen versus dolar menjadi 1,1797 dolar AS.

Pasar mata uang menantikan pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) pada Kamis waktu setempat. Nada dovish diperkirakan setelah Presiden ECB Christine Lagarde meramalkan perubahan panduan dalam sebuah wawancara minggu lalu.

Di pasar mata uang kripto, Bitcoin naik kembali di atas 30.000 dolar AS, setelah turun di bawah level penting ini untuk pertama kalinya dalam sebulan pada Selasa (20/7/2021). Terakhir Bitcoin diperdagangkan naik 7,4 persen pada 31.991 dolar AS, sementara Ether melonjak lebih dari 10 persen menjadi 1.971,79 dolar AS.

Baca juga: Saham Spanyol melambung, Indeks IBEX 35 melonjak 2,50 persen

Baca juga: IHSG ditutup naik, ditopang antisipatif investor atas data ekonomi AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021