Ambon (ANTARA) - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan vonis bebas terhadap Fery Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa, dua terdakwa kasus penjualan lahan kepada PT PLN untuk pembangunan PLTMG 10 MW di Namlea, Kabupaten Buru, Maluku senilai Rp6,4 miliar.

"Memutuskan terdakwa Fery Tanaya dan Abdul Gafur dibebaskan dari semua dakwaan primer maupun subsider dan memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan, memulihkan hak dan martabat para terdakwa, serta membebankan biaya perkara kepada negara," kata Ketua Majelis Hakim Pasti Tarigan didampingi Ronny Felix Wuisan dan Hakim Adhoc Jefta Sinaga di Ambon, Jumat.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan unsur melawan hukum yang didakwakan JPU tidak terbukti dan proses jual beli lahan sah serta tidak adanya unsur kerugian keuangan negara dalam perkara itu.

Terdakwa Fery Tanaya membeli lahan tersebut pada tanggal 7 Agustus 1985 dari keluarga waris Serhelawan yang menurut JPU objek tersebut merupakan tanah erfpacht atau hak barat dan sudah menguasainya selama 31 tahun.

Kemudian sebelum dilakukan pembayaran atau gantirugi lahan, pihak PLN telah menyurati BPN untuk melakukan pengukuran lahan dan nilai pembeliannya sebesar Rp6,4 miliar sesuai bukti akta jual-beli serta surat kepemilikan lahan berdasarkan keterangan sejumlah saksi dalam persidangan diantaranya Husein Wamnebo serta Talim Wamnebo.

Baca juga: Majelis Hakim Tipikor Kupang vonis bebas dua warga Italia
Baca juga: Terdakwa dugaan korupsi proyek sumur bor di Kalteng divonis bebas
Baca juga: Pengadilan Tipikor vonis bebas Wali Kota Kupang periode 2012-2017


"Soal status tanah hak barat, mereka tidak mengetahuinya dan baru dipahami setelah jaksa melakukan proses hukum dalam perkara ini," jelas majelis hakim dalam persidangan yang berlangsung secara virtual.

Pertimbangan lain dari majelis hakim dalam amar putusannya adalah, terdakwa bukan mencari keuntungan semata dari penjualan lahan dimaksud karena PLN ingin membelinya untuk proyek strategis nasional yang membawa manfaat bagi kepentingan umum.

Atas putusan tersebut, terdakwa Fery Tanaya melalui penasihat hukumnya Henry Yosodiningrat maupun tim PH terdakwa Abdul Gafur menyatakan menerima, sementara JPU Achmad Atamimi diberikan kesempatan tujuh hari untuk menyampaikan sikap.

Sebelum tim JPU Kejati Maluku meminta majelis hakim menghukum terdakwa Fery Tanaya selama 10,5 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp6,081 miliar sehingga akumulasi ancaman hukuman lebih dari 13 tahun.

Sedangkan terdakwa Abdul Gafur 8,5 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti atas kerugian negara yang diberikan PT PLN kepada terdakwa sebesar Rp 9,7 Juta subsider tiga bulan kurungan.

PLN Unit Induk Pembangunan Maluku pada 2016 melakukan proses pengadaan tanah bagi pembangunan PLTMG berlokasi di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru, Maluku.

Untuk kepentingan itu PLN UIP Maluku melayangkan surat kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kepala kantor BPN Buru, John George Sen (Alm) secara lisan memerintahkan Abdul Gafur Laitupa selaku Kasie Pengukuran di BPN Buru melakukan pengukuran lahan.

Yaitu tanah seluas 48.000 meter persegi. Namun Abdul Gafur Laitupa membuat peta lokasi nomor 02208 tertanggal 16 Juni 2016. Namun, peta lokasi tersebut tidak sesuai data sebenarnya.

Peta lokasi mencantumkan nomor induk bidang tersebut, tetapi berdasarkan komputerisasi ternyata lokasi itu milik Abdul Rasyid Tuanani seluas 645 meter persegi.

Sementara tanah ini dikuasai oleh negara karena lokasinya merupakan bagian dari tanah erfpacht dan pemegang haknya atas nama Zadrak Wakano (Alm).

Padahal ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, tanah erfpracht tidak bisa dipindah-tangankan baik kepada ahli waris maupun kepada pihak lain selaku pembeli.

Ketika pemegang hak erfpracht meninggal dunia, kepemilikan atas tanah tersebut tidak bisa dikuasai oleh ahli waris dan berstatus menjadi tanah negara.
 

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021