Jerusalem (ANTARA News) - Mantan perdana menteri Israel Ariel Sharon, yang telah tergeletak dalam keadaan koma selama hampir lima tahun, dibawa kembali ke rumah sakit, Sabtu larut malam, setelah sempat pulang, demikian laporan satu stasiun radio di negeri itu.

Ariel Sharon dibawa kembali ke rumah sakit setelah dibawa pulang ke rumahnya di Sycamore Farm, Israel selatan, untuk masa percobaan selama 48 jam untuk dilihat apakah ia dapat dirawat di rumah dengan dasar permanen.

Keluarganya dan dokter yang merawat dia menggunakan kunjungan itu untuk memeriksa peralatan medis yang dipasang di rumahnya untuk melihat apakah mengizinkan dia pulang dapat dilaksanakan.

Masa pemeriksaan pertama telah berjalan sangat baik, kata para dokter, sebagaimana dilaporkan radio itu.

Ariel Sharon telah empat kali menghadapi tindakan tersebut sebelum ia diperkenankan menjalani perawatan di rumahnya dengan dasar permanen.

Pada 4 Januari 2006, perdana menteri Israel itu menderita stroke berat dan mengalami koma. Ia tak pernah sadarkan diri, sehingga menimbulkan kevakuman politik.

Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Israel dari 7 Maret 2001 hingga 14 April 2006. Kekuasaannya sebagai perdana menteri kemudian digantikan oleh Perdana Menteri (sementara) oleh Ehud Olmert karena ia terkena serangan stroke pada Januari 2006.

Ariel Sharon (lahir 27 Februari 1928) juga pernah menjadi pemimpin Likud, partai terbesar dalam koalisi pemerintah di parlemen Israel, Knesset. Ia mengundurkan diri dari partai tersebut pada 21 November 2005, dan mendirikan partai baru yang bernama Kadima.

Selama tiga puluh tahun Ariel Sharon berdinas sebagai anggota Angkatan Bersenjata Israel. Pangkat tertingginya adalah Mayor Jenderal. Ia menjadi terkenal di Israel karena keterlibatannya dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973.

Ariel Sharon juga bertanggung jawab atas tragedi pembantaian Qibya pada 13 Oktober 1953. Saat itu 96 orang Palestina tewas oleh Unit 101, yang dipimpinnya, dan pembantaian Sabra dan Shatila di Lebanon pada 1982. Antara 3.000 dan 3.500 orang terbunuh dalam peristiwa itu, sehingga ia dijuluki sebagai "Tukang Jagal dari Beirut".(*)

AFP/C003/S008

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010