Makassar (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama 1,5 tahun di Indonesia kian memberi dampak terhadap kehidupan manusia. Bukan hanya bagi kesehatan, namun meluas hingga menyoal pemenuhan sandang dan pangan.

Berbagai program dan kebijakan telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi hal ini, namun tetap saja korban terus berjatuhan. Pandemi merenggut banyak nyawa, dan banyak pula yang mendapat perawatan di rumah sakit maupun berbagai tempat isolasi mandiri.

Lebih dari itu, untuk bisa memutus mata rantai penularan virus ini, pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga istilah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang tengah berlangsung saat ini.

Sejak kebijakan itu dikeluarkan, alhasil ekonomi mulai goyah bahkan dinilai porak-poranda. Betapa tidak, pandemi ini mengakibatkan daya beli menurun, puluhan ribu orang harus kehilangan pekerjaan, tingkat kemiskinan semakin bertambah, dan banyak usaha yang harus gulung tikar.

Ancaman pandemi terhadap dunia usaha pun sangat dirasakan pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), salah satunya adalah Sri Sadariah selaku pengusaha tanaman hias di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Usaha yang telah digelutinya sejak 10 tahun terakhir nyaris kandas dan tidak menemui titik terang akibat menurunnya omzet hingga 50 persen lebih sejak COVID-19 mulai merebak. Ditambah modal yang ada terus tergerus oleh waktu, karena kurangnya orderan maupun pembeli.

"Hidup segan mati tak mau" menjadi ungkapan kalimat hiasan yang menggambarkan betapa terpuruknya usaha tanaman hias milik Sri Sadariah. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencari pinjaman, salah satunya dari Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Makassar.

"Saya harus pinjam karena tidak ada lagi jalan keluar untuk bertahan, untungnya BSI pakai sistem syariah, jadi saya yakin ini aman, insyaAllah," ungkap Sri Sadariah.

Berada di masa pandemi yang menguras ekonomi tidak lantas menjadikan Sri gegabah dalam menentukan lembaga pengambilan pinjaman, apalagi ini menjadi kali pertamanya mencari pinjaman untuk tambahan modal usahanya.

Ia bahkan membandingkan sistem pinjaman dari beberapa pihak, hingga akhirnya memilih BSI sebagai lembaga untuk membantu usahanya tetap bertahan melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disalurkan melalui lembaga keuangan dengan pola penjaminan.

Sayangnya, Dana KUR yang bertujuan membantu masyarakat kecil menjalankan usahanya juga kerapkali dikeluhkan masyarakat, seperti pengurusan ribet hingga bunga yang terlampaui tinggi.

Hal ini membuat masyarakat ogah-ogahan mengakses program pemerintah tersebut, dan berlabuh pada rentenir yang terus mencekik karena bunga pinjaman.

"Saya baru mengambil KUR dan memang bagus, tidak berbelit-belit, kepengurusannya mudah dan langsung survey. Jika memenuhi syarat maka akan segera diproses dan tidak ada biaya sama sekali," ujarnya.


Bagi Hasil

Pada masa pandemi COVID-19 seperti sekarang, disadari bahwa tidak mudah mendapat pinjaman uang tunai tanpa bunga, namun sistem yang ditawarkan BSI dinilai tetap sesuai dengan syariat Islam.

Seperti memberlakukan bagi hasil antara keduanya, selaku pemberi modal dan pihak yang menjalankan usaha ditandai dengan akad kredit antara BSI dan nasabah (peminjam).

"Saya sudah jadi nasabah lama, dari BNI syariah, karena mau aman. Saya liat ada dana KUR, saya fikir pakai syariah saja, dicek persyaratan dan Alhamdulillah memenuhi. Jadi tahun ini memutuskan ambil, daripada kita ke rentenir," ujar perempuan yang beralamat di Barombong, Makassar.

Menurut Sri, sistem syariah yang telah digunakan BSI tentu berdampak pada modal pinjaman yang dia gunakan, sebab dengan sistem bagi hasil dan tanpa denda dipastikan memberi keleluasaan tersendiri bagi pelaku UMKM seperti dirinya untuk mengelola usahanya lebih maksimal.

Apalagi, sejak pandemi yang mengakibatkan daya beli menurun, ia harus mengurangi pekerjanya.

Jika sebelumnya mempekerjakan dua orang, kini usaha tanaman hias milik Sri hanya dikelola bersama suaminya guna mengurangi pengeluaran terhadap gaji karyawan.

Agar roda usaha tanaman hias tetap berputar, Sri mengambil dana KUR sebesar Rp40 juta dengan tenor selama tiga tahun. Modal ini kembali digunakan untuk membeli berbagai kelengkapan dan kebutuhan usahanya.

Sri mengakui PPKM yang berlangsung saat ini ikut berdampak pada daya beli masyarakat, meski sebelumnya juga berdampak, namun PPKM ini mengakibatkan penjualan merosot tajam.

Dampak PPKM juga sangat dirasakan salah satu nasabah BSI bernama Mustika Sari. Perempuan berusia 43 tahun ini ikut merasakan dampak PPKM terhadap usaha material bangunan yang sedang digelutinya.

Namun menurutnya, PPKM tidak begitu berdampak besar bagi UMKM dibanding para pengusaha high level akibat penutupan berbagai pusat perbelanjaan dan mal-mal.

Meski demikian, pandemi COVID-19 berakibat pada menurunnya omzet penjualan bahan bangunan Mustika hingga 80 persen pada satu tahun terakhir. Kemudian akhirnya memutuskan untuk mengambil dana KUR dari BSI.

Hal senada yang diungkapkan Sri Sadariah, Mustika juga mengakui bahwa sistem bagi hasil yang diberlakukan BSI menjadi daya tarik tersendiri untuk ikut mengakses dana KUR pada lembaga keuangan syariah tersebut.

Apalagi sistem pinjaman yang ditawarkan sangat transparan dan sangat jelas dari awal pengambilan kredit. Sehingga Mustika memastikan bahwa KUR BSI menjadi solusi tepat bagi pelaku UMKM sepertinya. Terdampak COVID-19 dan butuh modal usaha.

"BSI itu tergantung dari kita. Jelas akadnya dan mereka yang belanjakan tergantung daftar kebutuhan pinjaman kita. Sangat transparan," ujarnya.


Dibutuhkan

UMKM menjadi salah satu komunitas yang sangat merasakan dampak merebaknya virus asal Wuhan, China. Banyak yang nyaris jatuh dan tidak sedikit yang tidak lagi sanggup bangun serta berdiri seperti sedia kala.

Merasa jatuh, hingga berfikir akan gulung tikar pernah terlintas di benak Mustika sebelum mendapat bantuan kredit dari BSI.

"KUR ini sangat membantu dan Alhamdulillah ada di saat kami butuh, pasti banyak yang merasakan seperti saya," kata Mustika.

Ia berkisah, omzet yang menurun hingga 80 persen mengakibatkan beberapa pekerjanya harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini diakui bagian terperih dari seorang pengusaha yang mempekerjakan orang lain, menggantungkan hidup dari usahanya.

Sebelum pandemi, Mustika mampu mempekerjakan hingga enam orang, dan terus berkurang menjadi empat orang sejak kemunculan virus corona. Sekarang, tersisa dua orang yang masih bekerja di toko bangunan miliknya, berada di Antang, Makassar, Sulawesi Selatan.

Kondisi sekarang, tidak lantas membuatnya patah semangat, Mustika memiliki harapan besar dengan melihat prospek pembangunan daerah Antang ke depan. Apalagi banyak tanah kosong yang akan dibangun sesuai kebutuhan.

Padahal sebelumnya, ia telah berencana ingin banting stir dari usaha material bangunan ke usaha lain namun diakui hal itu tentu membutuhkan dana lebih besar. Lagi-lagi, BSI diakui memberikan solusi jitu untuk melanjutkan langkahnya.

Mustika mengemukakan bahwa sebelumnya ia berniat mengambil kredit pembiayaan ruko, namun pihak BSI memberikan solusi lewat KUR agar usaha yang ada tetap berlanjut dengan mempertimbangkan pasar dari usaha setempat.

"Sebenarnya mau ganti usaha tetapi tentu tetap butuh dana. Pihak BSI memberi saran untuk usaha dilanjutkan daripada memulai usaha baru. Intinya kita bisa move on kembali, meski tertatih-tatih tapi ada angin segar dan masalah sedikit teratasi," ujarnya.


Penyaluran KUR

Bank Syariah Indonesia (BSI) Region BSI XI Indonesia Timur mencatat terjadi peningkatan signifikan pada penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di semester I tahun 2021 dibandingkan periode yang sama di tahun 2020.

Pada semester I tahun 2021, BSI Region XI telah menyalurkan dana KUR sebanyak Rp218 miliar dengan total debitur 2.260 nasabah. Sedangkan penyaluran dana KUR pada periode sama di tahun sebelumnya hanya mencapai Rp107,6 miliar untuk 2.094 nasabah.

"Sampai saat ini pertumbuhan KUR masih normal dan bagus. Namanya menunggak ada, jumlahnya di bawah 1 persen tetapi tetap ada toleransi," kata Pjs. RCEO Region 11 Makassar Latif Komarudin.

Peningkatan penyaluran dana KUR, diakui Latif memang signifikan, lebih dari 50 persen. Dana KUR ini disalurkan melalui outlet yang memiliki cabang penyalur KUR dari delapan provinsi, seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua.

Latif menyebut jenis KUR yang telah disalurkan bervariatif mulai dari KUR Ultra, KUR Mikro dan KUR Kecil yang telah tersebar tergantung dari kondisi masyarakat berdasarkan hasil verifikasi di lapangan.

Namun secara umum, Latif mengungkapkan bahwa kebanyakan nasabah penerima dana KUR tahun ini merupakan UMKM yang masuk dalam kategori KUR Mikro dengan bantuan modal maksimal Rp200 juta.

Peningkatan penyaluran dana KUR ini juga diikuti penyaluran KUR di area Provinsi Sulawesi Selatan.

BSI mencatat penyaluran KUR di Sulsel pada semester I tahun 2020 sebanyak Rp60 miliar dari total debitur 1.259 nasabah. Jumlah ini dua kali lipat dari realisasi penyaluran dana KUR di tahun 2021 yang mencapai Rp131 miliar terhadap 1.363 nasabah pada periode sama.

Terkait kuota penerima, lanjut Latif, itu berdasarkan kuota nasional yang kebijakannya ditentukan oleh BSI Pusat. Namun BSI Region XI Makassar telah mencapai target pembiayaan hingga 100 persen dari total target Rp323 miliar sementara hingga Juni 2021, pembiayaan telah mencapai Rp363 milair.

"Ada peningkatan, secara jumlah nasabah tentu meningkat dengan total 4.940, dan terjadi penambahan 2.260 nasabah dibandingkan tahun sebelumnya," ujarnya.

Latif juga membeberkan bahwa pinjaman dana KUR didominasi oleh UMKM kategori kecil dengan jumlah pinjaman di bawah Rp100 juta khususnya di Sulawesi Selatan semester I tahun 2021.
Baca juga: Menko Airlangga: Penyaluran KUR kian membaik, capai Rp148,08 triliun
Baca juga: BSI gelar inkubator bisnis ISDP untuk kembangkan UMKM
Baca juga: BSI salurkan pembiayaan Rp161,5 triliun di semester I-2021

 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021