Yogyakarta (ANTARA News) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi masih mengkaji letusan Gunung Merapi karena sampai saat ini belum diketahui titik asal letusan itu.

"Titik asal letusan belum diketahui, karena saat kejadian puncak gunung tertutup kabut sehingga petugas pos pengamatan tidak bisa melihat dari mana asal letusan," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono, di Yogyakarta, Rabu.

Ia mengatakan pihaknya belum dapat memastikan titik asal letusan yang terjadi sekitar pukul 18.10, pukul 18.15, dan pukul 18.25 WIB pada Selasa petang itu.

Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan penyelidikan guna mengetahui titik asal letusan. "Kami juga menyelidiki dengan terjun ke lapangan, salah satunya untuk mengetahui jawaban mengapa ketebalan abu vulkanik di sekitar tempat tinggal Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo tidak terlalu tebal, tetapi tingkat kerusakannya sangat luar biasa," katanya.

Surono menyesalkan jatuhnya korban meninggal 25 orang akibat terjangan awan panas Gunung Merapi. Padahal, pihaknya sudah merekomendasikan seluruh warga masyarakat yang tinggal dengan jarak 10 kilometer dari puncak gunung agar segera mengungsi saat status aktivitas vulkanik Merapi dinyatakan awas pada Senin (25/10) lalu.

"Kenapa kami masih gagal, karena ada 25 korban meninggal dunia. Padahal rekomendasi untuk mengungsi sudah dibuat secara rinci, dan berkali-kali diberitakan melalui banyak media massa. Mengapa mereka tidak mengungsi. Apakah informasi dari kami tidak dapat dipercaya," katanya.

Ia mengatakan energi yang terkandung di Gunung Merapi sebelum erupsi mencapai tiga kali lebih besar dibanding erupsi pada 1997, 2001, dan 2006. "Rekomendasi untuk mengungsi itu bukan main-main. Energi ini lebih besar," katanya.

Gunung Merapi (2.965 mdpl) di perbatasan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng), pada Selasa petang sudah masuk fase erupsi dengan terjadinya awan panas berulang kali.

Luncuran awan panas pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB, kedua pada pukul 17.19, ketiga pukul 17.24 WIB, dan keempat pukul 17.34 WIB.

Surono meminta pengungsi tidak meninggalkan tempat pengungsian, karena meskipun aktivitas vulkanik Merapi menurun setelah meletus, itu bukan berarti erupsi sudah berhenti.

"Aktivitas Merapi memang menurun, tetapi `bahasa` yang disampaikan gunung ini belum dapat kami pahami, sehingga pengungsi sebaiknya tidak meninggalkan tempat pengungsian terlebih dulu," katanya.

Menurut dia, penurunan aktivitas Merapi pascaerupsi pada Selasa (26/10) belum bisa diartikan tidak akan ada lagi erupsi.

Ia mengatakan pihaknya sudah mengirim surat pemberitahun ke sejumlah pihak, yang intinya meminta agar pengungsi tidak meninggalkan tempat pengungsian atau kembali ke rumah masing-masing, dan tetap meningkatkan kewaspadaan.

"Kami berharap ada kesabaran dari pengungsi untuk tetap bertahan di tempat pengungsian, karena tidak ada satu pun ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa melawan kehendak alam. Tetapi yang pasti, janji Merapi akan tetap dipenuhi," katanya.


Belum terbentuk kubah baru

Gunung Merapi yang memasuki fase erupsi dan terjadi awan panas selama hampir satu setengah jam pada Selasa (26/10), masih menjadi ancaman, karena belum terbentuk kubah lava baru, yang artinya magma di perut gunung ini belum keluar.

"Hingga saat ini magma belum keluar, dan kubah lava baru juga belum terbentuk, sehingga status aktivitas vulkanik Merapi masih `awas`," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo, di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, sifat letusan Gunung Merapi pada 2010 berbeda dengan karakteristik letusan biasanya. Begitu pula dengan awan panas gunung ini, memiliki sifat "direct blast", atau menyembur terus menerus dengan arah mendatar.

Perbedaan sifat letusan Merapi juga terletak pada material vulkanik yang disemburkan, yaitu hanya berupa pasir dan debu, tanpa ada material berat seperti batu.

Jenis material yang dimuntahkan gunung ini mengindikasikan bahwa material vulkanik yang berada di puncak belum ikut terbawa dalam letusan tersebut, sehingga BPPTK akan terus melakukan pemantauan terhadap pembentukan kubah lava itu.

"Kami akan terus memantau kubah lava akan berada di posisi mana, karena apabila berada di posisi kubah lava 1911, maka akan mudah longsor, karena kubah lava tersebut tergolong berusia tua," katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan timbunan material vulkanik yang membentuk kubah lava tersebut, volumenya sekitar 7,5 juta meter kubik.

Oleh karena itu, ia merekomendasikan agar seluruh warga masyarakat tetap berada di tempat pengungsian, karena status Gunung Merapi masih "awas".


Jusuf Kalla kunjungi korban

Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla mengunjungi korban luka bakar akibat terkena awan panas Gunung Merapi yang dirawat di "Burn Unit" Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, Rabu.

Dalam kunjungan itu, Jusuf Kalla melihat secara langsung pasien luka bakar yang sedang dirawat, dan ia berharap rumah sakit memberikan perawatan yang maksimal kepada seluruh korban.

"Kemungkinan korban awan panas ini disebabkan karena adanya kepercayaan masyarakat atas suatu kebiasaan, terkait dengan aktivitas Merapi," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap kepada seluruh warga masyarakat menjadikan tragedi tersebut sebagai pengalaman, sehingga ke depannya masyarakat mengikuti imbaun dan aturan dari pemerintah.

"Bagaimana pun, aturan dari pemerintah dibuat berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik," katanya.

Kenaikan status aktivitas vulkanik Merapi dari "siaga" ke "awas", kata Jusuf Kalla pasti diputuskan berdasarkan perhitungan-perhitungan tertentu yang mendasarkan pada kondisi darurat.

Ia mengatakan sejak bencana tsunami melanda Aceh pada 2004, sistem tanggap bencana di Indonesia sudah lebih baik, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memiliki koordinasi yang lebih cepat dan tepat.

"Untuk penanganan bencana seperti ini, butuh kerja keras dari semua pihak mulai dari masyarakat, pemerintah dan BNPB," katanya.

Menurut Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Sardjito Trisno Heru Nugroho, terdapat 12 korban luka bakar yang dirawat sejak Selasa (26/10), namun empat di antaranya meninggal dunia karena luka bakar serius.

Keempat korban luka bakar yang meninggal dunia tersebut adalah Ny Pujo (68) warga Umbulharjo yang mengalami luka bakar 70 persen, Bp Muji (50) yang mengalami luka bakar 89 persen, Bp Tarno (60) yang mengalami luka bakar 72 persen serta Bp Mursiyam (45) warga Pelemsari yang mengalami luka bakar 80 persen.

Total jumlah korban meninggal bertambah menjadi 29 orang, dengan dua jenazah sudah diambil keluarganya dari Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Sardjito.

"Pada hari ini ada empat korban luka bakar yang meninggal dunia sehingga jumlah korban meninggal pun bertambah menjadi 29 orang," kata Trisno Heru Nugroho.

Menurut dia, penyebab utama meninggalnya keempat korban tersebut adalah akibat luka bakar yang sangat serius, yaitu mencapai lebih dari 70 persen.

Ia mengatakan, pasien dengan luka bakar mencapai lebih dari 60 persen akan sangat sulit ditangani, apalagi korban adalah korban awan panas Gunung Merapi.

Awan panas tersebut, kata dia tidak hanya menghanguskan jaringan luar tubuh, tetapi juga jaringan pernafasan.

"Oleh karena itu, sejumlah korban mengalami trauma di saluran pernafasan, sehingga harus dibantu dengan respirator," katanya.


Santunan Pemkab Sleman

Pemerintah Kabupaten Sleman, DIY, akan memberi santunan masing-masing Rp2 juta kepada korban meninggal dalam bencana Gunung Merapi, ditambah Rp400 ribu untuk biaya pemakaman.

"Sedangkan korban yang mengalami luka bakar, biaya perawatannya ditanggung pemerintah kabupaten," kata Bupati Sleman Sri Purnomo, di Sleman, Rabu.

Jumlah korban meninggal sebanyak 29 orang, tetapi belum seluruhnya teridentifikasi.

Korban yang masih dirawat di rumah sakit sebanyak 18 orang. Mereka dirawat di empat rumah sakit, yaitu Panti Nugroho, Sardjito, Grasia, dan Bethesda.

Bupati mengatakan selain korban meninggal, tercatat pula korban ternak mati sebanyak 183 sapi. "Data itu baru di Dusun Kaliurang, belum di wilayah lainnya," katanya.

Menurut Sri Purnomo, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman akan memberi ganti rugi atas kematian ternak milik warga itu.

Sementara itu, warga dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi yang berada di tujuh tempat pengungsian sebanyak 19.050 orang. "Namun, karena Rabu sore sebagian pulang untuk menengok kondisi rumah mereka, jumlah pengungsi di tujuh tempat pengungsian tersebut tinggal 16.093 orang," katanya.

Bupati Sleman juga mengatakan pemkab akan menjamin kebutuhan makan dan minum warga sehari-hari selama di tempat pengungsian.

Ia mengatakan atas nama pemkab dan pribadi ikut prihatin serta berbelasungkawa sehubungan dengan jatuhnya korban meninggal akibat bencana Gunung Merapi.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Rabu, memberikan bantuan tiga unit truk berisi air bersih, selimut, dan peralatan mandi kepada pengungsi korban erupsi Merapi.

Bantuan tersebut secara simbolis diserahkan kepada Kepala Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Bejo Wiryanto, saat Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam kunjungan singkatnya di barak pengungsian Hargobinangun.

Dalam kunjungan singkatnya itu, menakertrans menyempatkan diri berdialog dengan salah seorang pengungsi yang berada di barak pengungsian Hargobinangun.

Sementara itu Kepala Desa Hargobinangun Bejo Wiryanto kepada menakertrans menginformasikan tidak ada warganya yang menjadi korban letusan gunung ini.

"Warga Hargobinangun sudah terlatih dalam menghadapi situasi darurat yang akibat letusan Merapi," katanya.

Hal tersebut, menurut dia, karena warga Hargobinangun rutin mengikuti simulasi penyelamatan diri jika terjadi bencana Merapi. "Saat ini ada 4.538 warga Desa Hargobinangun yang mengungsi di tempat pengungsian," katanya.


Tak ada pemakaman khusus

Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan tidak ada pemakaman khusus bagi "abdi dalem" keraton, seperti Mbah Maridjan yang meninggal terkena awan panas Gunung Merapi.

"Tidak ada pemakaman khusus untuk `abdi dalem` Mbah Maridjan, karena jenazahnya sudah diambil keluarganya, dan rencananya Kamis dimakamkan bersama-sama jenazah korban meninggal lainnya," kata Sultan yang juga Gubernur DIY, di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, Mbah Maridjan sebagai juru kunci Gunung Merapi selama ini memang sulit untuk diajak mengungsi setiap Gunung Merapi memasuki fase erupsi. "Itulah wujud tanggung jawab dia sebagai juru kunci yang selalu menjaga Gunung Merapi," katanya.

Sultan HB X mengatakan hal tersebut ketika mengunjungi Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, di mana sejumlah korban yang mengalami luka bakar masih dirawat di rumah sakit ini, dan beberapa korban yang meninggal diidentifikasi.

Ada beberapa anggota keluarga menshalati jenazah Mbah Maridjan di ruang Instalasi Forensik Rumah Sakit Sardjito.

Menurut keluarga, jenazah Mbah Maridjan akan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) di Sidorejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, Kamis pukul 10.00 WIB.

TPU itu berjarak sekitar 2,5 kilometer dari tempat tinggal Mbah Maridjan, Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.(E013*V001*B015*ANT-158*ANT-068*H008/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010