banyak negara secara ekspor itu aman karena produknya yang cukup terdiversifikasi dan negara tujuan ekspornya juga. Itu yang menjelaskan misalnya beberapa kinerja daripada ekspornya relatif baik, termasuk Vietnam
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Indonesia yang juga mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengapresiasi kinerja ekspor Indonesia pada periode Januari-Juni 2021 yang meningkat, namun peningkatan ekspor tersebut harus disertai dengan diversifikasi produk dan negara tujuan untuk mengantisipasi risiko yang mungkin muncul pada waktu mendatang.

"Ekspor ini baik sekali, karena prestasi ini luar biasa artinya Indonesia bisa memanfaatkan recovery yang terjadi di AS dan China yang kelihatan di angka-angka perdagangannya. Ini adalah momentum yang perlu dipertahankan," ujar Chatib saat menghadiri Dialog Ekonomi secara virtual di Jakarta, Kamis.

Ia memaparkan jika ekspor RI terkonsentrasi hanya pada produk dan negara tujuan tertentu maka jika terjadi penurunan, efek yang dirasakan akan besar terhadap perekonomian dalam negeri.

Chatib mengatakan adanya diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor akan bisa mengatasi risiko yang muncul dari konsekuensi Indonesia yang mengadopsi ekonomi terbuka.

"Jadi, kalau kami bisa memberikan contoh, banyak negara secara ekspor itu aman karena produknya yang cukup terdiversifikasi dan negara tujuan ekspornya juga. Itu yang menjelaskan misalnya beberapa kinerja daripada ekspornya relatif baik, termasuk Vietnam," ungkap mantan Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) itu.

Menurut Chatib, meskipun kontribusi perdagangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia relatif kecil dibandingkan negara lain seperti Jepang atau China, namun pertumbuhan ekspor yang dicapai tercatat tinggi.

"Artinya, walaupun dengan kontribusi yang relatif kecil, pertumbuhan ekspornya tinggi sekali," tukas Chatib.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memaparkan bahwa RI berhasil meningkatkan perdagangan dengan China, hingga mampu memperkecil defisit nilai perdagangan menjadi 3,19 miliar dolar AS pada Januari-Juni 2021. Mendag menyebutkan bahwa defisit perdagangan tersebut yang terendah sejak 2005.

Menurut Lutfi, prestasi itu merupakan wujud dari komitmen Indonesia dalam melakukan hilirisasi sektor pertambangan yang tidak lagi mengekspor dalam bentuk mentah.

"Ini adalah bagian dari komitmen kita untuk hilirisasi dari pertambangan kita. Dengan komitmen yang jelas, kita itu memotong separuh daripada defisit neraca perdagangan kita hanya dari satu komoditas, yaitu HS72 produk besi dan produk baja," pungkas Mendag.

Baca juga: Mendag optimistis ekspor RI semakin menjanjikan
Baca juga: Tempe UKM diekspor ke Jepang, Mendag: Makanan RI makin mendunia
Baca juga: Mendag: Perdagangan online lintas negara peluang dan ancaman buat UMKM

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021