Jakarta (ANTARA) - Peneliti astronomi dan astrofisika di Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Rhorom Priyatikanto mengatakan polusi cahaya mengganggu pengamatan langit secara langsung hingga berdampak pada lingkungan dan kesehatan.

"Urusan polusi cahaya tidak hanya menjadi masalah astronomi saja, tapi juga masalah lingkungan," kata Rhorom dalam Gelar Wicara dan Pengamatan Virtual Malam Langit Gelap untuk memperingati Hari Keantariksaan Nasional di Jakarta, Jumat malam.

Baca juga: BRIN perkuat ekosistem riset dan inovasi keantariksaan

Dia menuturkan polusi cahaya dapat mengacaukan navigasi makhluk hidup yang sedang melakukan migrasi, yakni migrasi burung.

Polusi cahaya juga mengganggu pola alamiah serangga, karena beberapa serangga tertarik oleh cahaya dan menjadi mudah untuk dimangsa ,sehingga bisa mengurangi populasi serangga alamiah.

"Mengganggu pola alamiah serangga-serangga, karena kadang-kadang kalau ada cahaya, serangga suka berkumpul ke situ dan ini kesempatan yang baik buat pemangsa serangga untuk memakan banyak," ujarnya.

Polusi cahaya juga berdampak mengganggu pola penyerbukan alamiah, karena serangga yang seharusnya menyerbuki tumbuhan malah lari ke arah cahaya.

Rhorom menuturkan studi juga menunjukkan peningkatan jumlah mikroorganisme yang mampu berfotosintesis malam hari.

Dari segi kesehatan, polusi cahaya bisa merusak hormon, yakni hormon melatonin yang menentukan pola tidur, dan mengganggu metabolisme yang lain.

Baca juga: Lapan ajak masyarakat lestarikan langit gelap dengan mematikan lampu

Baca juga: Peneliti: anak muda berperan dukung upaya kurangi emisi gas rumah kaca


"Jika kebanyakan cahaya, ada juga studi yang menunjukkan ada potensi kanker yang meningkat gara-gara kita mengalami gangguan hormon melatonin," ujarnya.

Oleh karena itu, Rhorom menuturkan harus memperhatikan dengan baik cara menggunakan cahaya agar tidak buang-buang cahaya.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021