Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 tengah melanda dunia dalam 1,5 tahun terakhir. Berdasarkan data dari worldometers.info, hingga Selasa (10/8) total kasus COVID-19 seluruh dunia mencapai 204.105.357 kasus dengan angka kematian mencapai 4.315.655 jiwa dan sembuh 184.281.846 orang.
 
Ada lima negara dengan kasus total terbanyak yaitu Amerika Serikat dengan jumlah kasus COVID-19 sebanyak 36.780.480, disusul India (31.997.017), Brasil (20.178.143), Rusia (6.469.910), dan Prancis (6.310.933).

Adapun 10 negara dengan penambahan kasus harian COVID-19 tertinggi adalah Amerika Serikat (102.375), Iran (40.808), India (27.429), Inggris (25.161), dan Turki (23.731). Kemudian Rusia (22.160), Indonesia (20.709), Thailand (19.603), Malaysia (17.236), dan Jepang (14.472).

Dokter Vito Anggarino Damay Sp.JP., M.Kes., FIHA., FICA, FAsCC yang merupakan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Junior Doctor Network (JDN) Indonesia mengatakan, setiap negara memiliki caranya masing-masing.

Hal tersebut amat ditentukan dari persoalan yang dihadapi, kondisi, hingga jumlah penduduk.

"Tidak mungkin membandingkan apple to apple tantangan apa yang dihadapi Indonesia saat pandemi seperti saat ini. Tentu berbeda dengan negara lain. Dengan kondisi negara dan jumlah penduduk yang bervariasi tentu berbeda dengan negara lain," kata dr Vito dalam keterangannya pada Rabu.

Vito berpendapat, yang bisa menjadi perbandingan adalah dengan penanganan pandemi di Indonesia dalam 1,5 terakhir ini. Ada capaian yang patut diakui dalam penanganan pandemi.

Baca juga: Dokter anak: Vaksinasi anak bisa dilakukan menggunakan vaksin Sinovac

Dia mencontohkan ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) jauh lebih baik daripada awal pandemi. Begitu juga obat-obatan yang diusahakan untuk terus dipenuhi.
Dia yakin yang dilakukan bangsa ini saat ini lebih baik daripada setahun yang lalu dalam menangani pandemi. Tentu harus diakui masih banyak hal yang bisa diperbaiki yang perlu kolaborasi, koordinasi lebih lanjut.

"Namun hal yang tetap perlu diingat ada juga pencapaiannya," kata dr Vito.

Kritik

Di lain sisi, kritik soal penanganan pandemi COVID-19 memang perlu dilakukan. Selain itu yang tak kalah penting adalah kontribusi. Menurut dia, kritik tanpa kontribusi, adalah sesuatu yang kurang adil.

"Kritik tentu boleh tapi juga berikanlah kontribusi dalam menangani pandemi," kata dr Vito.

Dia juga menyinggung soal kontribusi media massa dalam penanganan pandemi. Vito mengapresiasi media yang ikut melakukan edukasi masyarakat dan memberikan informasi terkait pandemi COVID-19.

"Saat ini juga ada usaha media untuk berkolaborasi dengan para ahli, agar dokter bisa melakukan edukasi kepada masyarakat. Karena edukasi itu amat penting," ujarnya.

Jika tidak, lanjut dr Vito, maka masyarakat tidak memahami pandemi yang saat ini terjadi. Dia menceritakan, dalam pandemi Flu Spanyol 100 tahun yang lalu, karena masih minimnya edukasi menyebabkan jatuh korban yang amat banyak.

Orang tidak mengetahui bagaimana bisa ada yang terkena flu, jatuh langsung meninggal dunia.

"Pandemi saat itu (juga) terjadi di seluruh dunia, diperkirakan sepertiga populasi manusia di dunia meninggal dunia (akibat flu Spanyol),” tambah dr Vito.

Berkaca dengan kondisi pandemi di beberapa negara, seperti di India, jumlah kematian yang tercatat secara resmi akibat COVID-19 pada akhir Juni lalu mencapai 400.000. Meski menurut Riset Center for Global Development (CGD) diperkirakan jumlah kematian akibat COVID-19 di India bisa 10 kali lipat lebih tinggi dari jumlah resmi yang tercatat dalam data Pemerintah. India juga menempati peringkat kedua, Negara dengan kasus COVID-19 tertinggi kedua di dunia.

Sementara Thailand, pada akhir Juli lalu, kembali menghadapi lonjakan kasus dengan penambahan kasus harian lebih dari 17,5 ribu. Dengan angka kematian lebih dari 4,5 ribu. Thailand sempat menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang bisa mengendalikan pandemi COVID-19 dengan sangat baik pada awal-awal masa pandemi. Namun menghadapi masalah saat program vaksinasi.

Pemerintah Thailand memiliki kendala pada stok dan pengelolaan program vaksinasi. Pemerintah Thailand juga dinilai terlambat dalam memesan vaksin dibandingkan dengan negara-negara seperti Brunei, Vietnam, Indonesia hingga Malaysia.

Indonesia sendiri terus mengejar target distribusi vaksinasi COVID-19. Salah satu upaya yang dilakukan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan membagi beban target vaksinasi COVID-19 ke sejumlah lembaga pemerintah untuk mengejar pencapaian target penyuntikan 2 juta dosis per hari di daerah.

Distribusi dan pelaksanaan vaksinasi dibebankan kepada pemerintah daerah dengan target 1,2 juta per hari, Polri 600 ribu per hari, TNI 500 ribu per hari dan 2,5 juta per hari oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Pembagian alokasi vaksin sebesar 80 persen untuk daerah dan 20 persen stok di pemerintah pusat. Pemerintah telah memperoleh komitmen terkait penyediaan vaksin COVID-19 di Tanah Air sebanyak 428 juta dosis untuk 208 juta target sasaran.

Vaksin tersebut akan diprioritaskan ke daerah dengan tingkat penularan dan kasus kematian tinggi mengurangi beban perawatan di rumah sakit. Diharapkan, target harian vaksinasi mencapai 2 juta dosis per hati bisa tercapai hingga Desember 2021 melalui jaminan ketersediaan vaksin, distribusi yang lancar serta kolaborasi erat dari pemerintah daerah.

Baca juga: 12.000 tenaga kesehatan Yogyakarta akan dapat suntikan ketiga vaksin

Baca juga: Menteri Kesehatan hapus aturan soal vaksinasi berbayar untuk individu

Baca juga: Pemerintah percepat pelaksanaan vaksinasi di pusat kegiatan ekonomi


#ingatpesanibu
#sudahdivaksintetap3M
#vaksinmelindungikitasemua

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021