Jakarta (ANTARA) - Antisipasi dan penanggulangan bencana di Indonesia yang inklusif, termasuk bencana kesehatan COVID-19, perlu dilakukan dengan sinergi pentaheliks, kata Direktur Pengembangan Strategi dan Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo.

Menurut Agus, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, media serta partisipasi masyarakat di dalamnya, termasuk dalam hal ini untuk promotor yang dilatih oleh Program LeaN On (Leaving No One behind) yang bekerja di Puskesmas untuk melakukan survelians, tracing dan testing.

"Kolaborasi ini penting agar penanganan bencana berjalan secara cepat," ujar Agus dalam diskusi via daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa.

Agus menjelaskan penanganan bencana secara inklusif diperlukan lantaran bencana merupakan siklus yang terus berulang. Terlebih, sebelum COVID-19, yaitu 100 tahun sebelumnya terdapat Flu Spanyol. Selain itu, bencana gempa bumi, bencana iklim dan tsunami juga merupakan siklus yang terus berulang.

Baca juga: Kepala BNPB tinjau vaksinasi anak di Pekanbaru

Baca juga: Kepala BNPB minta warga jaga imun meskipun terinfeksi virus


Agar menjadi bangsa yang tangguh bencana, BNPB merumuskan Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2044. Rencana 25 tahunan tersebut guna mewujudkan masyarakat yang sanggup menahan bencana, menyerap, beradaptasi, dan memulihkan diri dari bencana.

Dalam rencana tersebut, Agus mengatakan terdapat tiga model penanganan bencana, yakni memindahkan bencana, memindahkan penduduk, dan terakhir bagaimana caranya masyarakat dapat hidup harmoni dengan menerima risiko bencana.

RIPB tersebut menjadi acuan kementerian lembaga, TNI, Polri maupun pemerintah daerah, dan akan diturunkan ke tiga misi utama yakni mewujudkan penanggulangan bencana yang tangguh dan berkelanjutan, mewujudkan tata kelola bencana yang profesional dan inklusif, dan penanganan darurat bencana dan pemulihan pascabencana yang prima.

Sementara untuk jangka menengah, BNPB merumuskan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana. Dalam hal ini, BNPB perlu melakukannya dengan pendekatan rekayasa sosial secara kolaboratif guna memutus rantai COVID-19.

"Yang dilakukan LeaN On, melakukan komunikasi publik kepada 160.000 warga masyarakat yang rentan termarjinalkan, terwakili, teredukasi dan terdampingi," kata Agus.

Targetnya akan dilakukan di Medan, Bandung Raya, Solo Raya, Yogyakarta, serta Surabaya Raya. Sebab wilayah tersebut memiliki risiko tinggi COVID-19.

Tentunya dalam hal ini, BNPB perlu melibatkan banyak organisasi, kata Agus. Diharapkan siklusnya dapat menghasilkan cerita dampak di blog, infografis pembelajaran, dan menjadi panduan promotor untuk melakukan edukasi ke masyarakat rentang termarjinalkan.

"Hasilnya metode dan riset, agar penanggulangan bencana ke depan lebih inklusif, karena banyak kluster masyarakat yang perlu dijangkau sehingga seluruh masyarakat menjadi tangguh bencana agar masyarakat paham bencana. Termasuk salah satunya COVID-19," ujar dia.

LeaN On merupakan sebuah program Risk-Communication and Community Engagement (RCCE) yang diluncurkan sebagai inisiatif tambahan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan INVEST DM yang bertujuan untuk mendukung penanganan COVID-19 di Indonesia.*

Baca juga: Kepala BNPB puji pelaksanaan PPKM di Batam

Baca juga: BNPB kembali serahkan bantuan dukung penguatan Posko PPKM di Medan

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021