Manokwari (ANTARA) - Ketua Lembaga representasi kultur Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Maxsi Nelson Ahoren mendorong legislatif dan eksekutif dapat memproteksi hak-hak dasar masyarakat asli Papua di dua wilayah adat Doberai-Bomberai melalui peraturan daerah khusus atau Perdasus.

"Kesejahteraan dan hak-hak masyarakat adat Doberai dan Bomberai harus diproteksi dalam Perdasus sebagai pengarah alokasi anggaran otsus bagi masyarakat adat sehingga tepat guna," kata Maxsi Ahoren di Manokwari, Senin.

Ia mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat adat Papua lewat implementasi otonomi khusus di provinsi ini.

Hal ini dikatakan Maxsi Nelson Ahoren pada peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia atau International Day of the World’s Indigenous Peoples, 9 Agustus 2021.

"Kesejahteraan masyarakat adat harus menjadi prioritas dalam prospek pembangunan berkelanjutan. Ini sangat dimungkinkan dalam implementasi otonomi khusus di provinsi Papua dan Papua Barat" kata Maxsi Nelson Ahoren.

Dia mengatakan bahwa provinsi Papua Barat berkedudukan pada dua wilayah adat, yaitu wilayah adat Doberai dan Bomberai berdasarkan pembagian tujuh wilayah adat pulau Papua.

Baca juga: AMAN ingin ada komnas yang urusi masyarakat adat satu pintu
Baca juga: AMAN: Penting untuk adopsi usulan dalam penyusunan RUU Masyarakat Adat
Baca juga: Adat dan adab masyarakat adat dan harimau sumatera


Sementara itu, dalam kesempatamn tersebut Maxsi Nelson Ahoren juga mengajak masyarakat adat untuk tetap berada pada norma-norma adat dalam mempertahankan sumber daya alam hutan, air dan marga satwa sebagai kekayaan alam tanah Papua yang kini menjadi bagian dari warisan dunia dan dilindungi.

Dia juga berharap sesama orang asli Papua dari tujuh wilayah adat, tak saling mencaplok kekuasaan wilayah adat hanya karena kepentingan pihak ketiga yang akan memecah-belah sesama orang asli Papua.

"Saya harus katakan ini, agar menjadi perhatian semua orang asli Papua untuk mengoreksi kembali asal-usul wilayah adatnya tanpa mencampuri wilayah adat lain dan menimbulkan konflik horizontal," kata Maxsi Nelson Ahoren.

Selanjutnya menurut catatan Amnesty Internasional, ada 370 juta orang pribumi di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 90 negara. Mereka memiliki lebih dari 5.000 masyarakat adat yang berbeda dengan lebih dari 4.000 bahasa. Penduduk asli mewakili sekitar 5 persen dari populasi dunia. Sebagian besar dari mereka atau sekitar 70 persen tinggal di Asia.

Sejarah Hari Masyarakat Adat dikutip dari laman PBB, dimulai dari tanggal 23 Desember 1994. Kala itu, Majelis Umum PBB memutuskan dalam resolusinya 49/214, bahwa Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia harus diperingati pada tanggal 9 Agustus setiap tahun.

Tanggal tersebut menandai hari pertemuan pertama Kelompok Kerja PBB Untuk Masyarakat Adat pada 1982. Pada hari itu, orang-orang dari seluruh dunia didorong untuk menyebarkan pesan PBB tentang perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat. 

Pewarta: Hans Arnold Kapisa
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021