Jakarta (ANTARA) - Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) edisi terbaru yakni tahun 2020 memuat berbagai informasi untuk membantu orang tua dan tenaga kesehatan memantau kesehatan anak mulai dari cara merawat bayi baru lahir, tumbuh dan kembang anak hingga perawatan saat anak sakit.

Lalu, adakah bedanya dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang selama ini sudah dikenal? Koordinator Poksi Kesehatan Balita dan Anak Usia Prasekolah Direkorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, dr. Ni Made Diah mengatakan buku KIA mengintegrasikan beberapa catatan yang dulunya terpisah, salah satunya KMS untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita.

"Dahulu pencatatan ibu dan anak terpisah, imunisasi sendiri, pemeriksaan berat badan sendiri, ibu hamil sendiri. Kemudian tahun 1994 dipilotkan untuk dikompilasi, dibuat komprehensif dalam satu catatan kesehatan di tingkat masyarakat yaitu buku KIA. Berlaku sejak ibu hamil, bayi lahir sampai bayinya menjadi anak berusia 6 tahun," kata dia dalam sebuah webinar kesehatan mengenai pentingnya buku KIA, Kamis.

Dari sisi fisik, buku KIA saat ini memasuki edisi revisi ketiga itu memiliki warna sampul didominasi warna merah muda dengan gambar orang tua dan anak. Sampul depan dan belakang dibuat berbeda untuk memuat identitas ibu dan anak secara terpisah.

Total ada 53 halaman dalam buku itu yang terbagi menjadi dua bagian yakni khusus untuk ibu hamil dan anak. Di sana terdapat lembaran-lembaran halaman berisi daftar isi dan petunjuk penggunaan, identitas anak termasuk surat keterangan lahir, ruang untuk menempelkan cap kaki bayi, lembar pernyataan keluarga mengenai pelayanan kesehatan yang sudah diterima, layanan kesehatan yang harus dipenuhi anak 0-28 hari, tanda bahaya, catatan mengenai ASI, imunisasi dan lainnya.

Pada buku juga terdapat lembaran berisi instrumen pemantauan tumbuh kembang anak hingga anak berusia 6 tahun, sekaligus sebagai kontrol dari ibu dan tenaga kesehatan untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya pelayanan kesehatannya.

"Ada juga KMS, jadi KMS sudah terdapat di dalam buku KIA, termasuk lembar pertumbuhan di dalam buku KIA. Satu kurva untuk memantau berat badan apakah sesuai umur atau tidak. Ada juga kurva pertumbuhan dari panjang badan, tinggi badan, penilaian lingkar kepala," tutur Ni Made.


Baca juga: Walau masih pandemi, jangan lupa tetap pantau tumbuh kembang anak

Baca juga: Walau masih pandemi COVID-19, jangan lupa pantau tumbuh kembang anak

Baca juga: Jangan sepelekan buku KIA untuk pantau tumbuh kembang anak
Lembar Kartu Menuju Sehat (KMS) di dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (kesga.kemkes.go.id)


Buku juga memuat catatan imunisasi sejak bayi lahir, catatan pemberian makanan anak, vitamin A, obat cacing, kesehatan gigi. Tenaga kesehatan bisa sekaligus memantau apakah asupan-asupan yang seharusnya anak dapatkan sudah terpenuhi atau belum.

Selain itu ada juga kolom catatan riwayat sakit anak untuk diisi tenaga kesehatan termasuk waktu kontrol dan obat yang didapatkan, lembar informasi kesehatan bagi keluarga yang mengingatkan mereka untuk mengikuti kelas perawatan kesehatan anak di puskesmas seperti materi ASI, imunisasi, tumbuh kembang dan penyakit terbanyak dialami anak.

Menurut Ni Made, di masa pandemi ini sangat memungkinkan webinar seperti ini, puskesmas yang menyelenggarakan, WhatsApp grup juga bisa dan Kementerian Kesehatan sudah menyediakan melalui laman belajar Kesga (https://belajarkesga.kemkes.go.id/).

Tak hanya soal itu, di dalam buku KIA juga terdapat informasi mengenai ciri balita sehat, tanda bahaya pada balita untuk dikenali orang tua sehingga mereka bisa segera mencari pertolongan bila tanda ini muncul, keterangan mengenai warna tinja, pemantauan kadar warna air kencing serta tips memenuhi gizi anak.

Informasi yang juga tak kalah penting di dalam buku KIA yakni mengenai cara perawatan bayi baru lahir, merawat anak seperti perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), stimulasi perkembangan beserta ceklis apakah sudah lengkap atau belum serta pemenuhan layanan kesehatan anak.

"Memantau perkembangan anak di masa pandemi tentu saja bisa dari rumah, dengan ini (buku KIA). Petunjuk sudah jelas. Kalau sampai tidak lengkap (stimulasi atau pertumbuhan dan perkembangan), itulah saatnya orang tua, kader berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," tutur Ni Made.

Di dalam buku, ada juga informasi mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan misalnya bagaimana membuang popok, menempatkan soket listrik, memagari kolam dan tangga, perlindungan anak dari kekerasan, serta kesiapsiagaan dalam situasi bencana.

Baca juga: Sekolah didorong tanyakan buku kesehatan ibu dan anak

Pemantauan perkembangan dan pertumbuhan anak
Seperti diungkapkan Ni Made, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi salah satu bagian di dalam buku KIA. Pada lembar pemantauan perkembangan anak, orang tua bisa memberikan tanda ceklis pada kemampuan yang bisa anak lakukan.

Terkait hal ini, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) cabang Jawa Tengah, Fitri Hartanto mengatakan ceklis kelompok kemampuan perkembangan anak yang diisi merupakan ceklis kelompok usia yang sudah terlewati.

Lebih lanjut, apabila perkembangan anak sesuai usianya, maka orang tua bisa melakukan stimulasi. Pada anak 9-12 bulan misalnya, untuk aspek bahasa, orang tua bisa mengajarkan anak berbicara pada boneka, menunjuk orang atau benda atau organ tubuh yang sudah dikenalkan, mengucapkan orang atau benda atau organ tubuh yang sudah dikenalkan, membacakan dongeng pada saat mengenalkan dan menyuruh menunjuk, memegang mainan dengan 2 tangan.

"Setelah dia paham, maka dia akan mengekspresikan bahasa. Kita sudah kenalkan dengan cara tadi melalui boneka setelah itu tes dengan menunjuk. Begitu dia menggunakan motorik dengan menunjuk artinya pembelajaran bahasa kita berhasil, stimulasi yang diberikan terjadi," tutur Fitri.

Fitri mengatakan, bila ada satu atau lebih kemampuan yang tidak diceklis, artinya perkembangan anak tidak sesuai kelompok usia. Tetapi, menurut dia, belum tentu masalah ada pada anak. Orang tua sebaiknya tak perlu khawatir, karena bisa jadi alasannya karena anak kurang dilatih.

"Kalau ada beberapa kemampuan yang tidak bisa anak lakukan, maka memang kita harus konfirmasi dengan alat lain (misal memeriksakan anak ke puskesmas). Belum tentu anak bermasalah," kata Fitri.

Sementara dalam pemantauan pertumbuhan anak, orang tua bisa melakukan pengukuran antropometri seperti berat badan, panjang badan dan lingkar kepala, setelah mendapatkan edukasi dari tenaga kesehatan agar pengukuran bisa mencapai hasil yang benar. Setelahnya lakukanlah plot hasil pada kurva baku dan interpretasikan.

Baca juga: Empat hal dasar yang harus dilakukan orang tua agar anak tetap ceria

Apa yang harus orang tua interpretasikan? Ada dua yakni interpretasikan sewaktu untuk melihat indikator pertumbuhan dan interpretasi menyeluruh untuk mengetahui kecenderungan arah pertumbuhan anak pada kurva.

Indikator yang perlu diperhatikan yakni berat badan badan terhadap umur, panjang atau tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap panjang atau tinggi badan, serta lingkar kepala terhadap usianya.

Ada tidaknya masalah pada pertumbuhan anak bisa terdeteksi setelah plot pada kurva dilakukan, walaupun sebenarnya status gizinya normal. Artinya, untuk mengenali ada tidaknya masalah pada pertumbuhan anak, orang tua sebaiknya tidak terfokus melihat status gizi anak mereka.

Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang tampak sangat kecil berusia 5 bulan dengan berat badan 4,7 kg dan panjang atau tinggi badan 59 cm bisa terdeteksi mengalami masalah pertumbuhan yakni pendek dan berat badan kurang setelah dilakukan plot pada kurva walaupun status gizinya normal.

"Artinya, jangan hanya dilihat status gizi anak di dalam menentukan pertumbuhan anak, karena di dalam status gizi yang normal bisa terjadi gangguan pertumbuhan," tutur dia.

Terakhir, jangan lupa untuk mengenali arah pertumbuhan. Apabila menjauhi garis maka segera lakukan intervensi. Misalnya seorang anak memiliki berat badan menjauhi garis perlahan bisa membuatnya gagal tumbuh.

Jadi, berbagai instrumen pemantauan tumbuh kembang anak seperti yang disebutkan kedua pakar kesehatan bisa orang tua temukan di dalam buku KIA. Orang tua bisa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk bisa mendapatkan pemahaman yang benar dalam memanfaatkan buku KIA termasuk saat memantau tumbuh kembang anak.


Baca juga: Pemanfaatan buku KIA belum sesuai harapan

Baca juga: Ajari anak sikap asertif untuk cegah perundungan

Baca juga: Mendikbudristek: Lagu anak berpengaruh pada tumbuh kembang anak

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021