Atlet tenis meja belia Hend Zaza (kiri) dan Ahmad Saber Hamcho menjadi pembawa bendera Suriah saat parade atlet dalam upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 di Olympic Stadium, Tokyo, Jepang pada 23 Juli 2021 (ANTARA/REUTERS/MIKE BLAKE)


Penuh ambisi

Zaza anak yang penuh ambisi. Dia suka Harry Potter. Ding Ning yang tiga kali menjadi juara tenis meja Olimpiade adalah idolanya. Cita-citanya adalah menjadi pengacara atau apoteker.

Sejak kecil atlet tenis meja pertama Suriah yang lolos ke Olimpiade ini sudah mempesona seluruh negeri, dengan menjuarai semua kategori umur tingkat nasional.

Padahal Hama, kota di mana dia tinggal yang selalu digempur bom dan artileri itu, tak punya fasilitas yang layak. Namun Zaza terus berlatih dan fokus bertenis meja bersama abangnya.

Pada 2016, bersama abangnya itu juga, dia bertualang ke West Asia Hopes Week and Challenge di Qatar.

Di sana, dia bisa berlatih bersama pemain-pemain senior dan sekaligus berkesempatan unjuk kebolehan.

Zaza lalu memperoleh tempat guna turut bertanding dalam World Hopes Week and Challenge itu. Dari turnamen ini pula dia “ditemukan” Eva Jeller, seorang pejabat ITTF.

“Saya jarang sekali melihat pemain seusia dia yang bermain segembira itu dan berlatih setekun Zaza. Dia tak pernah menjemput bola dengan berjalan, selalu berlari. Meski tentu saja tekniknya masih perlu ditingkatkan lagi, determinasi, daya tahan dan kemauannya untuk bermain dan menang menjadi jaminan sukses pada masa mendatang,” kata Jeler dalam laman ITTF.

Meja ping pong yang sudah usang, lantai beralas beton, listrik yang sering mati sehingga atlet lebih sering mengandalkan cahaya matahari saat berlatih padahal siang hari suhu bisa mencapai 40 derajat Celsius ke atas, sungguh tantangan yang tak ditemui olimpian-olimpian lain.

Dan itu masih ditambah berbagai aturan pembatasan terkait COVID-19 yang juga berlaku di Suriah.

Jadi, betapa sulitnya situasi yang dihadapi Zaza, apalagi usianya baru 12 tahun. Tetapi semua itu tak membuat dia berhenti mengayunkan bet ping pong, sampai bet itu pula yang membawa dia unjuk gigi di luar negeri.

Pada Februari 2021, dia menjuarai Turnamen Kualifikasi Olimpiade Asia Barat di Yordania. Dia menjadi juara di sini dan tiket ke Tokyo 2020 pun diserahkan kepada dia.

“Kami mampu mengatasi segala hambatan. Kami ingin menunjukkan bahwa sekalipun kami di tengah perang, kami harus berbuat sesuatu,” kata Zaza.

Ya, pada usianya yang masih sangat belia, Zaza berhasil menghidupkan mimpi Olimpiade.

Dia memang kalah dalam Olimpiade pertamanya ini, namun petenis meja berperingkat 46 dalam kategori U-13 tunggal putri ITTF itu telah membuka jendela harapan untuk kaum muda di seluruh dunia yang bertekad bangkit dari situasi-situasi nyaris mustahil.

Baca juga: Atlet tenis meja India berlatih di rumah dengan robot
Baca juga: Kejuaraan dunia tenis meja beregu ditunda karena virus corona
 

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021