Jakarta (ANTARA) - Sejumlah ahli dalam bidang bioteknologi meminta pemerintah agar lebih baik lagi dalam mengatur dan mengelola persoalan biaya penelitian di bidang bioteknologi Indonesia.

“Saya kira betul bahwa kita perlu peningkatan anggaran, tapi yang jauh lebih penting lagi adalah bagaimana anggaran itu dikelola. Pada saat ini, kendalanya anggaran dari pemerintah itu dikelola sama sekali tidak sesuai dengan pendanaan penelitian itu dilakukan,” kata Komisi Ilmu Kedokteran pada Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Dr. Sangkot Marzuki, dalam seminar daring “Penguatan SDM Bioteknologi Kesehatan Sebagai Fondasi Resiliensi Sistem Kesehatan Nasional” di Jakarta, Kamis.

Sangkot mengatakan, selain melakukan peningkatan anggaran, hal yang harus dilakukan pemerintah adalah lebih bertanggung jawab dalam menyebarkan dan membagi dana anggaran untuk setiap kegiatan-kegiatan penelitian.

“Saya kira lebih penting bagaimana pertanggungjawaban anggaran itu secara khusus dilakukan. Bukan hanya untuk bioteknologi, tetapi juga kegiatan sains dan teknologi secara keseluruhan di Indonesia. Itu termasuk ekosistem yang harus kita ubah,” kata dia.

Wakil Ketua Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Dra. Evie Yulin mengatakan masalah anggaran tersebut terjadi karena tingkat RNG terhadap GDP (gross domestic product) Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya.

“Memang kalau kita melihat tolak ukurnya adalah RNG budget kita terhadap GDP dan jika kita bandingkan ke negara-negara tetangga, memang jauh lebih rendah begitu,” kata Evie.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh pihaknya pada Tahun 2019 hingga 2020, anggaran RNG terhadap GDP Indonesia masih dalam kondisi stagnan, yakni berkisar 0,3 persen, sedangkan negara tetangga, seperti Malaysia, memiliki anggaran RNG terhadap GDP sekitar 1,3 persen dan Singapura sekitar 2,6 persen.

Ketua Ikatan Program Studi Bioteknologi Indonesia (IPSBI) Dr. ret. nat. Sulistyo Emantoko Dwi Putra juga mengungkapkan biaya penelitian di Indonesia dapat jauh lebih mahal dibanding luar negeri, sehingga peneliti memerlukan waktu untuk dapat penyusunan anggaran terperinci.

“Selain pendanaan, hal lain adalah pengaturan waktu. Ternyata kita biasanya dikejar dalam waktu singkat soal anggaran. Itu menyebabkan bagaimana meskipun dana besar, tapi kita tidak akan bijak mengeluarkan anggaran yang sudah kita terima,” kata Sulistyo.

Menanggapi permasalahan tersebut, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Kementerian Kesehatan Dr. dr. Vivi Setiawaty menyebutkan permasalahan soal anggaran penelitian tersebut dapat dikoordinasikan dengan institusi berwenang terkait bersama dengan perguruan tinggi yang menjalankan kegiatan penelitian di bidang bioteknologi.

“Memang anggaran-anggaran ini diperlukan untuk riset di bidang kesehatan. Tetapi sekarang sudah ada Badan Riset dan Inovasi Nasional ya, yang mungkin akan dikoordinasikan bersama-sama dengan riset perguruan tinggi. Untuk saat ini kita menunggu informasi lebih lanjut dari panitia,” kata Vivi, saat menjelaskan persoalan anggaran.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021