Pertimbangan yang diambil oleh pemerintah Indonesia ini telah mencakup empat komponen
Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengemukakan empat pertimbangan pemerintah menerapkan kebijakan relaksasi pengetatan kegiatan masyarakat di masa pandemi COVID-19.

"Pertimbangan yang diambil oleh pemerintah Indonesia ini telah mencakup empat komponen pertimbangan relaksasi kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh WHO," kata Wiku Adisasmito saat menyampaikan keterangan kepada wartawan yang dipantau melalui aplikasi Zoom di Jakarta, Kamis sore.

Baca juga: Relaksasi dilakukan 26 Juli jika ada perbaikan penanganan COVID

Menurutnya, pertimbangan pertama adalah perhitungan kasus dan indikator epidemiologi di mana angka keterisian tempat tidur dan penambahan kasus positif harian yang terus mengalami penurunan serta menetapkan syarat kelonggaran dengan melihat perkembangan kasus ke depan.

Pertimbangan kedua adalah kapasitas manajemen sistem kesehatan dua arah melingkupi penguatan fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta dengan upaya konversi tempat tidur, pembangunan rumah sakit darurat dan lapangan, maupun kemitraan dengan penyedia jasa telemedisin, kata Wiku.

Baca juga: Kebijakan relaksasi kerap disalahartikan sebagai keadaan aman

Pertimbangan ketiga, kata Wiku, yaitu aspirasi dan perilaku masyarakat yang nampak dengan adanya penurunan mobilitas serta keluhan masyarakat untuk segera merelaksasi pembatasan yang cukup ketat selama satu bulan terakhir.

Pertimbangan keempat adalah dampak sosial ekonomi, khususnya bagi masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah dan usaha mikro.

Baca juga: Satgas: Akhir Agustus, stok vaksin Indonesia bertambah 30 juta dosis

Wiku mengatakan pemerintah terus memantau penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah berlangsung sejak 3 Juli 2021.

"Jika tren kasus COVID-19 mengalami penurunan, maka relaksasi PPKM akan dilakukan secara bertahap mulai 26 Juli 2021," ujarnya.

Wiku mengingatkan masyarakat bahwa kebijakan relaksasi bukan berarti menghapus pembatasan layaknya kembali ke masa awal sebelum pandemi COVID-19 terjadi.

Baca juga: Satgas COVID-19: Pergerakan virus "terlihat" dari perilaku manusia

"Akan tetapi secara bertahap dan hati-hati menuju kehidupan normal yang baru, sekaligus siap jika memang perlu dilakukan pengetatan kembali," katanya.

Sesuai dengan riwayat alamiah, kata Wiku, evaluasi pelanggaran bisa diamati setelah hari ke-10 sampai dengan ke-14. "Dimohon kepada masyarakat agar tetap waspada agar kondisi tetap terkendali dan relaksasi dapat dilakukan dengan baik," katanya.

Baca juga: Menko PMK prihatin banyak ibu hamil dan anak jadi korban COVID-19

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021