Jika kita tidak melakukan sesuatu, rasisme akan selalu ada karena hal tersebut sudah ada selama bertahun-tahun
Jakarta (ANTARA) - Mantan bek Prancis Patrice Evra mengatakan klub sepak bola harus berinteraksi dengan penggemar untuk mendidik mereka tentang rasisme, hal itu disampaikan setelah pemain kulit hitam di tim Inggris menjadi sasaran pelecehan rasis online usai kekalahan di final Euro 2020.

Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Bukayo Saka menjadi sasaran pelecehan saat mereka gagal mengeksekusi penalti dalam kekalahan 2- 3 Inggris dari Italia, setelah pertandingan berakhir 1-1 usai perpanjangan waktu.

Pelecehan itu mendapat kecaman luas mulai dari kapten, manajer, bangsawan, pemimpin agama, dan politisi Inggris. Sementara itu, Perdana Menteri Boris Johnson mendesak perusahaan media sosial berbuat lebih banyak untuk mengatasi penyalahgunaan online yang "muncul dari ruang gelap internet".

Baca juga: Jerman tinggalkan laga persahabatan Olimpiade akibat perilaku rasis

Evra mengatakan kepada Sky Sports bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengatasi masalah lama tersebut.

"Jika kita tidak melakukan sesuatu, rasisme akan selalu ada karena hal tersebut sudah ada selama bertahun-tahun. Anda tahu kita perlu berubah dan karena itulah mengapa pendidikan menjadi sangat penting," kata Evra, dikutip dari Reuters, Kamis.

"Saya ingin orang-orang di klub berinvestasi dalam pendidikan, untuk bertemu dan berbicara kepada penggemar, mungkin sekelompok penggemar dan mengatakan apa yang mereka rasakan ketika mereka dilecehkan karena warna kulit mereka.

Baca juga: Facebook gandeng Inggris tangani kasus rasisme online

"Jangan bilang klub sepak bola tidak bisa melakukan itu, FIFA atau UEFA harus lebih banyak melakukan pertemuan dengan fans sehingga mereka mengerti ketika mereka berbicara tidak pantas kepada pemain berkulit hitam saat mendapatkan bola, bagaimana hal tersebut mempengaruhi mereka. Itu sangat penting."

Penyalahgunaan online terhadap pemain menyebabkan otoritas sepak bola Inggris memboikot platform media sosial sebelum Euro. Di sisi lain, Inggris tengah merencanakan pembuatan undang-undang untuk memaksa perusahaan teknologi bertindak lebih banyak.

Seorang juru bicara Twitter pekan lalu mengatakan mereka telah menghapus lebih dari 1.000 postingan dan secara permanen menangguhkan sejumlah akun, sementara Facebook juga mengatakan mereka telah menghapus komentar kasar.

Baca juga: Saka anggap platform medsos belum serius cegah pelecehan daring
Baca juga: Jadon Sancho anggap serangan rasial yang dialaminya bukan hal baru
Baca juga: Facebook, Twitter bertekad perangi rasisme terhadap pemain Inggris

Pewarta: Gheovano Alfiqi/Bayu Kuncahyo
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021