Jakarta (ANTARA News) - Beberapa hari terakhir, bertepatan dengan penyelenggaraan Rapat Pimpinan Nasional di Jakarta, 18-20 Oktober 2010, Partai Golkar menghangatkan jagad perpolitikan melalui pernyataan dan manuver para petinggi partai itu.

Meski Pemilu Presiden masih empat tahun lagi, wacana mengusung Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) mulai didengungkan partai berlambang pohon beringin itu.

Wacana mengusung Ical tersebut tentu cukup beralasan, mengingat pada Pemilu Presiden 2014, hampir dapat dipastikan akan muncul figur-figur baru kepemimpinan nasional yang diyakini bisa membawa perubahan.

Bukan itu saja, hasil survei Lingkaran Survei Indonesia yang menyebut Golkar berpeluang besar memenangi Pemilu 2014 membuat kader dan pimpinan partai itu semakin optimistis dengan menargetkan memenangi Pemilu 2014.

Ketika membuka Rapimnas I Partai Golkar di Jakarta, Minggu (17/10), Ical menegaskan target partainya yang harus memenangi Pemilu 2014 dan sekaligus memastikan putra terbaiknya sebagai calon presiden.

Tentu pernyataan Golkar tersebut tidak bisa diartikan hanya sekadar gertakan, terutama bagi Partai Demokrat selaku pemenang Pemilu 2009, maupun partai besar lainnya seperti PDI Perjuangan.

Bagi Demokrat, pernyataan Golkar sebagai partai dengan segudang pengalaman politik itu setidaknya bakal menjadi ancaman serius pada 2014.

Apalagi, di tengah pernyataan tersebut muncul pula desakan dari kader Golkar agar partai itu mempertimbangkan untuk keluar dari sekretariat gabungan (setgab) partai politik pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Boediono.

Anggota DPR yang juga Wakil Bendahara Umum DPP Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, Golkar harus mampu melihat jauh ke depan dan mengevaluasi keberadaannya di Setgab, apakah lebih banyak memberikan manfaat atau mudarat bagi strategi kemenangan Partai Golkar pada Pemilu 2014.

Ia beralasan, dari hasil survei yang dilakukan beberapa lembaga survei, menurut dia, citra pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono terus menurun.

Partai Golkar, katanya, jangan mengulangi kesalahan dengan menjadi tameng dan pemadam kebakaran bagi pemerintahan yang citranya terus turun.

Karena itu, lanjutnya, sudah saatnya Partai Golkar menunjukkan kemandirian sikap dan jati diri sebagai partai politik yang sudah berpengalaman di pemerintahan dan menghadapi permasalahan rakyat.

Partai Golkar memang merupakan salah satu partai penting pendukung Setgab, bersama Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Bahkan, Aburizal Bakrie dipercaya sebagai Ketua Harian Setgab.

Bukan hanya Bambang Soesatyo, Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Yorrys Raweyai juga menyatakan bahwa ormas sayap Golkar itu akan meminta DPP Partai Golkar untuk mengkaji ulang posisi partai itu di Setgab.

AMPG akan membahas masalah tersebut dan akan membuat rekomendasi untuk dibacakan dalam pandangan umum di Rapimnas I Golkar.

Kajian terhadap posisi Golkar di Setgab itu bukan tanpa alasan sama sekali. Menurut Yorrys, kalau ada kebijakan dari Setgab yang salah, maka Partai Golkar akan terkena imbas. Sebab Ketua Hariannya adalah Ketua Umum Golkar.

Ketua DPP Golkar Bidang Kajian Kebijakan Partai Golkar Indra J Piliang juga mengatakan, Golkar bekerja terlalu berat untuk pemerintahan, sementara partai yang tergabung dalam koalisi di Sekretariat Gabungan hanya menerima hasilnya saja.

Jadi, katanya, posisi Golkar di Setgab perlu dikaji ulang karena Golkar kerja terlalu berat untuk pemerintahan ini.

Meskipun Golkar tetap konsisten dan telah bekerja berat untuk pemerintahan, Golkar masih juga diserang dan kebijakan yang diusulkan oleh Golkar banyak yang ditolak oleh Setgab.

Menurut Indra, alasan lain agar Golkar mengkaji ulang keberadaannya di Setgab adalah tidak jelasnya visi dan misi yang diusung oleh Setgab.

Dukungan agar Golkar keluar dari Setgab antara lain disampaikan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Azyumardi Azra yang secara tegas menilai bahwa Setgab hanya menguntungkan Presiden Yudhoyono dan Partai Demokrat.

Partai Golkar, katanya, harus berani membuat pilihan untuk keluar atau tidak dari Setgab karena Setgab itu sendiri tidak efektif, tidak konsisten dan cenderung sebagai "bumper" saja.

Wacana untuk mempertimbangkan posisi Golkar di Setgab, akhirnya membuat Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung ikut angkat bicara.

Akbar menyarankan Presiden Yudhoyono dan Aburizal Bakrie lebih banyak melakukan komunikasi sehingga program dari Setgab bisa berjalan dengan baik.

"Kalau bisa Pak Ical dan Presiden Yudhoyono intensitas komunikasinya bisa lebih banyak. Jika ada aspirasi ada yang kurang pas dengan kebijakan pemerintah barangkali pemerintah tidak cepat-cepat untuk mengambil kebijakan," kata Akbar sambil menegaskan bahwa Golkar tetap konsisten untuk mendukung pemerintahan sampai selesai.

Namun ia mengharapkan Setgab sebaiknya membahas masalah-masalah yang penting terkait dengan masalah bangsa, negara, dan rakyat.

"Seyogyanya dimatangkan dulu dalam Setgab, sehingga bisa jadi outputnya akan bisa memberikan dukungan pada kebijakan-kebijakan," kata Akbar.

Namun disengaja atau tidak, manuver Partai Golkar tersebut didengungkan bertepatan dengan setahun pemerintahan SBY-Boediono pada 20 Oktober 2010.

Pada saat yang sama, desakan berbagai pihak agar SBY melakukan perombakan kabinet juga semakin santer terdengar. Di sisi lain, Presiden SBY juga telah mengajukan nama calon kapolri dan sedang mempersiapkan calon jaksa agung.

Karena itu, tidak salah jika ada yang mencurigai manuver Golkar itu sekadar "mengingatkan" agar menteri-menterinya tidak diganti atau "mengingatkan" Presiden agar mengajak bicara anggota Setgab sebelum memutuskan mengajukan nama calon kapolri maupun jaksa agung.

Tidak gentar

Sejumlah politisi Partai Demokrat pun nampaknya sudah melihat hal itu. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa mengaku tidak gentar dengan "ancaman" Golkar untuk keluar dari Setgab meskipun diakuinya bahwa Golkar memiliki pengalaman dan bisa melakukan manuver politik yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Namun sejauh ini, kata Saan, tanda-tanda akan keluarnya Golkar dari Setgab tidak terlihat, meskipun ada wacana dari kader-kader Golkar mengenai hal itu.

"Dari pernyataan Pak Ical jelas terlihat tidak ada keinginan untuk keluar dari Setgab. Mungkin keinginan dari orang-orang Golkar yang sifatnya pribadi-pribadi, bukan merupakan keputusan partai," kata Saan.

Bahkan, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok berpendapat, Golkar tak akan berani untuk mengambil pilihan keluar dari Setgab. Namun ia enggan menjelaskan penyebab Golkar tak akan keluar dari Setgab. "Yang pasti bangsa akan rugi," kata Mubarok.

Keyakinan senada juga diungkapkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang meyakini bahwa Partai Golkar tidak akan keluar dari Sekretariat Gabungan dan tetap konsisten.

Keyakinan Anas itu didasarkan pada komunikasi yang intensif yang dilakukan oleh Setgab, termasuk dengan Partai Golkar yang merupakan bagian dari koalisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun demikian, kata Anas, Partai Demokrat tidak akan ikut campur dengan masalah internal Partai Golkar, termasuk keinginan Golkar yang akan mengkaji kembali posisinya di Setgab.
(A041/B010)

Oleh Oleh Arief Mujayatno
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010