Jakarta (ANTARA) - Untuk bisa beraktivitas di luar rumah di tengah beragam pembatasan, kini masyarakat berbagai negara harus siap dengan persyaratan-persyaratan.

Bukan saja harus benar-benar sehat dan memiliki bukti hasil tes bebas terpapar virus corona jenis baru (COVID-19), tetapi juga wajib mengantongi sertifikat vaksinasi. Sertifikat itu sebagai bukti telah divaksin COVID-19.

Kewajiban itu semakin menjadi kecenderungan (tren) di perusahaan-perusahaan multinasional. Tujuannya tak lain adalah untuk menekan penyebaran virus tersebut.

Perusahaan teknologi Google dan Facebook, misalnya, akan meminta para karyawan untuk vaksinasi COVID-19 sebelum kembali bekerja di kantor. Melansir Financial Times pada Kamis (29/7), kebijakan tersebut diberlakukan seiring dengan meningkatnya kasus baru varian Delta COVID-19 di Amerika Serikat.

Kepala Eksekutif Google Sundar Pichai mengatakan aturan wajib vaksin akan diperkenalkan di AS dalam beberapa pekan mendatang, sebelum diberlakukan secara global untuk 144.000 karyawannya.

Namun, penerapan kebijakan vaksin akan bervariasi, sesuai dengan kondisi dan peraturan setempat serta tidak akan berlaku sampai vaksin tersedia secara luas di wilayah tempat tinggal karyawan.

Google akan mengembangkan kebijakan pengecualian untuk orang yang tidak dapat divaksinasi karena alasan medis atau alasan perlindungan lainnya.

Hal serupa juga dilakukan Facebook yang mengatakan pada Rabu (28/7) bahwa mereka akan mewajibkan siapapun yang bekerja di kantor perusahaan itu untuk vaksinasi.

“Tentang bagaimana kami menerapkan kebijakan ini akan bergantung pada kondisi dan peraturan setempat,” kata wakil presiden bidang sumber daya manusia Facebook Lori Goler dalam sebuah pernyataan.

Selain Google dan Facebook, Twitter mengatakan pekerja yang datang ke kantor yang berlokasi di New York dan San Francisco perlu memberikan bukti vaksinasi pada awal pekan ini.

Di sisi lain, Amazon yang memiliki lebih dari 1,3 juta karyawan di seluruh dunia telah menawarkan bonus 80 Dolar AS untuk pekerja di garis depan yang telah divaksinasi, mulai Januari lalu. Untuk semua karyawan, perusahaan juga memiliki program sertifikat vaksinasi internal.

Sejak awal pandemi, industri teknologi AS sudah bergerak cepat untuk melawan virus dibandingkan beberapa sektor lainnya. Mereka seringkali menjadi contoh bagi perusahaan lain.

Cegah klaster
Di Indonesia, keharusan karyawan untuk divaksin COVID-19 tampaknya juga bakal menjadi persyaratan bekerja kantor. Hal itu seiring semakin luasnya akses mendapatkan vaksin tersebut.

Kebijakan itu juga sebagai ikhtiar untuk meminimalkan potensi penularan virus corona. Apalagi di masa lalu, aktivitas perkantoran didengungkan telah memunculkan klaster penularan.

Saat ini, karyawan atau staf yang boleh bekerja di kantor adalah mereka yang perusahaannya bergerak di sektor esensial dan kritikal. Bila selama beberapa pekan terakhir mereka cukup memiliki surat tanda registrasi pekerja (STRP), kini harus pula telah divaksin.

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Nomor 1972 Tahun 2021 yang diterbitkan pada 26 Juli 2021 dan berlaku hingga 2 Agustus 2021.

Melalui aturan itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan pekerja yang bekerja dari kantor (WFO) di sektor esensial dan kritikal sudah divaksin COVID-19 minimal dosis pertama.

Selain telah divaksin, menutut Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah, protokol pencegahan dan pengendalian COVID-19 di perkantoran/tempat kerja milik swasta, BUMN dan BUMD itu juga mengatur pembatasan kapasitas jumlah orang yang berada di tempat kerja dalam waktu bersamaan.

Pembatasan jumlah orang itu dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan  ketat melalui pengaturan jam operasional, kapasitas jumlah orang, pelaksanaan tes COVID-19 berkala serta menuntaskan vaksinasi kepada seluruh pekerja.

Selain itu, pelaku usaha wajib membuat STRP secara kolektif melalui aplikasi Jakevo bagi pekerja sektor esensial dan kritikal di perkantoran/tempat kerja milik swasta, BUMN dan BUMD.

Keputusan itu juga mengatur tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tetap memberikan hak-hak yang biasa diterima pekerja yang sedang melakukan isolasi mandiri. Selanjutnya memberikan sanksi teguran berupa surat peringatan bagi pekerja yang tidak melaksanakan protokol kesehatan.

Kemudian, jika ditemukan ada pekerja terkonfirmasi COVID-19, maka dilakukan penutupan tempat kerja selama 3X24 jam dan melakukan disinfektan ruangan menyeluruh serta melakukan pelaporan daring kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta.

Jika terjadi klaster penularan COVID-19, maka gedung ditutup satu kesatuan area selama 3X24 jam berdasarkan rekomendasi dinas kesehatan dan melakukan pembatasan akses masuk dan daya listrik pada area kerja yang terdapat pekerja terkonfirmasi COVID-19.

Pasar tradisional
Bukan hanya untuk bekerja di kantor pada sektor esensial dan kritikal, warga yang beraktivitas di ruang-ruang publik juga wajib telah divaksin. Bukan hanya di pusat perbelanjaan, bahkan di pasar-pasar tradisional.

Perumda Pasar Jaya, misalnya, pekan ini telah membuka kembali pasar-pasar tradisional di DKI Jakarta. Lebih 100 pasar dikelola BUMD Provinsi DKI Jakarta ini.

Aturan barunya, yakni pedagang dan pembeli harus telah divaksin, minimal dosis pertama. Sebut saja, di Pasar Tanah Abang, aturan itu telah diterapkan.

Tujuannya untuk menekan potensi penularan virus corona. Apalagi, lagi-lagi, pertengahan tahun lalu terjadi klaster pasar tradisional. Operasional pasar rakyat, termasuk Pasar Tanah Abang, diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 24/2021 tentang PPKM Level 4 dan Level 3 COVID-19 di wilayah Jawa dan Bali.

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa pasar rakyat yang menjual barang non-kebutuhan sehari-hari dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen dan jam operasi sampai pukul 15.00 waktu setempat.

Akad nikah
Tak hanya aktivitas di perkantoran, pusat perbelanjaan dan pasar tradisional, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mewajibkan seluruh keluarga dan tamu serta petugas dalam pelaksanaan akad nikah di hotel dan gedung pertemuan sudah divaksin COVID-19.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kadis Parekraf Nomor 495 Tahun 2021 yang diterbitkan pada 26 Juli 2021. Aturan berlaku hingga 2 Agustus 2021.

Berdasarkan peraturan itu, kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Gumilar Ekalaya, maka keluarga, tamu serta petugas akad nikah harus menunjukkan bukti sertifikat vaksinasi.

Selain itu, tidak diperkenankan menyediakan makanan di tempat dan resepsi pernikahan ditiadakan sementara. Penyediaan makanan hanya diperbolehkan dalam tempat tertutup untuk dibawa pulang.

Jika merunut pada fakta perkembangan virus corona dan upaya mengatasi atau mengendalikannya di Ibu Kota, sebenarnya aturan-aturan itu bukan hal baru. Sebagian besar pembatasan telah menjadi kebijakan yang dilaksanakan mulai 15 Maret 2020 atau12 hari sejak diumumkan adanya dua warga Depok (Jawa Barat) yang dirawat RSPI Sulianti Saroso Jakarta terinfeksi virus corona pada 2 Maret 2020.

Waktu itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai melakukan beragam pembatasan aktivitas publik, mulai dari pembatasan jam operasional dan jumlah armada angkutan umum, penutupan tempat wisata, hingga pengurangan jumlah karyawan yang bekerja di kantor.

Pembatasan itu kemudian ditetapkan dalam kerangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selanjutnya beberapa kali diperpanjang dan menjadi PSBB Transisi lalu kembali ke "rem darurat" PSBB.

Dalam beberapa bulan terakhir dilakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah pusat. Pada 3-20 Juli dilaksanakan PPKM Darurat untuk Jawa-Bali dan PPKM Level 4 hingga 25 Juli yang kemudian dilakukan penyesuaian untuk rentang 26 Juli hingga 2 Agustus 2021.

Dari rangkaian panjang selama 1,5 tahun pengendalian penyebaran virus corona, vaksinasi digencarkan sejak sekitar delapan bulan terakhir. Tujuannya adalah terciptanya kekebalan kelompok.

Di saat adanya sebagian warga yang ragu, bahkan enggan divaksin, kewajiban memiliki sertifikat vaksinasi COVID-19 untuk berbagai aktivitas publik tampaknya untuk menghapus keraguan dan keengganan itu.

Tujuan besarnya agar semakin besar pencapaian cakupan vaksinasi demi terciptanya kekebalan kelompok untuk mengendalikan penularan virus tersebut.

Maka, daripada akses aktivitas publik semakin terbatas, ikut vaksinasi guna mendapatkan sertifikat sebagai bukti telah divaksin adalah instrumen untuk mengurangi pembatasan dan sekat-sekat.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021