Jakarta (ANTARA) - Tongkat estafet perjuangan atlet Indonesia akan berlanjut dalam Paralimpiade Tokyo 2020 yang dijadwalkan bergulir dari 24 Agustus sampai dengan 5 September 2021.

Semangat pantang menyerah ganda putri Merah Putih Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan pahlawan olahraga lainnya dalam Olimpiade Tokyo, diharapkan mengalir kepada mereka yang bakal turun pada pesta olahraga terbesar di dunia untuk atlet disabilitas tersebut.

Indonesia memiliki 23 atlet dari tujuh cabang olahraga Paralimpiade Tokyo. Dari jumlah tersebut, para bulu tangkis dan para atletik menjadi cabang yang paling banyak mengirimkan perwakilan, masing-masing tujuh atlet.

Kemudian para tenis meja tiga atlet, para menembak dan para renang masing-masing dua atlet. Selain itu, ada pula wakil dari para balap sepeda dan para powerlifting yang masing-masing mengirimkan satu atlet.

NPC Indonesia yang menjadi induk organisasi olahraga untuk atlet disabilitas mengusung empat target pada Paralimpiade Tokyo yang dua di antaranya telah terlampaui.

Pertama, atlet yang lolos kualifikasi. NPC Indonesia semula menargetkan mengirim 15 atlet. Jumlah tersebut sudah terlampaui dengan 23 atlet yang  memastikan diri tampil pada pesta olahraga empat tahunan tersebut.

Kemudian, target kedua yang sudah terealisasi merujuk cabang olahraga yang diikuti. Indonesia memastikan turun pada tujuh cabang olahraga atau melebihi bidikan sebelumnya yakni enam.

Kini, tinggal dua target yang tersisa yakni meraih satu emas dan finis posisi 60 besar. Target yang dicanangkan tersebut melebihi pencapaian di Rio de Janeiro ketika pulang dengan satu medali perunggu melalui atlet para powerlifting Ni Nengah Widiasih yang turun dalam kelas 41kg putri. Perolehan medali ini menempatkan Indonesia pada posisi 76 klasemen akhir medali.

Baca juga: Kirab obor Paralimpiade Tokyo tidak memungkinkan digelar di jalan umum

berikutnya, cabang andalan

Cabang olahraga andalan

Indonesia dikenal sebagai negara yang unggul dalam cabang olahraga angkat besi dan bulu tangkis. Pada Olimpiade Tokyo lima medali berasal dari dua cabang ini.

Pun demikian dengan Paralimpiade Tokyo yang diharapkan atlet dari para badminton dan para powerlifting bisa turut mendulang medali seperti atlet  Olimpiade Tokyo.

Dari cabang olahraga para badminton, Indonesia memiliki deretan atlet potensial seperti Leani Ratri Oktila.

Leani dijadwalkan turun pada tiga nomor yakni tunggal putri SL4, ganda putri SL3-SU5 berpasangan dengan Khalimatus Sadiyah Sukohandoko, dan nomor ganda campuran SL3-SU5 bersama Hary Susanto.

Leani memiliki prestasi membanggakan dengan koleksi medali pada berbagai ajang besar. Pada level ASEAN Para Games, perempuan 30 tahun itu mengantongi enam emas.

Tiga di antaranya diraih dalam ASEAN Para Games Singapura 2015 pada nomor tunggal putri SL4, ganda putri SL3/4/SU5 bersama Khalimatus Sadiyah Sukohandoko, dan ganda campuran SL3/4/SU5 bersama Fredy Setiawan.

Sementara ASEAN Para Games Kuala Lumpur, Malaysia, 2017, Leani sukses mempertahankan torehan sebelumnya. Namun pada saat meraih emas  ganda campuran, dia berpasangan dengan Hary Susanto.

Prestasi Leani juga mentereng pada Asian Para Games dengan total mengoleksi tiga emas, dua perak, dan satu perunggu.

Baca juga: NPC Indonesia berangkatkan 23 atlet Paralimpiade Tokyo

Tiga emas masing-masing diraihnya pada Asian Para Games Incheon 2014 pada nomor ganda campuran SL3/4 bersama Fredy Setiawan dan dua lainnya ketiga bergulir di Jakarta 2018 yakni untuk nomor ganda putri SL3–SU5 bersama Khalimatus Sadiyah Sukohandoko dan ganda campuran SL3–SU5 berduet dengan Hary Susanto.

Tak hanya level Asia, Leani juga disegani dalam kejuaraan dunia dengan koleksi tiga emas, dua perak, dan satu perunggu. Pada 2017 saat berlaga di Ulsan, Korea Selatan, dia meraih emas pertama kejuaraan dunia berpasangan dengan Hary Susanto dalam nomor ganda campuran SL3-SU5.

Kemudian prestasi tersebut berlanjut dan bahkan meningkat dalam Kejuaraan Dunia 2019 di Basel, Swiss, dengan membawa pulang dua emas nomor tunggal putri SL4 dan ganda campuran SL3-SU5 bersama Hary Susanto.

Dengan segudang prestasi, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pun menobatkan Leani sebagai atlet para bulu tangkis terbaik dunia dua kali secara beruntun yakni pada 2018 dan 2019.

Selain itu, Indonesia juga memiliki atlet para powerlifting Ni Nengah Widiasih yang menjadi penyelamat Indonesia saat di Rio de Janeiro.

Empat tahun lalu dalam Paralimpiade Rio de Janeiro 2016, Widiasih menjadi wakil Indonesia satu-satunya yang menyumbangkan medali setelah meraih perunggu nomor 41kg putri. Kala itu, dia menorehkan angkatan 95kg. Sementara emas diraih wakil Turki Nazmiye Muratlı dengan 104kg dan perak diraih Zhe Chui asal China dengan 102kg.

Selama tahun ini, dia mengikuti sejumlah kejuaraan dengan hasil menggembirakan. Ini menjadi modal penting bagi perempuan asal Bali tersebut pada Paralimpiade Tokyo nanti.

Misalnya, ketika turun pada Kejuaraan Dunia Para Powerlifting di Bangkok, Thailand, Mei lalu. Widiasih meraih emas nomor 41kg putri dengan mencatatkan angkatan 96kg dalam percobaan angkatan ketiganya.

Baca juga: Lebih dekat dengan Paralimpiade Tokyo 2020

Kemudian sekitar satu bulan setelahnya, Widiasih turun dalam Kejuaraan Dunia Para Powerlifting di Dubai. Dia menempati posisi ketiga nomor 49kg putri angkatan terbaik 97kg.

Selain para badminton dan para powerlifting, Indonesia juga diharapkan meraih medali dari para tenis meja dan para atletik serta lainnya.

Pada cabang olahraga tenis meja, Indonesia memiliki David Jacobs yang pernah meraih perunggu saat tampil pada Paralimpiade London 2012 dalam nomor perorangan kelas 10.

berikutnya, terbanyak sepanjang masa
Terbanyak sepanjang sejarah

Pada Paralimpiade Tokyo, Indonesia berkekuatan 23 atlet (14 putra dan sembilan putri). Jumlah ini terbanyak sepanjang sejarah Merah Putih mengikuti pesta olahraga atlet disabilitas empat tahunan tersebut.

Debut Indonesia terjadi pada Paralimpiade Toronto, Kanada, 1976. Kala itu Indonesia mengirim 12 atlet, semuanya putra. Indonesia membawa pulang dua emas, satu perak, enam perunggu, dan finis urutan ke-26.

Empat tahun kemudian dalam Paralimpiade Arnhem, Belanda, 1980, amunisi Indonesia bertambah menjadi 15 atlet dan semuanya putra. Namun, pencapaian Indonesia menurun dan finis urutan 28 dengan dua emas dan empat perunggu.

Lanjut ke Paralimpiade 1984 yang bergulir di New York, Amerika Serikat, dan Stoke Mandeville, Inggris. Kontingen Indonesia menyusut dengan mengirimkan delapan atlet masing-masing enam putra dan dua putri.

Penyusutan jumlah atlet yang dikirim sejalan dengan penurunan prestasi. Indonesia gagal meraih emas dan harus puas pulang membawa satu perak dan perunggu. Indonesia finis urutan ke-41.

Baca juga: Jadwal pemberangkatan Kontingen Indonesia untuk Paralimpiade Tokyo

Lalu Paralimpiade bergulir di Seoul, Korea Selatan, pada 1988. Dengan 19 atlet (17 putra dan dua putri), Indonesia meraih dua perak dan menempati peringkat ke-43.

Lalu pada Paralimpiade Barcelona dan Madrid pada 1992, Indonesia absen. Empat tahun berselang, Merah Putih kembali berlaga dalam Paralimpiade Atlanta 1996. Kala itu Indonesia hanya mengirim satu atlet dan pulang dengan tangan hampa.

Paceklik medali berlanjut dalam tiga edisi Paralimpiade Sydney 2000 (empat atlet putra), Athena 2004 (tiga atlet putra), dan Beijing 2008 (dua atlet putra dan satu putri).

Setelah itu, David Jacobs menjadi pelepas dahaga dengan meraih medali perunggu dalam Paralimpiade London 2012 ketika Indonesia mengirimkan tiga atlet putra dan satu putri untuk finis urutan ke-74.

Terakhir di Rio de Janeiro 2016, Indonesia berkekuatan sembilan atlet membawa satu pulang perunggu melalui Ni Nengah Widiasih dan finis peringkat ke-74.

Dengan bertambahnya jumlah atlet yang merupakan terbanyak selama ini, Indonesia diharapkan bisa meraih hasil maksimal dan memenuhi target satu emas, sehingga menghapus empat dekade Indonesia tanpa medali emas Paralimpiade.

Semoga.

Baca juga: NPC Indonesia targetkan satu emas di Paralimpiade Tokyo

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2021