Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi masih menyimpan energi yang besar, sehingga Badan Geologi belum dapat memprediksi kapan letusannya akan mereda.

"Sejak 3 November 2010 sampai sekarang Merapi telah empat hari meletus tanpa henti, itu berarti energi yang tersimpan masih besar," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar, di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, energi yang dikeluarkan Gunung Merapi sejak letusan 3 November hingga 7 November 2010 masih terus berlangsung hingga sekarang, bahkan lebih besar dibanding letusan pertama yang terjadi pada 26 Oktober 2010.

Ia mengatakan energi letusan Gunung Merapi pada 3-7 November 2010 tiga kali lebih besar dengan energi letusan pada 26 Oktober 2010.

"Kami tidak dapat memprediksi kapan energi tersebut habis, sehingga Gunung Merapi tidak lagi meletus. Sekarang, kita ikuti dulu saja apa yang dimaui gunung ini," katanya.

Meskipun energi yang dimiliki Merapi masih besar, namun Sukhyar mengatakan untuk sementara radius aman masih ditetapkan pada jarak di luar 20 kilometer dari puncak gunung.

Penetapan radius aman tersebut, menurut dia didasarkan pada data-data sejarah letusan Gunung Merapi, khususnya jarak luncur awan panasnya.

"Berdasarkan fakta sejarah, jarak luncur awan panas Merapi tidak pernah lebih dari 15 kilometer, yaitu hanya berkisar 12-13 kilometer, sehingga radius 20 kilometer itu belum akan diubah," katanya.

Kawah berdiameter 400 meter yang telah terbentuk di puncak gunung ini lebih terbuka ke selatan atau mengarah ke hulu Kali Gendol, sehingga awan panas yang diluncurkan Merapi akan mengarah ke kali tersebut.

Namun demikian, Sukhyar mengatakan sebanyak 12 sungai yang berhulu di Gunung Merapi harus tetap diwaspadai, khususnya untuk ancaman awan panas dan lahar dingin.

Sementara itu, intensitas gempa vulkanik Gunung Merapi pada Minggu pukul 00.00 sampai pukul 00.06 WIB kembali meningkat dibanding dua hari sebelumnya.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Surono mengatakan berdasarkan laporan hasil pemantauan aktivitas Merapi hingga pukul 06.00 WIB telah terjadi 31 kali gempa vulkanik.

"Intensitas gempa vulkanik tersebut meningkat cukup tinggi dibanding Jumat dan Sabtu. Pada Jumat (5/11) sama sekali tidak ada gempa vulkanik," katanya, di Yogyakarta.

Selain meningkatnya intensitas gempa vulkanik, Gunung Merapi juga masih terus meluncurkan awan panas, dan awan panas beruntun terjadi pada pukul 03.02 WIB yang meluncur ke Kali Gendol dan Kali Woro. "Rentetan awan panas tersebut diawali dengan gempa vulkanik," katanya.

Sementara itu, suara gemuruh Merapi juga masih terdengar beruntun dari Kecamatan Kemalang dan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pada pukul 03.00 hingga pukul 05.30 WIB.

Kolom asap letusan setinggi enam kilometer berwarna kelabu condong ke barat terlihat dari Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, dan kilat terlihat dari Yogyakarta.

PVMGB masih mengimbau kepada masyarakat untuk tetap mewaspadai ancaman banjir lahar karena intensitas hujan masih tinggi, apalagi material erupsi terus bertambah.

Masyarakat juga tetap diminta untuk tidak beraktivitas di sepanjang alur sungai yang berhulu di Merapi, yang meliputi Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Senowo, Kali Trising, dan Kali Apu.

Status aktivitas vulkanik gunung berapi ini masih tetap "awas", dan wilayah aman bagi pengungsi serta masyarakat adalah tetap di luar radius 20 kilometer.



Terdengar sampai Gunung Kidul

Suara gemuruh Gunung Merapi terdengar sampai Kecamatan Semin, wilayah paling utara Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu pagi.

"Suara gemuruh Gunung Merapi menjelang Shalat Shubuh membuat warga khawatir dan kemudian mereka memukul kentongan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi gempa karena gemuruh itu terdengar cukup lama," kata Kepala Desa Bendung, Kecamatan Semin, Sukardi di Semin.

Ia mengatakan sempat mencari sumber suara gemuruh tersebut dengan melihat ke arah Gunung Merapi dari depan kantor Balai Desa Bendung bersama sejumlah warga.

"Kami penasaran dengan suara gemuruh pagi tadi dan berusaha melihat Gunung Merapi dari depan kantor Balai Desa Bendung dan yang terlihat adalah sinar merah menyala seperti bara pada arah barat daya yang merupakan letak Gunung Merapi dari tempat kami," katanya.

Meskipun jaraknya jauh dari Gunung Merapi, Sukardi mengatakan tetap mengimbau warganya meningkatkan kewaspadaan.

Suara gemuruh tersebut sempat membuat anak-anak dan warga ketakutan, karena suaranya terdengar begitu jelas, terkadang volumenya sangat jelas dan kadang mereda. Gemuruh itu terdengar dalam waktu hampir dua jam.

"Anak-anak kami yang sudah terbangun menjadi takut dan tidak mau ditinggal, karena mendengar suara gemuruh itu," kata salah seorang warga Dusun Pencil, Bendung, Semin, Rukmini yang rumahnya berada di bukit.

Suara gemuruh pada Minggu pagi tersebut membuat banyak warga menjadi penasaran dan berkumpul di tempat-tempat yang lebih tinggi, dan tidak terhalang pepohonan agar dapat melihat ke arah Merapi.

Sementara itu, aktivitas seismik Merapi hingga Minggu pukul 12.00 WIB masih tinggi, ditandai dengan gempa tremor, guguran, awan panas beruntun, dan 31 kali gempa vulkanik.

Berdasarkan data dari PVMBG Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Minggu, aktivitas seismik gunung ini sampai sekarang masih tinggi, sehingga masyarakat diminta waspada dengan mematuhi jarak aman di luar radius 20 kilometer.

Laporan pengamatan Gunung Merapi dari Pos Ketep menyebutkan pada Minggu pukul 09.00 WIB terjadi banjir lahar skala kecil di Kali Pabelan di wilayah Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan diikuti hujan abu dan pasir vulkanik dalam radius 10 kilometer dari puncak gunung ini.

Warga masyarakat di "ring road" barat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan di Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Jateng), masih mendengar suara gemuruh serta suara yang menggelegar dari puncak gunung di perbatasan DIY dan Jateng itu.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo mengatakan pihaknya telah memasang dua alat seismometer yang ditempatkan di Ketep dan Museum Gunung Merapi untuk melengkapi alat di Pos Plawangan.

Kedua alat tersebut digunakan untuk menggantikan tiga alat pemantauan yang telah rusak terkena letusan Gunung Merapi. "Kemungkinan besar masih akan ada lokasi baru, tetapi masih dikaji lokasi yang aman sekaligus mampu memancarkan sinyal yang baik ke BPPTK," katanya.



Hanya isu

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta Subandrio menegaskan tidak benar akan terjadi awan panas sejauh 60 kilometer dari puncak Gunung Merapi, karena kabar itu hanya isu.

"Masyarakat diminta tetap tenang, jangan panik, karena dalam sejarah Merapi belum pernah terjadi luncuran awan panas sejauh itu," katanya, di Yogyakarta, Minggu, menanggapi berbagai isu mengenai Gunung Merapi yang meresahkan masyarakat yang di antaranya menyebutkan akan terjadi awan panas sejauh 60 kilometer.

Oleh karena itu, kata dia, masyarakat diminta tetap tenang, dan mengikuti imbauan institusi yang berwenang seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, maupun Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK).

"Masyarakat tidak perlu terpengaruh adanya isu tersebut, dan luncuran awan panas tidak mungkin melampaui jarak hingga ke zona aman yang telah ditentukan yaitu di luar 20 kilometer," katanya.

Subandrio mengatakan awan panas memang masih terjadi, dan antara pukul 11.00 hingga pukul 12.00 WIB, Minggu, terdengar suara gemuruh cukup keras dari Gunung Merapi. "Awan panas pada hari itu jarak luncurnya sejauh 1,5 kilometer hingga lima kilometer, dan dominan ke arah hulu Kali Gendol dan Woro," katanya.

Menurut dia, dalam beberapa hari terakhir arah luncuran awan panas ke hulu Kali Gendol, Boyong, dan Kali Krasak. "Tetapi pada Minggu, dominan ke Kali Gendol dan Woro," katanya.

Ia mengatakan Kali Gendol saat ini sudah dipenuhi endapan awan panas, karena awan panas terus-menerus terjadi sejak letusan pada 26 Oktober 2010.

"Kali Gendol sekarang sudah penuh dengan endapan awan panas, dan apabila masih terus bertambah dengan volume yang sama, maka jika terjadi awan panas yang menuju ke sungai itu jarak luncurnya bisa jauh," katanya.

Meskipun luncuran awan panas bisa jauh, kata Subandrio tidak akan lebih dari 20 kilometer. "Namun, yang harus diwaspadai, awan panas Merapi saat ini terjadi terus menerus, dan setiap saat luncurannya bisa berubah arah," katanya.

Sehingga, kata dia, jika ada warga masuk ke zona tidak aman, itu sangat berisiko. "Oleh karena itu, agar warga tidak sering menengok ternak sapinya yang masih berada di zona tidak aman, sebaiknya sapi itu dibawa turun atau dievakuasi, atau bagaimana caranya lebih baik dijual," katanya.



Isu meresahkan

Sementara itu, seorang pakar geologi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengimbau masyarakat untuk tidak mempercayai isu terkait erupsi Gunung Merapi, karena dengan meneruskan isu melalui pesan layanan singkat kepada orang lain, berarti ikut menyebarluaskan isu yang belum tentu benar, tetapi justru meresahkan.

"Jangan percaya isu mengenai erupsi Merapi, karena isu itu belum tentu benar, dan ikuti saran serta imbauan pemerintah khususnya dari institusi resmi yang memiliki kewenangan terkait dengan perkembangan aktivitas gunung tersebut seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, serta Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta," kata pakar geologi dari Universitas Gadjah Mada Agus Hendratno, di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, sudah ada institusi resmi dari pemerintah yaitu PVMBG dan BPPTK yang memiliki kewenangan penuh untuk urusan Gunung Merapi sekaligus menginformasikannya kepada pemerintah daerah dan masyarakat guna mengambil langkah-langkah yang tepat terkait dengan upaya penyelamatan.

"Institusi-institusi pemerintah itu yang semestinya diikuti dan dipatuhi, bukan isu-isu yang tidak jelas sumbernya yang hanya menambah keresahan dan kepanikan," katanya.

Sedangkan terkait dengan pengungsi Merapi, Agus Hendratno yang juga pemerhati dan mempelajari mitigasi bencana, berpendapat, pemerintah perlu memberikan bantuan dana sekadarnya kepada pengungsi khususnya kepala keluarganya untuk menunjang mobilitas mereka selama berada di tempat pengungsian.

Ia memberi gambaran selama ini setiap terjadi bencana dan kemudian pengungsi ditampung di suatu tempat, pemerintah dan para pihak penyumbang lebih banyak memberi bantuan berupa logistik terutama bahan pangan dan makanan siap dikonsumsi, serta obat-obatan maupun keperluan utama lainnya.

"Tetapi sering, salah satu di antara bantuan-bantuan tersebut jumlahnya berlebihan, karena tidak ada pengaturan dalam penyalurannya ke beberapa lokasi pengungsi, sehingga tidak jarang bantuan berupa nasi bungkus misalnya sampai basi karena menummpuk dan jumlahnya berlebihan, sehingga mubazir," katanya.

Oleh karena itu, dari pengalaman selama ini alokasi dana dari pemerintah untuk pengadaan logistik khususnya bahan pangan ketimbang jumlahnya berlebihan, maka lebih baik diberikan berupa uang, tetapi jangan terlalu besar atau secukupnya, untuk keperluan biaya mobilitas kepala keluarga pengungsi di antaranya membeli bahan bakar minyak (BBM) bagi kendaraannya, maupun membeli pulsa untuk telepon selulernya.

"Sebab, mereka selama di tempat pengungsian pasti melakukan komunikasi menggunakan telepon seluler dengan saudara maupun keluarganya di luar daerah, begitu pula mobilitasnya pasti tinggi, apalagi sebagai kepala keluarga," katanya.

Agus mengatakan siapa pun yang berada di tempat pengungsian untuk jangka waktu yang tidak jelas, karena bisa hanya beberapa hari, tetapi bisa juga lama, tentunya mengganggu konsentrasi pekerjaannya, terutama yang wiraswasta maupun pedagang serta petani dan peternak. "Mereka tidak bisa mencari nafkah untuk keluarganya, dan tentu di antara mereka hanya sebagian yang memiliki tabungan," katanya.



Mahasiswa pulang kampung

Ribuan mahasiswa asal luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan puluhan mahasiswa asing yang sedang menempuh studi di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, memilih pulang kampung karena takut dengan letusan Merapi.

"Sekitar 71 dari 300 mahasiswa asal Malaysia pada Minggu ini sudah pulang ke negaranya dan sisanya masih dalam proses kepulangan," kata Kepala Humas dan Protokoler Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Suryo Baskoro, Minggu.

Sementara ribuan mahasiswa asal luar daerah juga pulang, menyusul kebijakan sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di DIY yang meliburkan kegiatan kuliah hingga 13 November 2010.

Beberapa PTN dan PTS yang meliburkan kegiatan kampus, antara lain UGM, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Islam Indonesia (UII), Uviversitas Pembangunan Nasional (UPN), Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan berbagai universitas lain.

"Saya memilih pulang kampung ke Bengkulu karena kampus meliburkan perkuliahan agar lebih tenang dan aman," kata Fina mahasiswa Fakultas Psikologi UII saat sedang menukarkan uang pembelian tiket di Bandara Adisutjipto Yogyakarta.

Nurlianingsih, mahasiswa semester pertama Sastra Inggris UNY mengaku dirinya memilih pulang karena orang tuanya terus menelepon dan khawatir.

"Kebetulan kuliah diliburkan dan saya memilih pulang agar keluarga dan orang tua tenang," katanya saat di temui di Stasiun Tugu Yogyakarta.

Berdasarkan pantauan, hampir semua sarana transportasi kereta api dan bus dipenuhi penumpang, bahkan lonjakan penumpang mulai Jumat (5/11) sore dengan tujuan berbagai kota lain naik hingga 100 persen.

Selain pulang kampun tidak sedikit pula mahasiswa yang memilih menjadi relawan bagi korban bencana letusan Gunung Merapi. "Yang penting orang tua tahu kondisi saya aman. Sekali-kali ingin berbuat dan berguna buat orang lain. Padahal selama ini saya tidak pernah masak," katanya Susanti mahasiswi yang menjadi relawan.

"Bencana Merapi juga membutuhkan relawan, makanya kami liburkan hinga 13 November 2010 agar mahasiswa bisa pulang atau menjadi relawan," kata Suryo.



Korban meninggal 88 orang

Korban meninggal dunia akibat letusan awan panas vulkanik Gunung Merapi hingga Minggu siang yang berada di instalasi Forensik Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta bertambah empat orang sehingga menjadi 88 orang.

"Korban meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta bertambah lagi empat orang dari sebelumnya 84 orang sehingga menjadi 88 orang, sebanyak 31 korban di antaranya berhasil diidentifikasi," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Sardjito Yogyakarta Trisno Heru Nugroho, di Yogyakarta, Minggu.

Jumlah meninggal di RS Sardjito Yogyakarta akibat letusan awan panas Gunung Merapi pada Jumat (5/11) dini hari terdiri atas 35 laki-laki dewasa, 35 perempuan dewasa, 11 anak-anak, dan tujuh jenazah tidak diketahui jenis kelaminnya. Sebanyak 31 jenazah sudah dapat teridentifikasi, namun baru sembilan jenazah yang diambil keluarganya.

Ia mengatakan sebagai rumah sakit rujukan pasien korban letusan Gunung Merapi maka RS Dr Sardjito hingga Minggu pagi menerima sebanyak 138 pasien luka bakar dan luka lainnya yang masuk ke instalasi rawat darurat, dan 61 di antaranya telah diizinkan pulang.

Korban letusan yang masih menjalani rawat inap di RS ini adalah sebanyak 30 pasien luka bakar dan 47 pasien nonluka bakar. Mereka kini tengah mendapat perawatan intensif dari kalangan tim medis rumah sakit ini, katanya.

Korban meninggal akibat letusan Gunung Merapi pada Jumat (5/11) dini hari rencananya akan dimakamkan secara massal di Tempat Pemakaman Umum Sayegan, Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Minggu sekitar pukul 15.00 WIB.

"Serah terima jenasah akan dilakukan di RS Sardjito pada pukul 13.00 WIB yang akan diterima Asisten Sekretaris Daerah II Pemerintah Kabupaten Sleman Sunartono," katanya.

Menurut dia, jenazah yang akan dimakamkan secara massal tersebut adalah jenazah yang belum dapat teridentifikasi serta jenazah yang belum diambil oleh keluarganya. "Sesuai dengan ketentuan, dalam waktu 3x24 jam apabila ada jenazah yang belum bisa teridentifikasi, maka jenazah tersebut akan dimakamkan," katanya.

Ia mengatakan dari total 88 jenazah yang akan dimakamkan secara massal sebanyak 79 orang, karena jenazah yang lain telah diambil keluarganya masing-masing untuk dimakamkan.

Sementara itu, sebanyak 77 jenazah korban letusan Gunung Merapi pada Jumat (5/11), dimakamkan secara massal di pemakaman Dusun Beran, Desa Margodadi, Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Minggu malam.

"Jenazah yang dimakamkan itu adalah yang sudah teridentifikasi maupun belum," kata Kepala Bidang Kedokteran Kepolisian Polda DIY AKBP Agustinus di Yogyakarta.

Menurut dia, jumlah jenazah yang berada di Instalasi Forensik RS Dr Sardjito hingga Minggu adalah 88 jenazah, namun baru dapat teridentifikasi 43 jenazah dan sisanya belum dapat teridentifikasi.

Sebanyak enam jenazah dari korban langsung letusan Gunung Merapi dan dua jenazah yang meninggal di bangsal RS Dr Sardjito telah diambil oleh keluarganya, dan hingga sekarang masih ada tujuh jenazah hasil evakuasi Minggu pagi yang masih berada di Instalasi Forensik RS Dr Sardjito.

Agustinus mengatakan, meskipun dimakamkan secara massal, namun tiap-tiap jenazah akan diberi nisan untuk membuat nama bagi jenazah yang sudah teridentifikasi dan nomor label bagi jenasah yang belum teridentifikasi.

"Selebihnya, data ante mortem dan post mortem dari setiap jenazah tersebut akan disimpan oleh DVI yang bisa digunakan kembali apabila ada keluarga yang ingin melakukan konfirmasi," lanjutnya.

Sementara itu, dr Lipur dari bagian forensik RS Dr Sardjito mengatakan bahwa tujuh jenazah yang baru diterima RS Dr Sardjito tersebut masih akan diidentifikasi. "Bagian rekonsiliasi yang menyatukan data ante mortem dan post mortem pun masih terus bekerja," katanya.

Hingga Minggu, Pos Ante Mortem di RS Dr Sardjito telah menerima sekitar 200 laporan orang hilang.



Tinjau kantor BNPB

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu, meninjau kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana di Jalan Kenari Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Presiden didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri tiba di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekitar pukul 15.00 WIB.

Di tempat tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selain meninjau ruang kantor, juga mendapat penjelasan mengenai kondisi terkini Gunung Merapi. Penjelasan disampaikan Kepala BNPB Syamsul Maarif.

Usai mendapat penjelasan, Presiden Yudhoyono kemudian meninjau ruang media center. Ketika masuk ruangan, presiden langsung mengucapkan terima kasih kepada insan pers. "Terima kasih, terima kasih, telah menyampaikan informasi kepada rakyat mengenai kondisi Gunung Merapi," katanya.

Menurut dia, rakyat ingin mengetahui perkembangan Merapi dan penanganan yang dilakukan jajaran pemerintah. "Dengan adanya media center di kantor BNPB diharapkan akan memudahkan insan pers dalam menyampaikan informasi kepada rakyat," katanya.

Presiden Yudhoyono beserta rombongan selanjutnya meninjau kantor BPPTK Yogyakarta dan tempat pengungsian di Stadion Maguwoharjo, Kabupaten Sleman.

Sementara itu, Ibu Negara Ani Yudhoyono mengajak anak-anak di kawasan lereng Gunung Merapi yang kini berada di tempat pengungsian Stadion Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, agar lebih mencintai Gunung Merapi.

Ajakan tersebut disampaikan Ibu Negara Ani Yudhoyono saat mengunjungi penampungan pengungsi anak-anak di Stadion Maguwoharjo Depok, Yogyakarta, Minggu.

Dalam kesempatan tersebut Ibu Negara Ani Yudhoyono ditunjukkan sebuah lukisan Gunung Merapi berserta dengan "wedhus gembel" (awan panas) yang keluar dari puncak Merapi hasil karya Tejo yang merupakan satu dari ratusan anak yang mengungsi karena bencana letusan gunung ini. "Ini gunung Merapi dan ini adalah `wedhus gembel`," kata Tejo.

Mendapat penjelasan tersebut Ibu Negara kemudian menanyakan kepada Tejo apakah rumahnya rusak akibat letusan Gunung Merapi dan dijawab tidak.

"Apakah rumahmu rusak, sekarang semua harus mencintai Gunung Merapi karena Gunung Merapi merupakan ciptaan Tuhan," kata Ibu Negara.

Setelah itu, Ibu Negara meninjau dapur umum untuk para pengungsi letusan Gunung Merapi di area Stadion Maguwoharjo, Depok, Sleman.

Ibu Negara dan rombongan yang tiba sekitar pukul 10.30 WIB itu, langsung menuju ke lokasi penampungan pengungsi ibu dan balita di sisi barat Stadion Maguwoharjo, Sleman.

Dalam kesempatan tersebut Ibu Negara menyalami ibu-ibu dan anak-anak serta membagikan bingkisan berupa buku-buku untuk anak-anak. "Maksud Ibu Negara berkunjung ke sini untuk bertemu dengan warganya yang sedang menderita, namun kenapa warga yang ingin bertemu justru dihalangi pagar betis tentara yang sangat rapat," kata salah satu pengungsi Sajarwo dari Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman.**3***



Kendaraan segala medan

Palang Merah Indonesia (PMI) berencana menerjunkan dua unit "Hagglundsdi" (kendaraan segala medan) untuk menembus medan yang berbahaya, dan menembus dusun-dusun yang diterjang awan panas Merapi, dan belum terevakuasi.

"Kami hari ini sudah terjunkan dua unit `Hagglundsdi` untuk membantu evakusi korban letusan Gunung Merapi di dusun-dusun yang belum tersentuh," kata Ketua PMI Jusuf Kalla di Pusat Pengungsi Stadion Maguwoharjo, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, pihaknya akan bekerja sama dengan Kopassus membantu evakuasi korban letusan Gunung Merapi. "Dipilihnya Kopassus karena mereka memiliki keahlian khusus mengunakan kendaraan `hagglundsdi` guna memperlancar evakuasi," papar mantan wapres ini.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Sukhyar mengingatkan kondisi Merapi masih cukup berbahaya, sehingga tim evakuasi perlu berhati-hati.

"Wilayah yang diterjang awan panas masih sangat berbahaya dan sebaiknya dihindari tim evakuasi, serta menunggu sampai kondisi aman," katanya.

Menurut dia, saat ini arah luncuran awan panas sulit diprediksi, karena aktivitas vulkanik Merapi fluktuatif dan menyebar ke segala arah. "Saat ini, daya eksplosifitas Merapi memang mengalami penurunan, namun intensitas aktivitas vulkaniknya cukup tinggi. Bahkan berdasar pantauan pukul 03.00 WIB, letusan terjadi dan tinggi kolom asap mencapi enam Kilometer," katanya.

Ia menuturkan, kondisi tersebut mengindikasikan pasokan magma terus berlangsung, dan saat ini di puncak sudah terbentuk kawah berdiameter 400 meter.

"Pasokan magma ke Merapi cukup besar, salah satunya diliat dari material vulkanik yang dikeluarkan sudah mencapai 100 juta meter kubik lebih," katanya.

Pemerintah telah membentuk tim untuk mendata dan mengidentifikasi sapi milik warga korban bencana erupsi Gunung Merapi di DIY dan Jateng, kata Menteri Pertanian Suswono. "Tim tersebut saat ini sedang menjalankan tugasnya," katanya di Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, untuk mengganti sapi milik warga korban Merapi tersebut pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp100 miliar. Pemerintah masih membahas mengenai prosedur penggantian sapi tersebut.

"Kami akan melakukan kajian mengenai kepemilikan sapi tersebut, apakah sebagai mata pencaharian bagi pemiliknya atau tidak. Hal itu akan membedakan nilai penggantian, dan pemerintah akan mengganti dengan harga yang layak," katanya.

Sebelumnya, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, pemerintah akan berupaya mengganti ternak sapi milik warga yang menjadi korban bencana letusan Gunung Merapi.

Namun, menurut dia, prosedur, mekanisme, dan besaran nilai penggantian sapi mati masih dalam pembahasan dan akan ditentukan indeksnya.

"Jadi, pemerintah berupaya memberikan ganti rugi bagi pemilik sapi yang mati. Dengan demikian, tidak hanya sapi hidup yang diganti pemerintah," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah menyiapkan pembelian sapi hidup di kawasan rawan bencana Merapi. Untuk pembelian sapi tersebut diperlukan prosedur dan akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Pembelian sapi tersebut merupakan salah satu upaya agar warga pemilik sapi tidak kembali ke daerah bahaya Merapi hanya untuk mengurusi ternaknya yang ditinggal mengungsi," katanya. (V001*E013*B015*ANT-160*/K004)008) 08-11-2010 01:50:08

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010