Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati memaparkan capaian penghapusan merkuri, termasuk menekan penggunaan di penambangan emas skala kecil sebesar 10,45 ton.

Dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, Dirjen PSLB3 Vivien menjelaskan Indonesia telah memiliki rencana aksi nasional (RAN) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) sejak 2019 yang telah membuahkan hasil dalam beberapa tahun terakhir.

"Penghapusan merkuri di penambangan emas skala kecil berhasil dikurangi pada tahun 2019 sampai 2020 sebesar 10,45 ton," ujar Vivien.

Berdasarkan laporan pelaksanaan RAN PPM 2020, pengurangan penggunaan merkuri untuk tahun 2020 di industri lampu dan baterai sudah mencapai 374,4 kilogram serta pengurangan emisi mengandung merkuri pada bidang prioritas energi sebesar 719 kilogram.

Baca juga: Kementerian LHK ingatkan penggunaan merkuri cemari lingkungan

Baca juga: Menteri Siti nyatakan pencemaran merkuri mengancam lingkungan


Penghapusan alat kesehatan mengandung merkuri, seperti pengukur tensi dan suhu tubuh, telah dikurangi 4,73 ton.

Vivien menegaskan bahwa permasalahan lingkungan dan kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan, pelepasan dan emisi merkuri merupakan isu global yang mengkhawatirkan.

Karena itu penting untuk melakukan langkah-langkah penghapusan dan pengurangan merkuri.

Pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah nyata dengan meratifikasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) yang kemudian ditindaklanjuti dengan RAN PPM.

Indonesia juga menjadi tuan rumah Pertemuan ke-4 Konferensi Para Pihak (COP-4) Konvensi Minamata Tentang Merkuri yang akan diadakan pada November 2021 secara virtual dan Maret 2022 secara tatap muka di Bali.

"Komitmen Indonesia terus maju dan terus berkomitmen untuk mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri," ujarnya.

Konvensi Minamata tentang merkuri adalah pakta internasional yang didesain untuk melindung kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak merkuri yang dapat menyebabkan penyakit minamata. Pakta itu diadopsi dan dibuka untuk ditandatangani pada 10 Oktober 2013 dan sejauh ini ditandatangani 128 negara.

Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan keracunan akut merkuri yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kegilaan. Penyakit itu mendapatkan nama dari kota Minamata di Jepang,  yakni tempat dimulainya penyakit akibat kerusakan lingkungan pada 1958 akibat pembuangan limbah merkuri dalam jumlah besar oleh pabrik kimia selama puluhan tahun di wilayah itu.*

Baca juga: COP-4 Konvensi Minamata akan digelar November 2021 dan Maret 2022

Baca juga: Cemaran merkuri pada ikan karang di Teluk Kayeli lebihi pedoman FSANZ

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021