Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Hasan Bisri menyambut positif keluarnya Permenakertrans No: 07/MEN/V/2010 tentang Asuransi TKI dan Kepmenakertrans No: 209/MEN/IX/2010 tentang Penetapan Konsorsium Asuransi. Ini adalah langkah yang akan memperbaiki sistem pelayanan asuransi tenaga kerja Indonesia (TKI) dari yang sebelumnya.

"Jika Menakertrans mengeluarkan keputusan tersebut (menetapkan satu konsorsium), sepanjang keputusan tersebut sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang ketat cara penunjukannya, sebaiknya kita lihat sebagai sesuatu yang positif," katanya saat dimintai keterangan oleh wartawan di kantornya, Rabu.

Hasan mengakui meski belum menerbitkan laporan berkaitan dengan hal tersebut, namun ia melihat keputusan tersebut akan berdampak positif bagi kemaslahatan para tenaga kerja Indonesia (TKI).

"Kami memang sebetulnya belum menerbitkan laporan berkaitan dengan hal tersebut. Kami masih sedang melakukan pemeriksaan. Namun bagi saya (penetapan satu konsorsium), sepanjang itu untuk kemaslahatan para tenaga kerja kita (TKI), menurut saya itu harus disambut positif," ujarnya.

Hasan juga menilai bahwa sistem konsorsium asuransi yang selama ini berlangsung, kurang optimal dalam melakukan pelayanan dan perlindungan terhadap setiap masalah yang menimpa para TKI kita. Hal tersebut membutuhkan pembenahan yang
serius.

"Kalau konsorsiumnya banyak, sementara standar coverage-nya sama, maka akan terjadi perang diskon harga yang justru membuat perusahaan asuransi tersebut tidak mampu bekerja dengan baik. Kalau sistem asuransi TKI yang lalu berjalan dengan baik, tidak mungkin banyak TKI kita yang masih terlantar di penampungan di Negara-negara penempatan, hanya karena tidak ada dana untuk pulang (contoh kasus). Ini adalah sebuah potret bahwa sistem asuransi TKI kita perlu pembenahan," katanya.

Proses interview yang selama ini dilakukan, pihaknya merekam fakta bahwa di beberapa tempat seperti Jeddah, Kuwait, Malaysia dan tempat lainnya, banyak TKI kita yang pada umumnya tidak tahu mereka diasuransikan.

"Dari interview yang kami lakukan terhadap para TKI yang bermasalah di luar negeri, seperti di Jeddah, Kuwait, Malaysia dan tempat lainnya, mereka pada umumnya tidak tahu bahwa mereka diasuransikan. Dan pada umumnya, ketika menghadapi masalah, mereka juga tidak melihat asuransi sebagai haknya sebagai penyelesai masalah mereka," ujarnya.

Padahal, lanjutnya, coverage asuransi itu meliputi persoalan yang banyak sekali. Mulai dari PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak, upah tidak dibayar, kasus kekerasan hingga perkosaan. Dan pada umumnya, hampir semua TKI yang bermasalah
menyangkut hal-hal tersebut.

"Asuransi meliputi pra pemberangkatan, pra penempatan, selama penempatan dan paska penempatan," jelasnya.

Hal itu disebabkan, sambungnya, para TKI tidak mendapatkan informasi yang seharusnya diberikan oleh konsorsiun yang mengelola asuransi tersebut. Apa yang terjadi selama ini, pihak asuransi tidak bisa diandalkan oleh para TKI yang menghadapi masalah. Artinya secara umum pelayanan terhadap TKI oleh asuransi selama ini tidak sesuai harapan.

Hasan membandingkan dengan sistem asuransi bagi para jemaah haji yang ditangani satu konsorsium yang bagus dan kuat. Mereka, para jamaah haji, sejak dari tanah air hingga keseluruhannya telah dilengkapi dengan perlindungan asuransi.
Asuransi yang diperoleh para jamaah tersebut tidak lepas dari kerja serius dan solid konsorsium yang menanganinya.

"Saya berharap, sistem pelaksanaan asuransi TKI dengan satu konsorsium ini memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi para TKI kita," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Benny Pasaribu menegaskan berkaitan dengan kontroversi seputar keputusan Menakertrans tersebut, pihaknya tidak mungkin berperkara dengan negara dalam soal konsorsium asuransi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang diputuskan Menakerstrans Muhaimin Iskandar.

"Apa yang dilakukan seorang menteri adalah untuk kepentingan negara yaitu melindungi TKI. Jadi nanti kami akan panggil Menakertrans untuk mengetahui kronologis keluarnya keputusan itu," tandasnya.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010