Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyatakan sinergi pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri.

Saat konferensi pers peluncuran rangkaian Pertemuan ke-4 Konferensi Para Pihak (COP-4) Konvensi Minamata secara virtual di Jakarta, pada Selasa, Dirjen PSLB3 Vivien mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi dan menghapus penggunaan merkuri di berbagai sektor.

"Kunci keberhasilan adalah sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah," ujar Vivien.

Untuk itu, dia mengajak Dinas Lingkungan Hidup yang berada di seluruh Indonesia bersama-sama bergandengan tangan untuk mendorong pengurangan penggunaan merkuri.

Baca juga: KLHK paparkan capaian penghapusan merkuri di Indonesia

Baca juga: COP-4 Konvensi Minamata akan digelar November 2021 dan Maret 2022


"Kalau tidak tahu, tanya. Kalau tidak tahu, konsultasi pada KLHK. Kami pasti akan membantu," ujarnya.

Hal itu karena kerja sama lintas sektor merupakan kunci keberhasilan dalam upaya tersebut, bersamaan dengan pelibatan pemangku kepentingan lainnya seperti dunia usaha, asosiasi, peneliti dan penggiat lingkungan.

Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Minamata lewat pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri). Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).

Menurut laporan RAN PPM 2020, sejauh ini telah berhasil dikurangi 10,45 ton merkuri untuk penggunaan pertambangan emas skala kecil. Di industri lampu dan baterai mencapai 374,4 kilogram serta pengurangan emisi mengandung merkuri pada bidang prioritas energi sebesar 719 kilogram.

Sementara untuk penghapusan alat kesehatan mengandung merkuri, seperti pengukur tensi dan suhu tubuh, telah dikurangi 4,73 ton.

Konvensi Minamata tentang merkuri adalah pakta internasional yang didesain untuk melindung kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak merkuri yang dapat menyebabkan penyakit minamata. Pakta itu diadopsi dan dibuka untuk ditandatangani pada 10 Oktober 2013 dan sejauh ini ditandatangani 128 negara.

Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan keracunan akut merkuri yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kegilaan. Penyakit itu mendapatkan nama dari kota Minamata di Jepang, tempat di mana wabah terjadi pada 1958, akibat pembuangan dalam jumlah besar limbah merkuri oleh pabrik kimia selama puluhan tahun di wilayah itu.*

Baca juga: Cemaran merkuri pada ikan karang di Teluk Kayeli lebihi pedoman FSANZ

Baca juga: Konsentrasi merkuri di Teluk Kayeli melebihi batas cemaran logam berat

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021