Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) DKI mencatat daya beli masyarakat belum pulih meski perekonomian Jakarta mengalami perbaikan pada triwulan I 2021 dengan terkontraksi 1,65 persen (y-on-y) dibandingkan triwulan sebelumnya 2,14 persen (y-on-y).

Bahkan inflasi pada Maret 2021 sebesar 0,06 persen, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya dan juga dibanding inflasi Maret tahun lalu.

"Meskipun inflasi Jakarta pada Maret 2021 terbilang tetap aman namun daya beli masyarakat belum kembali normal," kata Kepala BPS Provinsi DKI Jakarta Buyung Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Hal ini, kata Buyung, terindikasi dari rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) triwulanan yang turun 43,4 juta per kapita per tahun pada tahun 2019, menjadi 43 juta pada triwulan I 2021.

Selain itu, proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga Jakarta atas dasar harga berlaku (ADHB) untuk makanan naik dari 24,9 persen pada 2019 menjadi 26,46 persen pada triwulan I 2021.

Baca juga: Awal 2021, kunjungan wisman ke Jakarta turun 94,3 persen

Sebaliknya, proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk non makanan menyusut dari 75,09 persen menjadi 73,54 persen pada periode yang sama.

"Rata-rata pengeluaran rumah tangga pun turun dari 2,32 juta pada September 2019 menjadi 2,15 juta pada Maret 2021," kata Buyung.

Merosotnya daya beli masyarakat ini, tak lepas faktor pendapatan dan produktivitas yang rendah, di Jakarta penurunan produktivitas pada beberapa lapangan usaha terjadi pada triwulan I 2021. Salah satu lapangan usaha yang terkontraksi adalah industri pengolahan yang terkontraksi 0,06 persen.

Lapangan usaha dengan kontraksi paling dalam yaitu Akomodasi dan Jasa Lainnya karena adanya PPKM yang membatasi aktivitas masyarakat. Jasa Keuangan dan Asuransi juga terkontraksi utamanya disebabkan penurunan pendapatan jasa perantara keuangan.

"Daya beli yang rendah juga disebabkan karena sumber-sumber pendapatan penduduk yang masih terganggu akibat pandemi yang ditunjukan oleh masih tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan beberapa indikator ketenagakerjaan yang memburuk akibat pandemi," kata dia.

Baca juga: BPS: Penduduk miskin di Jakarta bertambah akibat adanya pandemi

Pada Februari 2021, meskipun Jakarta berhasil menyerap 250 ribu tenaga kerja, TPT tercatat sebesar 8,51 persen. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi (Februari 2020) yang mencapai 4,93.

"Ini sebagai akibat dari pandemi terdapat 119.824 orang yang menjadi pengangguran pada Februari 2021. Selain itu, akibat pandemi pula, 31.381 orang menjadi Bukan Angkatan Kerja, 57.231 orang menjadi sementara tidak bekerja dan 1.237.014 orang menjadi mengalami pengurangan jam kerja," ujarnya.

Merosotnya daya beli masyarakat dan rendahnya produktivitas di beberapa lapangan usaha pada tahun kedua pandemi COVID-19 ini, tambah Buyung, adalah yang membawa implikasi berkurangya daya beli masyarakat miskin dan hampir miskin, yang pada gilirannya meningkatkan akumulasi jumlah masyarakat miskin di Jakarta.

Secara umum, sejak Maret 2017 hingga sebelum pandemi, tingkat kemiskinan Jakarta sudah berada pada tren menurun.

"Kenaikan tingkat kemiskinan mulai terjadi pada periode September 2019 ke Maret 2020, dipicu
pandemi COVID-19. Jumlah penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2021 bertambah 5,1 ribu menjadi 501,92 ribu orang atau 4,72 persen dari total penduduk ibu kota," tuturnya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021