Jakarta (ANTARA) - Penegakan hukum dalam situasi pandemi COVID-19 memang tidak boleh diabaikan. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada "oknum-oknum" yang memanfaatkan situasi pandemi untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

Pandemi COVID-19 memang seharusnya tidak menjadi halangan bagi aparat penegak hukum kita untuk terus bekerja menegakkan hukum.

Penegakan hukum dalam situasi pandemi COVID-19 memang beragam seperti kasus tindak pidana korupsi, penyebaran informasi bohong (hoax), dan lain-lain.

Untuk itu, diharapkan komitmen dari para aparat penegak hukum untuk tetap menegakkan hukum dengan adil dan transparan.

Penegakan hukum
Di masa pandemi pun, tak menghalangi KPK untuk tetap bertugas menjerat para pelaku korupsi, bahkan yang terjerat mulai dari setingkat menteri hingga kepala daerah.

Memang di saat masyarakat membutuhkan bantuan akibat dampak dari pandemi, namun ada pejabat negara justru yang berbuat korupsi adalah hal yang menjengkelkan.

Kasus korupsi yang sempat menyita perhatian publik adalah terkait dengan pengadaan bansos untuk penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) saat itu, Juliari Peter Batubara. KPK pun menetapkan Juliari bersama empat orang lainnya sebagai tersangka.

Sontak, kasus Juliari tersebut menjadi puncak kejengkelan masyarakat, Bagaimana tidak, pengadaan bansos malah "dimanfaatkan" untuk memperkaya diri sendiri.

KPK sendiri telah berkomitmen untuk mengawal realokasi anggaran dan pelaksanaan refocusing kegiatan pemerintah terkait penanganan pandemi COVID-19 yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara maupun rawan terjadinya penyalahgunaan atau korupsi.

Apabila disalahgunakan, maka KPK akan menindak tegas para pelakunya.

Baca juga: Juliari Batubara mohon divonis bebas

Saat ini, Juliari sudah berstatus terdakwa. Ia pun telah dituntut selama 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.

Jaksa Penuntut Umum JPU) KPK menyebut Juliari dinilai terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Selain Juliari, kasus yang juga sempat menghebohkan publik adalah kasus suap yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu Edhy Prabowo terkait dengan perizinan ekspor benih lobster (benur).

Kasus tersebut memang tidak terkait dengan penanganan COVID-19, namun tetap saja melukai hati masyarakat karena berbuat korupsi di tengah pandemi apalagi dilakukan oleh pejabat negara.

Edhy telah divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan dalam perkara penerimaan suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24,6 miliar dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun.

Edhy terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250.

KPK juga telah menjerat beberapa kepala daerah di tengah pandemi, salah satunya Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna yang ditetapkan sebagai tersangka bersama anaknya, Andri Wibawa dan M Totoh Gunawan dari pihak swasta.

Ketiganya diduga melakukan korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Bandung Barat Tahun 2020. Berkas perkara ketiganya juga telah dilimpahkan ke pengadilan dan segera disidangkan.

Sementara itu, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum.

Di masa pandemi COVID-19 saat ini, polisi juga menjadi penyelesai masalah (problem solver), membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat, menjalin kemitraan yang baik dengan stakeholders.

Selanjutnya, transparansi informasi yang akurat sebagai penangkal berita bohong (hoax-buster) dan berpartipasi bersama masyarakat dalam penanggulangan COVID-19.

Baca juga: KPK pastikan pemberantasan korupsi tetap jalan dalam situasi pandemi

Untuk membantu penanganan COVID-19 dan juga mendukung kebijakan pemerintah terkait dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyakarat (PPKM), Polri juga telah menggelar Operasi Aman Nusa II Lanjutan.

Selama pelaksanaan Operasi Aman Nusa II Lanjutan, 3 Juli hingga 2 Agustus, Polri telah melakukan penindakan baik secara tindak pidana maupun tindak pidana ringan (tipiring) terhadap pelanggar aturan PPKM muapun protokol kesehatan.

Beberapa penindakan yang telah dilakukan kepolisian, seperti di Polda Jawa Tengah terkait dengan ajakan di media sosial untuk melakukan aksi penolakan PPKM Level 4.

Berikutnya, di Polda Metro Jaya terkait dengan pemalsuan dokumen kesehatan yang terjadi di Bandara Halim Perdana Kusuma, lalu di Polda Jawa Barat terkait dengan demo ricuh pada masa PPKM Level 4 di Bandung.

Penindakan berikutnya oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri terkait dengan kelangkaan dan kenaikan harga obat terapi COVID-19 serta tabung oksigen, total ada 33 kasus yang ditangani dengan jumlah tersangka sebanyak 37 orang.

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tetap berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus besar seperti kasus korupsi investasi asuransi Jiwasyara, kasus Djoko Tjandra yang juga menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari, kasus korupsi PT Danareksa Sekuritas, dan kasus pengelolaan keuangan dan dan investasi di PT Asabri (Persero).

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin juga telah memerintahkan jajaran kejaksaan mendukung pelaksanaan kebijakan PPKM Darurat Jawa-Bali dengan memberi sanksi tegas kepada pelanggar protokol kesehatan sebagai efek jera.

Para kepala kejaksaan diminta dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, kewenangannya untuk memberi dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan PPKM Darurat.

Langkah berikutnya, menggelar Operasi Yustisi Penegakan Hukum Kedisiplinan PPKM, dengan berkoordinasi dengan Satgas COVID_19, kepolisian, pemerintah daerah/Satuan Polisi Pamong Praja dan pengadilan.

Para kepala kejaksaan juga diminta memastikan setiap pengadaan dan distribusi barang yang terkait penanggulangan COVID-19 berjalan lancar serta menindak tegas setiap upaya yang berpotensi menghambat ataupun menggagalkan pengadaan dan distribusi barang dimaksud.

Kejaksaan juga telah merilis hasil kinerja pada semester I-2021. Pada bidang tindak pidana khusus, jumlah penanganan perkara pada tahap penyelidikan sebanyak 860 perkara, tahap penyidikan 847 perkara, tahap penuntutan 645 perkara, tahap eksekusi 605 orang, dan estimasi penyitaan aset senilai sekitar Rp14 triliun.

Sedangkan di bidang tindak pidana umum, jumlah penanganan perkara pada tahap penuntutan sebanyak 56.987 perkara, tahap eksekusi 43.962 perkara, sidang daring (online) 339.090 persidangan, dan penghentian penuntutan 46 perkara. Selain itu, untuk Daftar Pencarian Orang (DPO) yang berhasil ditangkap sebanyak 96 orang, salah satunya memulangkan terpidana kasus pembalakan liar Adelin Lis ke Indonesia.

Pelayanan peradilan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (16/8) juga telah menekankan kecepatan kerja dan pelayanan peradilan tidak bisa ditunda bahkan harus dipercepat meski saat ini bangsa Indonesia masih berada dalam era pandemi.

Menurutnya, proses administrasi dan persidangan perkara di Mahkamah Agung (MA) secara elektronik telah mampu mempercepat penanganan perkara. Bahkan, dengan adanya aplikasi peradilan-elektronik, e-Court, telah mempermudah dan meningkatkan jumlah perkara yang dibawa ke pengadilan.

Demikian pula halnya dengan Mahkamah Konstitusi (MK), yang juga menggelar persidangan melalui daring. Presiden mengatakan munculnya banyak permohonan keadilan yang terkait dengan undang-undang dan juga perkara Pilkada, tetap membuat MK mampu menyelesaikan perkara tepat waktu.

Presiden mengatakan keberadaan Sistem Peradilan Berbasis Elektronik telah memfasilitasi terselenggaranya layanan publik secara cepat, transparan, dan akuntabel.

Komisi Yudisial (KY), kata Presiden, juga harus tetap produktif di era pandemi, baik dalam seleksi Calon Hakim Agung, menangani laporan masyarakat, pemantauan perkara persidangan, serta pelanggaran kode etik hakim.

Presiden mengatakan dengan kerja keras dan inovasi yang dilakukan, KY telah berhasil meningkatkan kinerjanya di tengah pandemi COVID-19 ini.

Di saat negara sedang berjuang melawan COVID-19, penegakan hukum juga harus tetap diperjuangkan untuk menciptakan keadilan dan kebenaran di tengah masyarakat.

Baca juga: Firli: Pemberantasan korupsi tak terhenti meski pegawai terpapar COVID 

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021