Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi (2.965 mdpl) yang sedang memasuki fase erupsi, dalam sehari menewaskan 69 orang, Jumat.

Korban meninggal akibat letusan Merapi pada Jumat itu, hingga pukul 20.00 WIB jumlahnya 69 orang. Seluruh korban tewas tersebut berada di instalasi Forensik Rumah Sakit (RS) Dr Sardjito Yogyakarta.

"Korban meninggal dunia bertambah lagi lima orang dari sebelumnya 64, sehingga menjadi 69 orang. Sedangkan korban luka bakar berat 77 orang," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sardjito Yogyakarta Trisno Heru Nugroho.

Ia mengatakan RS Sardjito hingga kini merawat 77 korban dari sebelumnya 66 korban luka bakar, termasuk korban letusan Merapi pada Kamis (4/11) dini hari.

Para korban tersebut berdatangan dengan mengggunakan mobil ambulans dari dusun-dusun yang terkena letusan abu vulkanik gunung yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah itu. Kondisi korban cukup memprihatikan karena bagian tubuh korban melepuh terkena awan panas Gunung Merapi.

Sebanyak 77 korban luka bakar tersebut, sebanyak 55 korban sudah teridentifikasi dan 22 korban lainnya dalam tahap pengidentifikasian."Korban kini masih dirawat intensif karena lukanya hampir mencapai 50 persen," katanya.

Menurut dia, saat ini RS Dr Sardjito kekurangan alat bantu pernapasan, padahal alat bantu ini diperlukan untuk menangani korban luka bakar.

"Sebanyak 75 persen korban menderita luka bakar, termasuk saluran pernapasan korban juga ikut terbakar. Mereka sulit bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernpasan," katanya.

Anggota Tim Dokter Disaster Victim Identification (DVI) Kompol Agung Hadi Wijanarko di Yogyakarta mengatakan kemungkinan jumlah korban akibat letusan Gunung Merapi masih bisa bertambah mengingat ada sebagian lokasi belum dijangkau tim SAR, TNI, Polri, dan relawan akibat lahar yang masih panas. "Saya yakin korban akan terus bertambah," katanya.

Ia mengatakan korban meninggal dunia dan luka bakar berat merupakan warga Kecamatan Cangkringan yang letaknya 15 kilometer dari Gunung Merapi. "Saat terjadi letusan pukul 00.40 WIB mereka masih tertidur nyenyak," katanya

"Kami meminta kepada masyarakat yang mempunyai keluarga di Cangkringan agar datang ke RS Sardjito untuk membantu mengidentifikasi korban dengan memberikan data-data sekunder, karena jika tanpa ada data-data sekunder, maka tim forensik akan kesulitan mengetahui identitas korban," katanya.

Kurang

RS Dr Sardjito yang menjadi rujukan utama pasien luka bakar akibat letusan Gunung Merapi kekurangan peralatan medis penunjang pelayanan kesehatan, seperti ventilator, tempat tidur dan "syringe pump".

Kepala Dinas Kesehatan DIY Bondan Agus Suryanto dalam rapat koordinasi dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di RS Dr Sardjito Yogyakarta, Jumat, mengatakan, telah menghubungi sejumlah rumah sakit lain agar meminjamkan peralatan-peralatan tersebut, khususnya untuk ventilator.

"Jumlah ventilator yang dibutuhkan adalah sekitar 18 unit, namun baru tersedia empat unit sehingga masih ada kekurangan 14 ventilator," kata Bondan.

Berdasarkan data dari RS Dr Sardjito, terdapat sebanyak 27 pasien luka bakar yang menjadi korban letusan pada Jumat dini hari dan masih ada empat pasien luka bakar korban letusan pada 26 Oktober 2010.

Ventilator yang berada di RS Dr Sardjito tersebut hanya berjumlah empat unit, padahal masih ada empat pasien lain yang juga sangat membutuhkan ventilator.

Selain itu, menurut Bondan, RS Dr Sardjito juga masih memerlukan sebanyak 60 unit "syringe pump" dan 20-30 unit "infus pump".

Ia mengatakan karena keterbatasan tempat tidur untuk pasien, maka ada kebijakan baru dari RS Sardjito untuk merujuk pasien luka bakar kurang dari 30 persen ke rumah sakit lain yang ada di DIY seperti Bethesda, Panti Rapih, dan RS PKU Muhammadiyah.

Di rumah sakit lain seperti di PKU Muhammadiyah, terdapat 12 korban letusan Gunung Merapi, di RS Sleman sebanyak sembilan pasien, DKT sebanyak dua pasien, Harjolukito sebanyak tiga pasien, Panti Rapih 26 pasien dan Bethesda empat pasien.

Bondan juga melaporkan bahwa pengungsi sudah mulai banyak menderita sejumlah penyakit, seperti infeksi saluran pernafasan akut, hipertensi, penyakit mata, dan penyakit kulit.

"Kesulitan lain di pengungsian adalah masalah ketersediaan air bersih, karena instalasi pipa di Sleman juga rusak terkena lahar Merapi," katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, akan dilakukan pemasangan alat penjernih air di sejumlah barak-barak pengungsian.

Sementara itu, Direktur Medik dan Keperawatan RS Dr Sardjito Sutanto Maduseno mengatakan, dari seluruh pasien luka bakar yang dirawat di RS Sardjito, hanya ada lima orang dengan luka bakar kurang dari 30 persen, dan sembilan orang dengan luka bakar lebih dari 70 persen.

"Kami juga akan mendapatkan bantuan dari RS Dr Karyadi yang mendatangkan dua ahli bedah plastiknya," katanya.

Pantau posko

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih meminta pemerintah daerah memantau posko pengungsian, rumah sakit, dan memetakan permasalahan sehingga bisa mengambil langkah yang baik untuk menangani para pengungsi korban letusan Gunung Merapi.

"Setiap hari posko pengungsian dan rumah sakit harus dipantau dan dipetakan permasalahan yang ada untuk langkah penanganan berikutnya," katanya dalam rapat koordinasi penanganan korban letusan Gunung Merapi di RS Sardjito Yogyakarta, Jumat.

Semua pihak berwenang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah agar berkoordinasi bersama-sama untuk melakukan langkah penanggulangan korban letusan Gunung Merapi dengan baik sehingga bisa menyajikan data komprehensif.

Menteri Kesehatan meminta agar ada seorang petugas yang bertanggung jawab mengenai logistik di DIY dan Jateng sehingga mengetahui secara pasti kebutuhan logistik di tempat-tempat pengungsian.

"Kementerian Kesehatan juga akan menempatkan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Supriyantoro untuk mengkoordinasikan seluruh kebutuhan di lapangan," katanya.

Menteri Kesehatan sebelum menggelar rapat koordinasi, terlebih dahulu menjenguk para korban Merapi. Menteri Kesehatan langsung menuju ruang Gedung Bedah Sentral Terpadu Unit Luka Bakar tempat merawat sebanyak 77 korban luka bakar.

Dalam kunjungan itu, Menteri Kesehatan sempat berbicara dengan salah satu pasien sebentar dengan para korban luka bakar abu vulkanik letusan gunung teraktif di Indonesia itu. Menteri selanjutnya menuju ke ruang forensik untuk melihat jenazah yang meninggal akibat terkena awan panas Gunung Merapi pada Jumat dini hari itu.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memperkirakan jumlah pengungsi bencana Merapi di provinsi ini sekitar 40.000 jiwa.

"Jumlah pengungsi masih terus didata, tetapi untuk sementara jumlahnya sekitar 40.000 jiwa, atau meningkat hampir 100 persen sebelum ada perluasan radius aman lebih dari 20 kilometer," kata gubernur saat berkunjung ke Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Jumat.

Menurut Sultan, jumlah pengungsi sebanyak 40.000 jiwa tersebut baru pengungsi yang berada di Stadion Maguwoharjo dan Youth Center Sleman.

"Kami belum mengetahui jumlah pengungsi yang berada di Kota Yogyakarta dan tempat lainnya. Masih terus didata," katanya.

Ia mengatakan Pemerintah Provinsi DIY menginstruksikan agar pengungsian dipusatkan di dua posko utama yaitu Stadion Maguwoharjo dan Youth Center agar koordinasi dan pelayanan kepada pengungsi bisa dilakukan lebih mudah dan cepat.

Jarak kedua lokasi pengungsian tersebut dinilai Sri Sultan HB X cukup aman karena berada di radius sekitar 30 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi.

"Kami prihatin dengan banyaknya jumlah korban akibat letusan Merapi pada Jumat dini hari tadi. Masyarakat yang berada di jarak 10-20 km dari Merapi belum siap sehingga banyak korban," katanya.

Sebagian besar korban letusan Merapi itu, menurut gubernur adalah masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, karena selama ini aliran awan panas Merapi selalu mengikuti alur sungai yang berhulu di Gunung Merapi.

Di Universitas Gadjah Mada juga terdapat sekitar 700 pengungsi Gunung Merapi yang berada di Gelanggang Mahasiswa dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri.

Mayoritas pengungsi yang berada di UGM berasal dari Pakem, Hargobinangun, Turgo dan Ngaglik yang merupakan pengungsi yang tidak tertampung di pos pengungsian Stadion Maguwoharjo yang sudah melebihi daya tampung.

Sejak Rabu (3/11) pukul 11.11 WIB Gunung Merapi tidak berhenti meletus, dan puncaknya terjadi letusan besar pada Jumat dini hari.

Stres ringan

Pengungsi bencana Gunung Merapi dari wilayah Magelang dan Muntilan, Jawa Tengah, yang berada di Balai Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai mengalami stres ringan dan iritasi mata.

Petugas Puskesmas Kalibawang Titin, di Kalibawang, Jumat, mengatakan, kondisi kesehatan pengungsi dewasa umumnya masih stabil, sedangkan pengungsi lansia mulai mengalami stres ringan. Pengungsi bayi ada yang terserang deman.

"Pengungsi lansia yang mengalami stres ringan, umumnya sulit tidur. Begitu pula bayi yang demam tinggi, sulit tidur. Jumlah pengungsi lansia dan bayi yang mengalami panas tinggi maupun deman, lebih dari 30 orang. Mereka sudah diberi obat," katanya.

Sementara itu, petugas Puskesmas Kalibawang Tri Muhadi mengatakan pihaknya telah merujuk 13 pengungsi asal Magelang ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates, Kulon Progo, untuk mendapatkan perawatan yang memadai.

Menurut dia, pengungsi yang dirujuk ke rumah sakit itu meliputi 10 anak-anak yang mengalami sesak napas, satu pengungsi lansia karena patah tulang, seorang ibu karena sesak napas, dan seorang bayi.

Ia mengatakan umumnya pengungsi dalam kondisi baik, dan kebutuhan logistik mereka untuk sementara bisa tercukupi. "Kami masih membutuhkan bantuan tenaga medis dan obat-obatan untuk mereka. Saat ini bayi juga membutuhkan susu," katanya.

Sebelumnya, Kapolsek Kalibawang AKP Budi Susilanto mengatakan pihaknya telah menerjunkan seluruh personel guna membantu para pengungsi, bersama dengan personel Polres Kulon Progo.

"Saat ini seribu lebih warga Magelang mengungsi ke wilayah Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, karena daerah mereka terkena hujan abu vulkanik Merapi," katanya.

Ia menyebutkan jumlah pengungsi di kantor Kecamatan Kalibawang 300 orang, Balai Desa Banjarharjo sekitar 600 orang, Balai Desa Banjararum dan Balai Desa Banjarasri sebanyak 250 orang. "Jumlah ini belum ditotal semua, dan kemungkinan akan terus bertambah, karena evakuasi warga di wilayah yang dilanda hujan abu vulkanik terus dilakukan," katanya.

Sementara itu, ratusan pengungsi bencana Gunung Merapi yang menyelamatkan diri ke wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ditempatkan di Rest Area Bunder, Desa Gading, Kecamatan Playen, Jumat.

"Pengungsi dari sejumlah desa di kawasan Gunung Merapi yang datang ke wilayah Kabupaten Gunung Kidul langsung ditempatkan di Rest Area Bunder yang sedang disiapkan sebagai posko penampungan pengungsi," kata Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Kantor Kesbangpolinmas dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Gunung Kidul Suryanto, di sela mempersiapkan posko pengungsian di Rest Area Bunder.

Ia mengatakan meskipun posko pengungsian tersebut belum selesai disiapkan, namun fasilitas di Rest Area Bunder itu, untuk sementara sudah cukup nyaman dan aman untuk ditempati pengungsi.

Menurut Suryanto, pengungsi yang terus berdatangan sejak Jumat siang hingga petang jumlahnya sekitar 500 orang. "Mereka warga satu dusun yaitu Dusun Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman," katanya.

Ia mengatakan ratusan pengungsi tersebut datang dengan menumpang empat truk serta sejumlah kendaraan pribadi roda dua dan roda empat. "Sejumlah pengungsi yang sudah berada di Kabupaten Gunung Kidul, dan menempati beberapa rumah warga, akan segera diminta untuk pindah ke Rest Area Bunder, guna mempermudah pendistribusian bantuan bagi mereka," katanya.

"Sebab, pengungsi yang tidak berada di satu lokasi akan menyulitkan pendistribusian bantuan. Oleh karena itu, kami akan segera melakukan koordinasi dengan ketua rombongan pengungsi, agar mereka dapat menempati posko yang disediakan Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul," katanya.

Kepala Dusun Batur Tugiman mengatakan dirinya sudah tiga kali pindah lokasi pengungsian, hingga akhirnya sampai ke wilayah Kabupaten Gunung Kidul bersama seluruh warganya. "Kami sebelumnya mengungsi di Balai Desa Kepuh, kemudian pindah ke Umbulmartani, dan pada Jumat pagi sudah sampai di Desa Kedumbo, Prambanan. Namun, karena pengungsi terus berdatangan dan tempatnya tidak mampu menampung, akhirnya kami pindah ke Gunung Kidul," katanya.

Ia mengatakan keinginan untuk mengungsi ke wilayah Kabupaten Gunung Kidul muncul dari inisiatif warganya yang takut dengan banyaknya guguran material vulkanik Merapi. "Kami mencari tempat yang lebih tinggi dari lokasi desa kami, karena trauma sejak pertama mengungsi selalu dikejar-kejar guguran material vulkanik yang telah menghancurkan sejumlah rumah warga, dan sebagian wilayah Dusun Batur tertimbun material Merapi," katanya.

Pengungsi dari Dusun Batur sebanyak 62 kepala keluarga (KK), dengan rincian orang dewasa sebanyak 170 jiwa, balita 12 anak, sembilan warga lanjut usia (lansia), seorang perempuan yang sedang hamil empat bulan.

Sementara itu, pengungsi yang belum ditampung di Rest Area Bunder, tetapi sudah tercatat di Bidang Penanggulangan Bencana, jumlah mereka yang berada di Kecamatan Nglipar sebanyak 35 orang, Kecamatan Playen 57 orang, Kecamatan Wonosari sebanyak 60 orang, dan Kecamatan Patuk 80 orang.

Mereda

Aktivitas seismik Gunung Merapi setelah dua hari meluncurkan awan panas tanpa henti, mulai mereda sepanjang Jumat siang. Namun, masyarakat diminta tetap waspada karena bahaya letusan Gunung Merapi masih mengancam.

"Aktivitas gunung memang mereda, tetapi dorongan magma dari dalam masih ada dan kami pun tidak dapat memastikan kapan aktivitas ini akan berakhir," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo, di Yogyakarta, Jumat.

Berdasarkan data di BPPTK Yogyakarta, aktivitas Gunung Merapi pada pukul 06.00-14.00 WIB terjadi rentetan guguran lava, rentetan tremor dan rentetan awan panas, namun selepas pukul 14.00 WIB, aktivitas mulai mereda dengan sesekali terjadi luncuran awan panas.

Menurut dia, pihak BPPTK masih terus melakukan pemantauan aktivitas Gunung Merapi baik secara visual atau menggunakan seismograf meskipun kini BPPTK hanya mengandalkan satu seismometer yang berada di Plawangan, Kaliurang.

Sebanyak empat seismometer yang berada di puncak Gunung Merapi tidak dapat difungsikan karena terkena letusan Gunung Merapi.

Selain bahaya primer dari Gunung Merapi berupa luncuran awan panas, pihak BPPTK juga meminta masyarakat mewaspadai bahaya lain berupa banjir lahar karena sejumlah sungai berhulu di Merapi sudah dipenuhi material vulkanik. "Jika terjadi hujan lebat di Merapi, sangat dimungkinkan terjadi banjir lahar, bahkan dimungkinkan suhunya masih cukup panas," katanya.

BPPTK mengingatkan warga yang berada di radius 300 meter dari bantaran sungai yang berhulu di Gunung Merapi harus mengungsi untuk menghindari bahaya banjir lahar.

Kawasan rawan bencana juga masih ditetapkan dengan radius 20 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi, namun jarak tersebut sewaktu-waktu masih bisa direvisi tergantung pada aktivitas Gunung Merapi.

Sementara itu, Dinas Pertanian Provinsi DIY berencana untuk mengganti ternak sapi yang mati akibat bencana Merapi sebesar Rp10 juta per ekor.

"Dinas Pertanian berencana untuk mengganti ternak sapi yang mati sebesar Rp10 juta per ekor, selain itu kami juga akan membantu membangun sarana dan prasarana kandang," kata Kepala Seksi Produksi Bidang Peternakan Dispertan Provinsi DIY Sutarno, di Yogyakarta, Jumat.

Ia mengatakan berdasarkan data sementara Dinas Pertanian Provinsi DIY yang telah disinkronkan dengan data di kabupaten Sleman, ada 296 ternak sapi yang mati akibat terkena awan panas Gunung Merapi.

"Sebagian besar merupakan sapi perah, jumlah tersebut belum termasuk jumlah sapi yang mati akibat erupsi Merapi hari ini. Saat ini petugas kami masih mendata ternak yang mati di lapangan walau masih terkendala kondisi Merapi yang masih berbahaya," katanya.

Selain itu, kata dia Dispertan juga tengah mengurusi ternak yang berhasil diselamatkan, berjumlah sekitar 3.018 ekor, diperkirakan jumlah akan bertambah hingga mencapai sekitar 4.000 ternak.

"Biaya evakuasi ternak juga cukup tinggi. Untuk mengangkut enam ekor ternak membutuhkan dana Rp200.000. Total biaya yang dikeluarkan untuk evakuasi hampir Rp1 miliar," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Dispertan Provinsi DIY Retno Setijowati mengatakan saat ini pihaknya masih fokus untuk menjaga dan mengurusi ternak yang berhasil dievakuasi dengan menyediakan pakan dan kebutuhan lainnya.

"Biaya untuk merawat ternak cukup mahal, satu ekor sapi membutuhkan biaya Rp20.000 per hari. Untuk menyediakan 3.018 ekor sapi bisa mencapai Rp60,36 juta per hari," katanya.

Ia mengatakan Dispertan dengan dibantu berbagai pihak terus berupaya untuk menyediakan pakan rumput segar bagi ternak, selain itu, petugas juga aktif memeriksa dan memberikan vitamin untuk menjaga kesehatan ternak.

"Dispertan telah bekerjasama dengan kalangan perguruan tinggi untuk merawat ternak yang selamat. Dispertan juga menerjunkan dokter hewan serta ahli ternak," katanya.

Antisipasi mandiri

Bupati Sleman Sri Purnomo meminta instansi atau lembaga yang berlokasi di kawasan rawan bencana Gunung Merapi melakukan upaya antisipasi dini secara mandiri.

"Kami minta instansi atau lembaga yang berada di kawasan yang masuk dalam rekomendasi rawan bahaya dapat menyesuaikan diri dan melakukan langkah antisipasi untuk keamanannya," kata Sri Purnomo di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, ada beberapa instansi atau lembaga yang dikunjungi banyak warga berada di kawasan rawan bencana Gunung Merapi seperti Lembaga Pemasyarakatan Narkoba, Rumah Sakit Jiwa Grasia maupun Rumah Sakit Panti Nugroho yang semuanya berada di wilayah Kecamatan Pakem.

"Selain itu juga ada lembaga atau instansi milik pemerintah maupun pergurusan tinggi dan lembaga sosial lainnya, kami minta mereka dapat secara mandiri melakukan antisipasi karena mereka yang lebih tahu mekanismenya," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya juga belum tahu apakah lembaga-lembaga tersebut telah melakukan antisipasi dengan pindah sementara atau upaya lain.

"Sesuai dengan rekomendasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta jarak aman adalah radius lebih dari 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi," katanya.

Sementara Humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta Aris Supriyadi mengatakan Lapas Narkoba Pakem telah melakukan antisipasi dengan memindahkan semua warga binaan (narapidana) ke Lembaga Pemasyarakatan Yogyakarta sejak letusan Gunung Merapi pada 26 Oktober.

"Semua warga binaan sudah dipindahkan ke lokasi aman di Lapas Yogyakarta sebagai langkah antisipasi dari ancaman letusan Gunung Merapi," katanya.

Sementara itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menunda pelaksanaan konferensi internasional Wisdom 2010 sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan atas musibah bencana erupsi Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.

"Pelaksanaan Wisdom yang direncanakan pada 8-11 November 2010 terpaksa ditunda. Wisdom akan digelar pada Desember 2010," kata Rektor UGM Sudjarwadi, di Yogyakarta, Jumat.

Namun demikian, menurut dia, tanggal pelaksanaan Wisdom belum ditentukan. Tanggal pelaksanaan konferensi yang menghadirkan pembicara kunci peraih hadiah Nobel Perdamaian 2006 Muhammad Yunus dari Bangladesh itu akan diumumkan nanti.

"Kami sudah meminta maaf dan memberitahukan penundaan Wisdom kepada semua pihak terkait dengan pelaksanaan konferensi internasional tersebut, seperti pembicara, peserta, lima kementerian, dan 30 perguruan tinggi di Indonesia," katanya.

Ia mengatakan UGM prihatin dengan bencana erupsi Gunung Merapi, dan diharapkan kondisi segera normal, sehingga masyarakat dapat beraktivitas kembali seperti sebelum terjadi bencana tersebut.

"Kami berharap kondisi bisa kembali normal sehingga Wisdom dapat dilaksanakan pada Desember 2010. Penyelenggaraan Wisdom diharapkan dapat mempertemukan dan menggabungkan kecerdasan masa lalu dan masa kini agar bisa dipadukan dan dikombinasikan untuk kepentingan masa depan," katanya.

Menurut dia, tema besar yang diangkat dalam konferensi itu adalah "Local Wisdom Inspiring Global Solutions". Konferensi itu juga diisi pemberian penghargaan kepada ibunda Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, mendiang Ann Dunham dan ekonom UGM almarhum Mubyarto.

"Perhelatan itu melibatkan lima kementerian, 30 perguruan tinggi di Indonesia, 24 negara, 93 pembicara, dan 850 peserta," katanya.

Penanggulangan

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta telah merancang sejumlah program penanggulangan bencana akibat letusan Gunung Merapi.

"Sebagai bentuk kepedulian kami terhadap para korban letusan Gunung Merapi, kami telah merancang program penanggulangan bencana akibat aktivitas gunung itu," kata Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Yogyakarta Eko Teguh Paripurno, di Yogyakarta, Jumat.

Ia mengatakan pihaknya telah merancang lima program kegiatan sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap para korban yang terkena dampak letusan Merapi.

"Kami merancang lima program, yaitu program pengamanan aset penghidupan warga di kawasan rawan bencana, medis darurat keliling, manajemen barak dan dukungan kebutuhan dasar pengungsi, riset aksi partisipatif kelayakan kawasan pascabencana, serta program pengembangan data dasar pengungsi Kabupaten Sleman dan Magelang," katanya.

Menurut dia, program pengamanan aset dilakukan dengan menjaga dan melindungi aset penghidupan yang berpotensi hilang maupun rusak di kawasan pascabencana. "Bentuknya adalah dukungan pakan ternak untuk komunitas ternak di kawasan pascabencana Merapi," katanya.

Eko mengatakan program pengamanan aset ini dilaksanakan di sejumlah kecamatan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. "Seperti Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, dan beberapa kecamatan di Kabupaten Magelang, Klaten, dan Sleman, " katanya.

Pihaknya juga akan melakukan pengkajian kelayakan lahan pascabencana di sejumlah kawasan yang terkena dampak bencana letusan Gunung Merapi.

"Kami akan melakukan pengkajian kelayakan lahan pascabencana yang merupakan suatu riset aksi hilostik yang memadukan riset ilmiah dan riset partisipatif, yang rencananya dilaksanakan di Kabupaten Sleman," katanya.

Sedangkan untuk program medis darurat keliling, menurut dia, pihaknya mengadakan kerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di berbagai kota di Indonesia, serta relawan guna membantu pelayanan kesehatan di kawasan rawan bencana.

"Dengan adanya kerja sama dan pogram tersebut diharapkan dapat memberikan bantuan dalam bentuk kesehatan di kawasan yang terisolir, atau tidak dikelola dalam mekanisme barak," katanya.

Pihaknya berharap jika dengan adanya program-program itu dapat meringankan dan membantu kehidupan selanjutnya bagi para korban bencana GunungMerapi ini.

"Semoga dengan adanya program itu bisa membantu para korban bencana letusan Merapi, sehingga dapat kembali ke pola hidup pascaletusan, serta terbantu saat berada di tempat pengungsian," katanya.

V001/M008

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010