Mataram (ANTARA) - Petugas Kepolisian Resor Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menangani kasus sejumlah pelaku yang terlibat dalam dugaan manipulasi terhadap surat keterangan (suket) hasil uji usap PCR Covid-19.

Kepala Satuan Reskrim Polres Lombok Tengah, AKP I Putu Agus Hendra, di Praya, NTB, Senin, mengatakan, kasus ini terungkap dari temuan Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram Wilayah Kerja Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, pada Jumat lalu (23/7).

"Dari pemeriksaan, petugas menemukan ada yang janggal dalam surat keterangan PCR salah seorang pelaku berinisial ARO," kata dia.

Baca juga: Polisi: Surat PCR palsu di Bandara Halim dijual Rp600 ribu

Surat keterangan hasil uji usap PCR milik perempuan yang berasal dari Banten itu tidak disertai stempel basah, melainkan hanya berbentuk surat salinan dari alat pemindai.

Dugaan pemalsuan surat keterangan hasil uji usap PCR itu pun mengonfirmasi pihak yang mengeluarkan, yakni RS Univeristas Mataram. Hasilnya menyatakan surat keterangan perempuan berinisial ARO itu tidak terdaftar dalam sistem permohonan uji usap PCR.

Baca juga: Kapolrestabes: Masuk Surabaya wajib tunjukkan surat tes COVID-19

Tindak lanjutnya, ARO kemudian ditahan di Markas Polres Lombok Tengah dan dia diinterogasi. Terungkap dua pelaku yang terlibat dalam penerbitan surat keterangan hasil uji usap PCR, yakni PEH, pria asal Sandik, Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, dan MF, pria asal Karang Bedil, Mataram.

"PEH ini diduga sebagai penyalurnya dan MF ini diduga sebagai pembuat surat keterangan palsu," ucap dia.

Keduanya pun ditangkap dirumahnya masing-masing. Dari penangkapan MF turut disita barang bukti yang menguatkan dugaan pencetakan surat keterangan hasil uji usap PCR palsu itu.

Baca juga: Polda Metro Jaya tangkap tiga pemalsu surat tes usap PCR

"Satu unit komputer dan telepon seluler milik MF diamankan untuk pengembangan lebih lanjut," kata dia.

Dari hasil pemeriksaan sementara, lanjutnya, MF mengakui sudah pernah mencetak lima surat keterangan palsu dengan empat orang di antaranya berhasil menggunakan sebagai syarat administrasi keluar dari wilayah NTB. "Jadi pengakuannya ini masih akan terus kami kembangkan," ujarnya.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021