Petenis meja belia asal Suriah Hend Zaza saat beraksi melawan Liu Jia dari Austria pada babak penyisihan Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo Metropolitan Gymnasium, Jepang pada 4 Juli 2021 (ANTARA/REUTERS/LUISA GONZALEZ)


Sudah jadi pencapaian

Sekalipun kalah melawan Liu Jia, anak ini tegar. Dia bahkan mengajak lawannya itu untuk berselfie demi mengenang momen sangat berharga itu.

"Lolos ke Olimpiade Tokyo saja sudah merupakan pencapaian, saya tak diminta untuk menang, saya diminta untuk bermain bagus," kata Zaza kepada Olympics.com setelah pertandingan yang tak akan dia lupakan sepanjang hidupnya itu.

"Di mataku saya sudah mencapai sesuatu. Seorang gadis berusia 12 tahun melawan orang berusia 39 tahun dan merebut sembilan atau sembilan poin, ini sudah pencapaian," sambung dia. "Tentu saja saya ingin menang dan merebut satu atau dua pertandingan. Semoga itu terjadi pada Olimpiade mendatang."

Zaza adalah atlet termuda dalam Olimpiade 2020 dan atlet ketiga paling muda yang pernah mengikuti Olimpiade. Pertama adalah atlet senam Yunani bernama Dimitrios Loundras yang saat mengikuti Olimpiade Athena 1896, usianya baru 10 tahun. Dia memenangkan perunggu beregu senam.

Yang kedua Carlos Front, atlet dayung Spanyol yang ketika mengikuti Olimpiade Barcelona 1992 berusia 11 tahun.

Masih ada yang lebih muda lagi, tapi ini terjadi pada Olimpiade Musim Dingin, yakni atlet seluncur indah Beatrice Hustiu yang berusia 11 tahun ketika berlomba dalam Olimpiade Musim Dingin 1968.

Tapi yang membuat Zaza lebih menarik adalah asalnya yang dari tempat yang hingga kini masih diamuk perang. Dia bisa menembus Olimpiade dalam usia yang begitu muda dari negara yang sejak 2011 digulung perang yang nyaris tidak menyisakan apa-ap-apa untuk rakyatnya.

Sebanyak 6,8 juta warga Suriah dipaksa mengungsi ke banyak tempat di dunia, sedangkan 6,7 juta lainnya terusir dari tempat tinggalnya.

Baca juga: Warga Suriah mendamba damai setelah tujuh tahun konflik

Kota-kota mereka yang umumnya simbol peradaban manusia, hancur lebur tinggal puing, termasuk Hama di mana Hend Zaza dilahirkan.

Di kota ini pula Zaza jatuh cinta kepada tenis meja, dan terus mendalaminya dalam gairah tinggi Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF) menemukan bakat ping pong yang fantastis dari si gadis kecil.

Sejak usia lima tahun atau pada 2014, tepat tahun keempat Suriah memasuki perang saudara super brutal yang melibatkan banyak negara, Zaza mulai bermain tenis meja.

Dia kerap bermain tenis meja di rumahnya di bawah hujan artileri yang setiap saat menyapa Hama dan kota-kota lain di Suriah.

Tetapi tenis meja sudah menjadi tambatan dia dan keluarganya dalam mencari kesenangan dan juga harapan di tengah kejamnya perang.

Baca juga: PBB: 7.000 lebih anak menjadi korban konflik di Suriah

Selanjutnya penuh ambisi

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021