Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Palembang menyatakan ancaman bencana alam di Sumatera Selatan cukup tinggi karena konversi hutan alam.

Demikian itu dikatakan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) Anwar Sadat, saat menggelar perayaan Hari Jadi ke-30 lembaga penggiat lingkungan itu di Palembang, Kamis.

Menurut dia, hal itu terjadi disebabkan konversi hutan alam, lahan gambut dan rawa dan berbagai pertambangan.

"Tiga tahun terakhir bencana alam yang telah melanda daerah ini, meningkat menjadi seratus persen," ujarnya.

Ia menyebutkan, data yang diperoleh Walhi ditahun 2008 terdapat 41 kali bencana banjir dan longsor, tahun 2009 terjadi kenaikan menjadi 45 bencana alam.

Sementara ditahun 2010, Walhi Sumsel mencatat bencana alam yang menimpa Sumsel mencapai 86 kali.

"Meningkatnya bencana alam yang terus meresahkan masyarakat, tentunya tidaklah berdiri sendiri," katanya.

Ia mengungkapkan, kekeliruan atas praktek pengelolaan sumber daya alam (SDA), yang diterapkan selama ini merupakan penyumbang terbesar bencana alam.

Ia menilai, apabila pemerintah daerah tidak segera mengambil langkah menghentikan pengelolaan areal hutan dan alih fungsi hutan alam maupun kawasan hijau di perkotaan, maka daerah itu bakal menyusul daerah lain yang telah ditimpa bencana alam.

Ia menguraikan, berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Sumsel kawasan hutan di daerah itu yang berjumlah 3,7 juta hektare (ha) atau 3,4 persen dari luas hutan di Indonesia.

Dari luasan hutan tersebut, 539,645 ha hutan lindung, 711,778 ha hutan konservasi dan 2,5 juta ha hutan produksi. Dan hasil citra satelit tahun 2002 dan 2005 menunjukkan bahwa 62,13 persen atau 2,3 juta ha, telah menjadi kawasan tidak produktif (tidak berhutan lagi).

"Berdasarkan informasi tersebut, kondisi hutan di Sumsel telah terjadi degradasi cukup tinggi," kata penggiat lingkungan itu.

(ANT-146/A033/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010