Jakarta (ANTARA) - Pemerintah terus berkomitmen untuk memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat miskin dan rentan agar tidak semakin terpuruk akibat pandemi COVID-19.

Bentuk komitmen yang dilakukan pemerintah adalah lewat penyaluran bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Diskon Listrik, Subsidi Gaji, Bantuan Produktif Usaha Mikro, Bantuan Sosial Tunai, BLT Dana Desa dan Program Kartu Pra Kerja.

Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp427,5 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022.

Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (RAPBN) 2022 dalam rangkaian peringatan HUT ke-76 RI 17 Agustus 2021.

Presiden Joko Widodo mengatakan anggaran tersebut dipakai untuk membantu masyarakat miskin dan rentan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Namun semua bantuan sosial tersebut tidak akan berdampak bagi masyarakat jika penerimanya tidak tepat sasaran.

Guna memastikan bantuan tepat sasaran diterima oleh warga yang berhak, maka pemerintah berpegang pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

DTKS meliputi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Penerima Bantuan dan Pemberdayaan Sosial serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS). DTKS memuat 40 persen penduduk yang mempunyai status kesejahteraan sosial terendah dan dapat menerima BST dan PKH.

Tapi dalam pelaksanaannya di lapangan masih ditemukan adanya warga yang berhak namun tidak menerima bantuan atau sebaliknya. Hal ini bisa saja karena warga tersebut belum masuk dalam DTKS.

Atau bisa jadi DTKS belum diperbarui oleh pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak pendataan di wilayah masing-masing.

Untuk memastikan bantuan sosial benar-benar berjalan dengan baik dan tepat sasaran dan mendukung reformasi program perlindungan sosial, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah akan melanjutkan penyempurnaan DTKS dan menyinergikan dengan berbagai data terkait.

Penyelarasan data tersebut guna mendukung reformasi perlindungan sosial secara bertahap dan terukur, mendukung Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, serta peningkatan kualitas implementasi perlindungan sosial dan pengembangan skema perlindungan sosial adaptif.

Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2022 secara daring di Jakarta, Senin, mengatakan saat ini perbaikan DTKS sudah selesai dilakukan.

"Secara angka sudah 'clear' tapi kita perbaiki kualitas datanya. Perbaikan akan dilakukan setiap bulan karena ada data yang berubah, ada yang lahir, meninggal atau pindah ini yang harus kita perbaiki," ujar Risma.

Lebih lanjut Risma mengatakan, untuk program bantuan sosial seperti PKH dan BPNT atau Program Sembako tetap akan disalurkan karena merupakan program jaminan sosial.

Sementara Bantuan Sosial Tunai (BST) akan ditinjau kembali karena bansos tersebut khusus diberikan karena adanya dampak pandemi COVID-19.

Program bansos PKH menyasar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan nilai bantuan masing-masing untuk ibu hamil dan anak usia dini sebesar Rp3 juta, anak usia SD sebesar Rp900 ribu, anak SMP Rp1,5 juta serta lansia dan disabilitas sebesar Rp2,4 juta yang ditransfer tunai per tiga bulan.

Sementara BPNT menyasar 18,8 juta KPM dengan nilai bantuan Rp200 ribu per bulan yang disalurkan secara tunai lewat PT Pos dan digunakan untuk belanja kebutuhan pokok di E-Warong.

Sedangkan bansos khusus pandemi COVID-19 yaitu BST menyasar 10 juta keluarga dengan nilai bantuan Rp300 ribu per bulan pada Januari-Juni melalui kantor pos serta BPNT PPKM yang menyasar 5,9 juta keluarga diluar penerima bansos saat ini.

Penerima BPNT PPKM mendapatkan bantuan sebesar Rp200 ribu per bulan pada Juli-Desember dengan cara transfer tunai maupun lewat kantor pos.

Menurut Risma, 5,9 juta keluarga penerima BPNT PPKM merupakan usulan baru dari daerah yang akan menerima bantuan pada 2022.

Kunci Penyaluran Bansos

Pengamat kebijakan publik dari Centre for Innovation Policy & Governance (CIPG) Jakarta Yanuar Nugroho menilai penyempurnaan DTKS menjadi kunci penyaluran bantuan sosial dan perlindungan sosial menghadapi masa pandemi COVID-19.

"Kuncinya adalah data penduduk yang akurat. Penyaluran bansos dan perlindungan sosial dasarnya DTKS yang sudah padan dengan NIK (nomor induk kependudukan), artinya sudah divalidasi," ujar Yanuar.

Meski Mantan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019 itu tak memungkiri bahwa DTKS tidak 100 persen akurat, hal itu disebabkan adanya data penduduk yang meninggal dunia, lahir, atau berpindah domisili.

Yanuar memperkirakan data dinamis itu sekitar tiga hingga lima persen. Namun setidaknya DTKS yang telah padan dengan NIK dapat menjadi dasar penyaluran bansos.

Selain itu, Yanuar mengatakan tak kalah pentingnya selain DTKS yang menggunakan data Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil), yakni data BPJS Kesehatan yang dapat dijadikan rujukan untuk penerima vaksinasi COVID-19.

Data yang akurat diharapkan dapat menjadi dasar bansos yang tepat sasaran sehingga pandemi dapat dilalui dengan baik dan masyarakat kembali menyongsong masa depan yang lebih cerah.

Pada ujungnya, seperti harapan Presiden Joko Widodo, untuk jangka panjang perlindungan sosial diharapkan akan mampu memotong rantai kemiskinan.

Baca juga: Mensos siapkan bansos khusus anak yatim karena COVID-19
Baca juga: Pandemi belum berakhir, bansos terus mengalir
Baca juga: Pengamat: Penyempurnaan DTKS jadi kunci penyaluran perlindungan sosial

 

Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021