Tiga peraih medali emas cabang olahraga panahan beregu putri Olimpiade Tokyo 2020 asal Korsel An San, Jang Minhee dan Kang Chae Young memamerkan medali mereka di Yumenoshima Archery Field, Tokyo, Jepang pada 25 Juli 2021 (ANTARA/REUTERS/CLODAGH KILCOYNE)


Dukungan pengusaha

Pada era 1970-an, ketika ketegangan di Semenanjung Korea meningkat, rezim Korea Selatan mewajibkan anak laki-laki berlatih taekwondo, sedangkan anak perempuan belajar memanah.

Saat itu fasilitas masih sangat terbatas. Bukan hanya buruk dan tidak memadai, tetapi juga kekurangan dana.

Tetapi menjelang Olimpiade Seoul 1988, presiden mereka yang militer, Chun Doo-hwan, memerintahkan kalangan bisnis agar mensponsori federasi-federasi olah raga nasional guna memastikan olah raga mencetak prestasi setinggi-tingginya.

Produsen mobil Hyundai Group kebagian tugas membesarkan panahan, sampai anak bos perusahaan ini dijadikan ketua KAA. Dan dalam tiga puluh tahun terakhir, Hyundai telah memompakan sedikitnya 40 juta dolar AS (Rp579 miliar) untuk panahan.

Hyundai juga mengutus peneliti-peneliti terkemukanya untuk menggelar studi ilmiah demi meningkatkan performa pemanah.

Jang menganggap dukungan jangka panjang Hyundai kepada panahan sebagai penting sekali, sampai Ketua Hyundai Motor Euisun Chung menjadi ketua KAA sejak 2005.

Chung sendiri dianggap berhasil membuat panahan Korea Selatan dominan selama Olimpiade Rio. Dia turun tangan langsung menyediakan bus khusus bertempat tidur, matras yoga, dan kamar mandi guna memastikan atlet beristirahat dengan baik. Bahkan Chung menyediakan mobil anti peluru untuk keselamatan atlet.

Chung adalah orang pertama yang didekati Ku Bon-chan setelah menyabet medali emas perseorangan putra, bahkan tim Korsel melemparkan eksekutif Hyundai itu ke udara.

Metode latihan yang diadopsi pun unik, mulai dari bungee jumping atau terjun lenting untuk mengendalikan urat saraf, sampai berlatih di stadion bisbol penuh penonton agar terbiasa menghadapi bisingnya suara penonton.

Menjelang Olimpiade London 2012, mereka mempelajari pola hujan dan angin di ibu kota Inggris itu. Setelah itu, mereka menjelajahi seisi wilayah Korea Selatan guna mencari lokasi latihan dengan kondisi serupa dengan London, sampai kemudian mereka memilih Namhae di pantai selatan yang kerap lembab.

"Cuaca sebenarnya buruk sekali untuk pertandingan final," kata Jang mengenang London 2012. "Tim China bingung karena pemanah-pemanah kami bermain tenang dan akhirnya menang.”

Tahun ini mereka berlatih di tempat menyerupai kondisi tempat lomba di Tokyo, sampai kepada suara-suara yang bisa didengar pemanah, dari kicauan burung sampai suara pembawa acara lomba dalam Olimpiade.

Mereka juga sudah memperhitungkan bagaimana berlomba tanpa penonton, sampai-sampai awak televisi mensimulasikan suara kamera yang terdengar ketika arena kosong tanpa penonton.

Dengan persiapan detil dan sematang itu, tak heran mereka selalu sukses dari Olimpiade ke Olimpiade.

Reputasi dan metode mereka dalam mencapai sukses yang begitu detail dan begitu mendalam analisisnya ini membuat banyak negara merekrut pelatih dari Korea Selatan. Di Tokyo 2021 saja ada delapan orang Korea yang melatih delapan negara.

Baca juga: Seoul ajukan proposal jadi tuan rumah Olimpiade 2032 bersama Pyongyang
Baca juga: Korsel: Olimpiade bawa kesempatan untuk komunikasi Korut dan AS

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021