Jambi (ANTARA News) - Dua orang anak rimba dari Kabupaten Merangin menjadi pembicara pada diskusi dan pameran foto lingkungan yang diselenggarakan LSM lingkungan internasional Green Peace yang menggandeng LSM lokal Walhi Jambi, Warsi serta komunitas fotografi Jambi.

Kedua anak muda dari Suku Anak Dalam (SAD) atau yang biasa disebut suku Kubu, tersebut adalah Pengendum (20) dan Parenjak (18). Keduanya adalah aktivis SAD yang beraktvitas di Komunitas Makekal Bersatu (KMB) yang berpusat di kota Bangko kabupaten Merangin.

"Ya, kita diundang untuk jadi pembicara atau tepatnya sebagai nara sumber pada kegiatan diskusi ini. Dalam forum ini selain bercerita tentang kehidupan komunitas SAD di dalam (di rimba) kita juga diminta memaparkan pikiran dan pandangan mengenai konsep pemeliharaan alam lingkungan yang ideal untuk masa depan," ungkap ketua KMB Pangendum, di Jambi Sabtu.

Kedua anak muda dari komunitas SAD tersebut diundang jadi pembicara pada kekgiatan diskusi yang membahas pemanasan global dan cuaca ekstrim serta dampaknya bagi kehidupan sekarang ini, karena keduanya memang termasuk generasi SAD yang sudah membaur dengan kehidupan masyarakat luas.

Kegiatan itu sendiri diselenggarakan selama dua hari pada 23 dan 24 Oktober. Selain kedua anak SAD tersebut, pembicara lainnya adalah dari tokoh pemerhati lingkungan dan aktivis.

Kegiatan yang berisi diskusi dan pameran foto lingkungan tersebut mengusung tema `Selamatkan Hutan, Selamatkan Kehidupan`.

Bagi Pangendum tampil pada forum-forum diskusi dan seminar seperti itu khususnya yang bertemakan tentang lingkungan dan suku tradisional memang sudah bukan yang pertamakali.

"Pangendum sudah sering tampil di forum-forum lingkungan, baik tingkat lokal Jambi, Nasional di Jakarta, bahkan pernah di Australia. Di sana saya ikut dalam pembuatan film," katanya.

Pangendum memang segelintir dari ratusan anak rimba lainnya yang termasuk generasi intelektual. Dia sudah bergaul dengan masyarakat luas di kota Bangko, layaknya masyarakat biasa.

Meski tidak mendapatkan pendidikan formal sebagaimana anak lainnya tapi dia menguasai penggunaan komputer, internet, mampu membaca peta, menggunakan peralatan GPS, mengoperasikan kamera, bisa berbahasa Inggris, serta menguasai berbagai peralatan kehidupan modern lainnya layaknya masyarakat biasa.

"Kalau ada kesempatan dan peluang saya ingin kuliah, kalau bisa sampai S2," ungkapnya.

Dalam kegiatan yang dimotori Green Peace tersebut Pangendum menyampaikan kondisi real kehidupan masyarakat SAD saat pemanasan global dan cuaca ekstrim saat ini. Dia menekankan pentingnya keselaranan hidup antara manusia dan alam lingkungannya.

"Kalau manusia modern memiliki kearifan terhadap alam dengan menyadari alam tidak sebatas sumber ekonomi melainkan sumber kehidupan secara menyeluruh di dunia ini, niscaya tidak akan ada yang namanya global warming atau bencana alam lainnya. Itu yang menjadi ciri kehidupan pegangan masyarakat SAD di dalam (rimba) selama ini," katanya.

Seusai mengikuti rangkaian acara diskusi tersebut pada Minggu (24/10) Pangendum akan bertolak ke Jakarta menghadiri pertemuan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI).(*)
(ANT-144/A023/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010