Peraih medali emas lari 800m putra Olimpiade Tokyo 2020 asal Kenya Emmanuel Kipkurui Korir (tengah) bersama rekannya yang meraih perak Ferguson Rotich (kiri) dan peraih perunggu asal Polandia Patryk Dobek (kanan) mengenakan masker penutup mulut saat seremoni penyerahan medali di Olympic Stadium, Tokyo, Jepang, pada 5 Agustus 2021 (REUTERS/DYLAN MARTINEZ)


Pesan keteladanan kepada publik

Sementara para pegulat itu bertarung, segelintir orang menyaksikan mereka dari kejauhan. Semuanya bermasker dengan benar, bukan dipasang cuma mengalungi leher atau hanya menutup mulut.

Uniknya, mengutip AP, sekalipun nyaris tak ada penonton karena Olimpiade ini tak membolehkan ada penonton di dalam stadion, relawan-relawan tetap setia memegang spanduk bertuliskan "jaga jarak fisik".

Pegulat putri Brazil Aline Silva sampai berharap Olimpiade Tokyo bisa membawa pesan bahwa kecuali virus corona terkalahkan, maka siapa pun di mana pun harus tetap berhati-hati dan lebih menjaga kesehatan mereka sendiri serta orang lain.

Brazil mencatat angka kematian akibat COVID-19 paling tinggi kedua di dunia setelah 556.000 warganya kehilangan nyawa.

Baca juga: Lewati 500.000 kematian COVID, pakar Brazil beri peringatan

"Di Brazil, semua orang tahu bahwa yang paling baik dilakukan itu adalah tak mengadakan pesta dan hal-hal semacam itu. Tapi saya heran mereka tetap saja melakukannya," kata Silva. “Jadi kita perlu menunjukkan kepada semua orang bahwa saat ini kita mesti fokus bekerja seaman mungkin."

Fakta atlet seperti Silva dipaksa mengenakan masker padahal sudah divaksin dan lagi setiap hari menjalani tes COVID, menunjukkan pesan bahwa kita semua harus hati-hati dan menyeriusi pandemi ini.

Atlet sendiri adalah duta yang setiap waktu disorot kamera untuk kemudian menyebar ke seluruh dunia. Apa jadinya kalau mereka tak memberikan contoh yang benar di depan kamera?

Bagi pemerintah Jepang sendiri wajib masker lebih dari sekadar penting, namun juga pesan bahwa mereka mendengarkan kekhawatiran rakyat. Bahwa mereka sama seriusnya menghadapi pandemi ini sehingga tak peduli sehebat apa pun atlet asing dan sebesar apa pun negeri asal mereka, semua harus taat bermasker dan mematuhi protokol kesehatan.

Baca juga: Pelatih renang Australia minta maaf karena merobek masker

Silva yang berusia 34 tahun membidik Olimpiade Tokyo untuk menebus kegagalan meraih medali di negerinya sendiri sewaktu Olimpiade Rio 2016. Tapi ketika pandemi datang menerjang, dia memutuskan menunda bergulat, karena Silva ingin memberikan teladan kepada masyarakat pada era pandemi ini hidup tak bisa lagi dijalani dengan cara lama.

Silva memiliki paman yang menghabiskan 13 hari di rumah sakit karena terpapar COVID-19. Dia sendiri baru bisa berlatih setelah Brazil membuat gelembung kecil berprotokol kesehatan ketat di mana kontak fisik dari dunia luar dibatasi, demi bisa ke Olimpiade.

"Kita mesti ambil bagian agar semua orang bisa selamat. Saya mungkin tak akan mati gara-gara COVID tetapi saya tidak ingin menularkan penyakit ini kepada orang yang bisa meninggal karena penyakit ini,” kata Silva.

Seperti olimpian-olimpian lainnya, Silva dikerangkeng dalam gelembung sanitasi raksasa yang setiap hari diwajibkan menjalani tes. Gelempung itu dilengkapi lautan sanitizer dan dipagari aturan pembatasan bergerak yang ketat.

Mereka diperintahkan tak bergaul dengan orang di luar timnya. Tak boleh berpelukan, tos dan jabat tangan, meskipun terpaksa diabaikan saat atlet dalam suasana bahagia memenangkan kompetisi.

Atlet juga tak boleh menyaksikan cabang olahraga selain cabangnya sendiri atau berkeliaran di sekitar kota.

Baca juga: Langgar aturan virus, akreditasi dua atlet Georgia dicabut

Selanjutnya membuat atlet ...

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021