Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan kekhawatiran mengenai Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang dikelabuhi saat memeriksa aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Saya juga berpikir karena beliau-beliau (anggota Dewas) terlalu senior jadi mudah dikelabui oleh pihak-pihak terperiksa. Saya khawatirnya itu karena dari jawaban Dewas, beliau-beliau bertindak seperti kuasa hukum terperiksa, ini hal yang sangat serius menurut saya," kata Novel dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu.

Pada Jumat (23/7), Dewas KPK melalui konferensi pers tidak dapat melanjutkan laporan pegawai KPK mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke sidang etik karena ketidakcukupan bukti yang dimiliki Dewas KPK.

"Sejelas itu perbuatannya, sekonkrit itu bukti-buktinya tapi direspon kurang bukti, jadi pertanyaan ada apa dengan Dewas? Apa beliau-beliau tidak punya kompetensi untuk melakukan pemeriksaan atau pendalaman? Saya kok kurang yakin," ungkap Novel.

Novel menilai poin-poin pengaduan 24 orang pegawai KPK yang mewakili 75 orang pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah gagal lolos TWK sudah jelas dan terang.

Baca juga: Dewas: Firli Bahuri tak sisipkan pasal TWK ke draf peraturan KPK
Baca juga: Dewas KPK tegaskan tak ada pegawai keberatan materi pertanyaan TWK
Baca juga: Komnas HAM targetkan rekomendasi kasus TWK KPK keluar akhir Juli


"Bukti-bukti begitu nyata, begitu terang, tapi seolah-olah seperti tidak ada apa-apa. Tentu kita harap ke depannya Dewas bisa memperbaiki diri, beliau-beliau adalah orang-orang yang punya dedikasi baik. Saya beberapa kali bekerja dengan beliau dan tentu kita berharap tidak mempermalukan diri sendiri dengan hal itu," tambah Novel.

Novel secara pribadi mengaku sedih dengan pernyataan Dewas KPK yang punya pandangan berbeda mengenai laporan dan bukti yang diajukan para pegawai.

"Dewas seharusnya bekerja sesuai tugas dan fungsinya yaitu pengawasan tapi ketika hal yang sangat besar dan serius di depan mata tidak kelihatan, ini masalah besar untuk Dewas, dan kalau Dewas bermasalah maka berbahaya untuk KPK dan perjuangan pemberantasan korupsi ke depan," ungkap Novel.

Ia menyebut bahwa Dewas adalah satu-satunya kanal untuk mengadukan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan maupun pegawai di KPK.

"Tidak ada cara lain dan Dewas KPK itu menjadi pemeriksanya, juga penuntutnya dan hakimnya, jadi penentunya di sana semua. Ketika tidak ada jalan lagi apalagi yang bisa dilakukan? Ini memang masalah serius," tambah Novel.

Ia pun khawatir bila Dewas KPK tidak bekerja sesuai fungsinya maka akan menambah pelanggaran lainnya.

"Saya khawatir hal ini juga malah membuat pimpinan KPK semakin berani melakukan pelanggaran-pelanggaran, kenapa? Karena Dewasnya sangat berpihak," kata Novel.

Apalagi dari 75 pegawai yang dinyatakan TMS termasuk juga penyidik dan penyelidik yang sedang menangani sejumlah kasus dugaan korupsi.

"Ini bukan tiba-tiba menuduh tapi ini sesuatu hal yang mudah untuk diteliti. Kita lihat setelah merasa berhasil melemahkan KPK dan orang-orang yang bekerja baik di KPK, kemudian perkara-perkara yang berjalan juga semakin lemah, tuntutan juga semakin ringan, perkara yang berjalan banyak yang tidak mengusut aktor intelektual. Kita berharap ini semua bisa jadi perhatian karena kalau itu terjadi maka kerugian untuk kita semua, kerugian bagi pemberantasan korupsi," jelas Novel.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021