Semarang (ANTARA) - Aplikasi PeduliLindungi (bisa dikatakan) merupakan ujung tombak aktivitas masyarakat di tengah pandemi Coronavirus Disease (COVID-19), tepatnya pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Setidaknya keberadaan aplikasi ini memperlancar uji coba implementasi protokol kesehatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan di DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Semarang, dan Kota Surabaya, sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKM Level 4, Level 3, dan Level 2 COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali.

Namun, dalam inmendagri ini ada ketentuan yang harus dipenuhi sejumlah mal, misalnya, kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan diizinkan beroperasi 25 persen pada pukul 10.00 WIB hingga 20.00 WIB dengan protokol kesehatan yang diatur oleh Kementerian Perdagangan.

Ketentuan lain, penduduk dengan usia di bawah 12 tahun dan di atas 70 tahun dilarang memasuki pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan. Begitu pula, bioskop, tempat bermain anak-anak, dan tempat hiburan dalam pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan ditutup pada masa PPKM yang akan berakhir pada tanggal 16 Agustus 2021.

Baca juga: Kominfo tingkatkan pemanfaatan PeduliLindungi

Baca juga: Pemerintah dorong penggunaan aplikasi PeduliLindungi tekan COVID-19


Kartu vaksin ini tidak hanya berlaku ketika masyarakat akan masuk ke pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan, tetapi juga mereka yang melakukan perjalanan domestik, baik menggunakan mobil pribadi, sepeda motor, maupun transportasi umum jarak jauh (pesawat udara, bus, kapal laut, dan kereta api).

Untuk perjalanan dengan pesawat udara antar kota atau kabupaten di dalam Jawa dan Bali, dapat menunjukkan hasil negatif Antigen sehari sebelum mereka berangkat (H-1) dengan syarat sudah memperoleh vaksinasi dosis kedua, dan hasil negatif PCR H-2 jika baru memperoleh vaksin dosis 1.

Sejak aturan ini berlaku pada tanggal 10 Agustus 2021, timbul pro dan kontra. Ada yang mengaitkan dengan hak asasi manusia (HAM); ada yang menilai tidak fair karena masih banyak warga yang belum ikut program Vaksinasi; omzet bisnis ritel di mal; dan ada pula yang menyinggung soal keamanan data para pengunjung.

Aplikasi PeduliLindungi

Jika melihat perkembangan aplikasi PeduliLindungi, sejak ada imbauan kepada masyarakat untuk mengunduh dan mengaktifkan aplikasi PeduliLindungi di smartphone-nya, sebagaimana Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Juni 2020 dan Nomor 8 Tahun 2020 tertanggal 14 Juni 2020, ada penambahan layanan.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), seperti diwartakan ANTARA pada tanggal 24 Juni 2020, bersama platform layanan kesehatan Halodoc menghadirkan layanan pengobatan jarak jauh (telemedicine) di dalam PeduliLindungi. Aplikasi ini untuk melacak persebaran COVID-19.

Dengan hadirnya layanan telemedicine pada aplikasi PeduliLindungi, pengguna kini bisa lebih waspada saat beraktivitas dan menerapkan protokol pencegahan sesuai dengan anjuran dokter.

Aplikasi PeduliLindungi menjalankan dua fungsi utama, yaitu fungsi surveillance atau pengawasan untuk pemerintah dengan mendeteksi pergerakan orang-orang yang terpapar COVID-19 selama 14 hari ke belakang.

Kedua, aplikasi tersebut juga terhubung dengan berbagai operator seluler. Dengan demikian, hasil tracking dan tracing aplikasi ini dapat memberikan peringatan kepada nomor pengguna yang berjarak 2—5 meter dari orang yang didiagnosis pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pantauan (ODP) untuk segera menjalankan protokol kesehatan COVID-19 melalui layanan konsultasi dokter.

Aplikasi ini juga sangat berguna bagi petugas di bandara, pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan, atau di tempat lainnya untuk mengetahui apakah seseorang sudah menjalani program Vaksinasi atau belum.

Terkait dengan hal itu muncul pro dan kontra soal siapa yang berwenang melakukan scan pada QR code ketika masyarakat akan masuk pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan.

Sebenarnya, menurut pakar siber keamanan Dr. Pratama Persadha, kalau sistem ini diterapkan, bagus untuk security. Namun, jadi tidak adil untuk masyarakat yang tidak memiliki smartphone karena mereka tidak akan bisa masuk mal.

Sebaiknya Pemerintah membuat sistem khusus untuk pengunjung pusat perbelanjaan seperti ini. Misalnya, ada sistem barcode scanner yang langsung terkoneksi ke aplikasi pedulilindungi.id. Pengunjung cukup menunjukkan kartu vaksin yang sudah di-print, lalu sistem bisa otomatis memverifikasinya.

Baca juga: Masalah kartu vaksin bisa diatasi melalui sertifikat@pedulilindungi.id

Baca juga: Pemerataan infrastruktur digital buat PeduliLindungi makin inklusif


Hal ini guna meminimalkan mereka yang tidak mau vaksin, lalu memalsukan sertifikat vaksin. Hasil print di kertas tetap bisa dipakai untuk memastikan asli atau tidak.

Cukup Scan Barcode

Kominfo sendiri diinfokan akan mencoba sistem dengan fungsi tersebut di atas untuk mal. Pada masa mendatang tampaknya tidak perlu lagi menunjukkan sertifikat vaksin ketika masuk mal, atau cukup scan barcode yang ada di pintu masuk mal dengan aplikasi PeduliLindungi.

Setelah itu, sistem akan otomatis memberikan info dengan warna merah (belum divaksin), kuning (vaksin 1 kali tetapi tidak kontak erat dengan pasien COVID-19), hijau (vaksin 2 kali dan tidak kontak erat dengan pasien positif COVID-19).

Aplikasi ini akan langsung terkoneksi ke database pedulilindungi dan hanya memberikan data agregat jumlah pengunjung saja ke sistemnya mal sehingga pengelola mal bisa mengetahui kapasitas tempatnya untuk membatasi pengunjung yang masuk.

Dalam hal ini, mal tidak mengambil data pribadi pengunjungnya, aplikasi pedulilindungi tinggal menjaga keamanan server-nya atau pelanden saja karena berpotensi menjadi target peretasan.

Tinggal bagaimana mengamankan data fisik yang terkumpul di berbagai pihak, terutama vaksinator baik dari negara maupun swasta, dan mandiri masyarakat. Selain kementerian dan satgas, ada aparat TNI/Polri, puskesmas, dan berbagai elemen masyarakat yang memegang data vaksinasi.

Masukan lain dari Pratama untuk aplikasi pedulilindungi.id adalah mengubah settingan lokasi. Masalahnya, saat buka aplikasi tersebut, otomatis lokasi diaktifkan. Sebaiknya ini dibuat pilihan untuk mengaktifkan atau menonaktifkan sehingga tidak menjadi bahan hoaks baru untuk masyarakat.

Isu keamanan data pribadi vaksin memang sensitif karena meski hanya ada nama, NIK, dan nomor telepon. Data tersebut bila beredar bebas tanpa kendali, akan dimanfaatkan untuk kejahatan siber, bahkan perbankan.

Contoh kasus rekening wartawan senior Ilham Bintang yang dikuras bermodalkan memalsukan KTP dan juga membuat SIM card duplikat di gerai resmi. Hal yang sama bisa terjadi, apalagi jika dipadukan dengan data yang sudah bocor terlebih dahulu, seperti dari Tokopedia yang jumlah lebih dari 91 juta akun.

Keamanan data pribadi adalah suatu keniscayaan di tengah bangsa ini menghadapi pandemi COVID-19. Jangan sampai masyarakat dirugikan dengan adanya aturan ini sehingga perlu evaluasi secara cermat jika PPKM atau apa pun istilahnya nanti diberlakukan kembali.

Copyright © ANTARA 2021