Jakarta (ANTARA News) - Pemahaman tentang perpustakaan ternyata masih banyak terjebak pada pendekatan sempit tentang keberadaan gedung yang representatif, ruangan serupa toko buku dan pendekatan institusi dari pada definisi berpendekatan substansi.

Fenomena ini nampak jelas terlihat dari bincang-bincang awal peserta "Sosialisasi Perpustakaan Bersama Sastrawan" yang dipandu moderator Felisita Leonita dari Bahana FM Jakarta pertengahan Oktober 2010 yang menghampiri beberapa peserta satu per satu.

"Perpustakaan adalah institusi tempat saya bekerja," kata seorang tenaga perpustakaan sekolah di Jakarta.

Sementara itu ada seorang guru yang mengatakan bahwa di ruang perpustakaan adalah tempat mencari siswa yang mangkir saat jam belajar karena nebeng mencari tempat nyaman berpendingin udara.

Sungguh menjadi ironi bahwa perpustakaan hanya dipahami sebatas bangunan fisik dan institusi padahal hakekat dari perpustakaan adalah pusat pengetahuan, sehingga definisi yang tepat tentang perpustakaan adalah didekati dengan pendekatan koleksi.

Blasius Sudarsono, pustakawan senior, mengatakan pemahaman masyarakat tentang perpustakaan harus senantiasa dilengkapi dengan pendekatan substansi, perpustakaan adalah koleksi pustaka terpilih yang dikelola dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan intelektual para pemakainya.

Blasius yang pernah memimpin Pusat Dokumentasi & Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) tahun 1990-2001 memang sudah mengemukakan definisi ini beberapa tahun lampau namun ternyata definisi perpustakaan masih belum banyak dipahami masyarakat kita.

"Kenapa saya sebut sebagai pustaka terpilih, karena kita melakukan aneka pilihan atas beragam pustaka untuk membangun koleksi itu, kemudian kenapa dikelola dengan cara tertentu," katanya.

Ini pada hakekatnya adalah cara mengelola koleksi tersebut dilengkapi dengan sistem temu kembalinya agar dapat ditemukan secara cepat jika diperlukan.

Pilihan atas cara itu sesuai dengan kepentingan dan teknologi terkini yang tersedia.

"Dan yang tak kalah penting kenapa muaranya untuk memenuhi kebutuhan intelektual para pemakainya," ungkapnya.

Menurutnya, muara dari dari segala muara perpustakaan adalah informasi atau pengetahuan sebagai substansinya, sehingga kita tidak perlu memperdebatkan bentuk format yang dipakai apakah format non digital atau digital dengan segala turunannya sesuai perkembangan teknologi yang saat ini menjadi dewa library.

Maka dengan pendekatan koleksi seperti diungkapkan di atas, tidak diragukan lagi bahwa teknologi iPad, teknologi yang didaulat sebagai dewa arsip dan digambarkan sebagai benda mini dengan berjuta informasi, metadata, serta cara temu kembalinya yang sangat mudah digunakan itu, pada hakekatnya adalah perkembangan perpustakaan yang menerapkan teknologi digital terkini.

iPad yang dirancang sebagai sebuah perangkat digital yang berada di antara telepon pintar (smartphone) dan laptop, adalah perpustakaan yang dapat ditenteng!

Blasius menambahkan "Perlu diingat bahwa perpustakaan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bukan hanya informasi atau pengetahuan yang bersifat scientific saja, namun juga ada informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan maupun informasi dan pengetahuan yang bersifat rekreatif, di sinilah perpustakaan bisa menjadi sahabat bagi para sastrawan,".

Perpustakaan bisa menjadi sahabat bagi sastrawan, seperti yang dikemukakan kepala Perpustakaan Nasional Dra. Hj. Sri Sularsih, M.Si.

Menurut dia, buku-buku sastra yang menjunjung tinggi nilai estetika dan menampilkan keselarasan yang mampu memberi perspektif, harmoni serta sublimasi perlu selalu diadakan.

"Pemerintah mempunyai peduli untuk itu dengan mengupayakan keberadaan buku-buku sastra sehingga membantu terwujudnya cipta, rasa dan karsa untuk mendorong lahirnya manusia berbudaya, yah bisa dibilang sastra diperlukan agar kehidupan kita lebih berwarna," kata Sri Sularsih.

Kepala Perpusnas itu mengatakan, pemerintah mendorong mengembangkan perpustakaan sekolah, dan saat ini ada 500 eksemplar judul buku sastra yang diterbitkan Balai Pustaka yang akan dibagikan untuk beberapa sekolah.

Pracoyo Wiryoutomo, Wakil Pemred Trans 7 yang membawakan topik "Peran Perpustakaan dalam Perkambangan Media Televisi" menyebutkan bahwa perpustakaan digital termasuk free ensiklopedia di google dan perpustakaan dalam arti fisik buku-buku cetak sangat membantu dalam pembuatan program televisi yang bersifat "soft news/ format magazine" seperti Program Si Bolang, sosok anak Indonesia yang suka berpetualang.

"Program soft news itu memerlukan riset dan wajib hukumnya bagi kru televisi untuk memilih topik dan mendalaminya sehingga perlu ke perpustakaan untuk melakukan riset itu," kata dia.

"Maka mereka harus sering membeli buku dan tersedia perpustakaan kecil di tiap-tiap divisi," ujarnya seraya menyebutkan bahwa buku-buku tentang flora, fauna serta ensiklopiedia wajib dibaca.

Tentang harapan Pracoyo agar ada perpustakaan visual dan perpustakaan foto, bagi para pustakawan tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang mewah karena dewasa ini telah berkembang pesat ilmu perpustakaan, ditandai dengan jurusan perpustakaan yang sudah disandingkan dengan teknologi informasi.

Edi Sutarto seorang Motivator Guru Profesional, menekankan pentingnya kemampuan menulis yang harus terus diasah, dia mengibaratkan semangat menulis dengan semangat olahragawan untuk terus berlatih sehingga berhasil meraih juara.

"Apa yang menjadi kesamaan sifat antara olahragawan dengan penulis, dua duanya harus sama-sama terus berlatih agar makin ahli di bidangnya," katanya.

Sementara itu pembicara lainnya adalah sastrawan dan dramawan Putu Wijaya. Dia dengan cerita-cerita yang memukau menjelaskan kondisi saat ini dan tantangan yang dihadapi perpustakaan.

Putu percaya orang suatu ketika menemukan kenikmatan tersendiri dengan memegang kertas, memegang barang cetakan dan merasakan kehadirannya.

Menurutnya perpustakaan dalam arti sempit yakni barang cetakan berupa buku adalah karya rekam intelektual yang berbeda dan unik dari pada media lain penyedia informasi seperti televisi, bioskop, mall, cafe, dan e-book.

"Buku datangnya dengan cara yang lain dari pada yang lain, buku mampu membuka jendela hati, karena makna sebuah buku cetak akan memberi nuansa baru , saya percaya suatu saat nanti tiba masanya huruf bisa berbunyi dan kata bisa sakti lagi," katanya.
(ANT/B010)

Oleh Oleh Dyah Sulistyorini
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010