Tanjungpinang (ANTARA) - Sudah lebih dari setahun COVID-19 melanda, termasuk di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dengan dampak negatif yang dirasakan masyarakat pun begitu luar biasa.

COVID-19, iya, si virus berukuran kecil itu telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama di sektor kesehatan dan ekonomi.

Banyak nyawa hilang dibuatnya, meski kematian itu sudah menjadi rahasia Allah SWT. Khusus di wilayah Kepri, tak kurang dari 1.500 orang meninggal dunia setelah berjuang melawan COVID-19 ini.

Sebagian warga lainnya pula, harus kehilangan mata pencaharian imbas dari berbagai kebijakan pemerintah membatasi kegiatan masyarakat dalam rutinitas sehari-hari agar terhindar dari wabah.

Sebagai contoh saja, ada belasan ribu pekerja di sektor pariwisata seperti perhotelan dan travel agent di kawasan wisata Lagoi, Kabupaten Bintan sepanjang tahun 2020 telah kehilangan pekerjaan, mulai dari di-PHK hingga dirumahkan oleh perusahaan.

Bagaimana tidak, COVID-19 memicu larangan keluar-masuk wisatawan mancanegara ke berbagai negara di dunia termasuk ke Indonesia, lebih khusus ke Kepri.
Sementara jauh sebelum pandemi, Kepri menjadi pintu masuk wisman terbesar kedua di Indonesia setelah Bali, dengan sumbangsih pendapatan asli daerah (PAD) yang besar pula.

Belakangan ini, muncul lagi kebijakan baru pemerintah pusat tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM dengan berbagai level yaitu 1,2,3 hingga 4.

Baca juga: Pemprov Kepri bantah pencairan proposal fiktif Rp1,9 miliar

Kepri masuk dalam daftar dan sempat bertengger pada level 4 atau bisa dikatakan dalam kondisi darurat, karena angka kasus COVID-19 kala itu naik signifikan mencapai 900 kasus per hari dipicu munculnya varian baru delta.

Penerapan PPKM level 4 ini menuai pro dan kontra, sebab kegiatan ekonomi masyarakat terutama pelaku UMKM dibatasi ketat. Mal, rumah makan sampai kedai kopi dilarang menerima tamu bahkan banyak yang memilih tutup, tak ayal perekonomian pun jalan di tempat.

Namun, kita patut bersyukur dalam sepekan terakhir ini penyebaran kasus COVID-19 di Kepri turun signifikan, yang kemudian membuat pemerintah menurunkan status PPKM level 4 menjadi level 3.

Para pelaku/pedagang kecil kini bisa bernapas sedikit lega, karena mereka mendapat kelonggaran menjalankan usahanya meski tetap dibarengi dengan disiplin protokol kesehatan.

Di tengah kebijakan PPKM itu, pemerintah daerah setempat juga terus meningkatkan pelacakan kasus COVID-19 melalui razia tes usap antigen secara acak.

Warga yang kedapatan positif COVID-19 setelah tes usap antigen hingga tes usap PCR diminta melakukan isolasi mandiri di rumah atau isolasi terpadu di fasilitas pemerintah, namun jika bergejala berat akan dirawat ke rumah sakit.

Baca juga: Polres Karimun bentuk Satgas Bansos

Dalam masalah ini, pemerintah daerah tentu harus menjamin kebutuhan keluarga atau si pasien COVID-19 selama menjalani isolasi maupun dirawat di rumah sakit. Ketika ia seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai buruh kasar atau tukang ojek dengan pendapatan harian, maka ini akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan dapur rumah tangga.

Persoalan lain sebagai dampak dari COVID-19 yakni menurunnya daya beli masyarakat. Tidak sedikit pelaku usaha gulung tikar disebabkan pendapatan minim sehingga tidak bisa menutupi biaya operasional seperti sewa tempat usaha.

Di salah satu pusat belanja pakaian di pasar baru Kota Tanjungpinang misalnya, setidaknya ada 25 kios jualan warga tutup sejak lebaran Idul Fitri 2021 imbas tak ada pengunjung yang datang.

Pendapatan penjaja pakaian anak-anak sampai orang dewasa yang sebelum COVID-19 bisa mencapai Rp1 juta per minggu, kini hanya sekitar Rp200 ribu per minggu. Di satu sisi, mereka harus membayar sewa lapak per meja dalam sehari sebesar Rp6 ribu, belum lagi membayar gaji karyawan.

Kesulitan demi kesulitan yang dihadapi akhirnya membuat sejumlah pelaku usaha menutup tempat usaha mereka, sembari berharap pandemi ini segera berakhir agar aktivitas ekonomi warga kembali normal seperti sedia kala.


Bantuan tunai

Pandemi COVID-19 ini menjadi ujian berat bagi seorang pemimpin atau kepala daerah, karena pada saat bersamaan ia harus melindungi warganya agar tetap sehat dan menjaga stabilitas ekonomi daerah hingga menyiapkan jaringan pengaman sosial (JPS) bagi masyarakat terdampak wabah tersebut.

Di bawah kepemimpinan Ansar Ahmad selaku Gubernur Provinsi Kepri, pemerintah daerah setempat tampak semakin masif menangani masalah COVID-19 berikut dampak sosial dan ekonomi masyarakat.

Ini dibuktikan Ansar dan jajaran dengan memfokuskan kembali anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) tahun 2021 untuk memerangi COVID-19.

Ansar keliling dari satu OPD ke OPD lain di lingkungan Pemprov Kepri dengan maksud mengecek detail alokasi anggaran agar sesuai peruntukan.

Anggaran kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak mendesak atau tidak masuk skala prioritas dicoretnya, lalu dialihkan buat penanganan COVID-19.

Dia bahkan tidak segan-segan mencoret anggaran pembelian mobil dinasnya gubernur dan sekretaris daerah senilai Rp2 miliar demi kepentingan masyarakat di tengah wabah tersebut.

"Kami telah anggarkan Rp186 miliar untuk menangani COVID-19. Maka dari itu, perlu dilakukan refocussing anggaran kegiatan yang dianggap belum mendesak," kata Ansar di Tanjungpinang, Selasa.

Baca juga: Pelaku usaha sektor pariwisata di Kota Batu terima BST

Dari total Rp186 miliar dana COVID-19 di Provinsi Kepri, sekitar Rp20 miliar telah dianggarkan untuk dana bantuan sosial (bansos) tunai bagi keluarga tak mampu yang terkonfirmasi COVID-19.

Program itu sudah diluncurkan Gubernur Ansar pada Senin 9 Agustus 2021 di Aula Wan Seri Beni, Pulau Dompak, Tanjungpinang. Pemberian bansos kepada Keluarga terkonfirmasi COVID-19 ini sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Sosial kepada Keluarga Terkonfirmasi COVID-19.

Menurutnya pandemi ini bukan hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga berdampak pada ekonomi masyarakat, yang paling nyata adalah menurunnya daya beli masyarakat.

Sasaran penerima bansos ialah keluarga positif COVID-19 yang memiliki pendapatan harian, kepala keluarga yang terkena PHK, lansia, disabilitas, dan keluarga rentan miskin.

Adapun jumlah bantuan yang diberikan sebesar Rp1 juta bagi keluarga yang terkonfirmasi COVID-19, dan Rp3 juta bagi anggota keluarga yang meninggal dunia akibat COVID-19.

"Bantuan diberikan langsung kepada keluarga tidak mampu yang terkonfirmasi positif COVID-19, sehingga ketika mereka menjalani isoman selama 14 hari tidak akan keluar rumah lagi untuk mencari biaya hidup sehari-hari," jelas Ansar.

Data penerima bansos tersebut sudah terverifikasi dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Dari tanggal 26 Juni sampai dengan 2 Juli 2021, data keluarga yang menerima bansos untuk kategori terkonfirmasi positif COVID-19 adalah 154 keluarga. Sementara penerima bansos untuk kategori meninggal dunia dari 8 Juli sampai dengan 2 Agustus 644 orang.

Bagi yang tidak terdata dalam DTKS, cukup menggunakan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan. Namun, RT dan RW harus memastikan warga tersebut memang layak menerima bansos dengan pengawasan yang harus benar-benar jelas.

Gubernur Ansar mengingatkan kepada seluruh Bupati/Wali Kota se Provinsi Kepri dapat mengawasi program bansos ini agar tak ada pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan sosial tersebut.

"Karena bansos ini harus diberikan tepat sasaran kepada mereka yang sangat membutuhkan," ujar Ansar.
 

Bantuan UMKM

Bansos COVID-19 juga menyasar kepada pelaku UMKM, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa industri UMKM lesu akibat pandemi, sehingga tentu sangat membutuhkan perhatian pemerintah untuk sekedar bertahan hidup di tengah keterpurukan ekonomi.

Pemprov Kepri melalui Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop dan UKM) sudah menyiapkan program pinjaman lunak kepada pelaku UMKM sebesar Rp20 juta.

Program itu bekerjasama dengan Bank Daerah Riau-Kepri sebagai pihak penyalur.

Pelaku UMKM tidak perlu membayar bunga pinjaman, karena ditanggung oleh Pemprov Kepri melalui dana APBD.

"Detail anggaran dan penerima pinjaman lunak UMKM ini masih berproses," kata Kepala Diskop dan UKM Agusnawarman.

Baca juga: Kepri usulkan 4.100 UMKM terima BPUM ke Kemenkop dan UKM Di sisi lain, sebanyak 70.299 pelaku UMKM terdampak COVID-19 di Provinsi Kepri juga telah mendapat bansos dari pemerintah pusat dengan total sebesar Rp84,3 miliar selama periode Januari-Juli 2021.

Setiap UMKM mendapat bantuan sebesar Rp1,2 juta. Terbanyak dari Batam yaitu 33.973 UMKM, dengan anggaran yang sudah cair sebesar Rp 40,7 miliar. Disusul oleh Lingga dengan 8.213 UMKM, dengan total Rp9,8 miliar.

Sedangkan Natuna sebanyak 6800 UMKM, dengan pagu Rp7,8 miliar, Kabupaten Bintan sebanyak 6.463 UMKM dengan total Rp7,7 miliar, lalu Kepulauan Anambas mendapat Rp6,7 miliar untuk 5.587 UMKM.

Untuk Karimun mendapat Rp6,1 miliar untuk 5.148 UMKM dan Tanjungpinang bantuan yang diterima oleh 4.415 UMKM dengan pagu sebesar Rp5,2 miliar.

Bantuan itu langsung masuk ke rekening masing-masing penerima. Dinas Koperasi dan UKM hanya membantu mendata dan mengusulkan saja.

Masyarakat Kepri terutama pelaku UMKM tentu sangat berterima kasih dengan adanya bansos pemerintah.

Ini menandakan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM semakin nyata, mengingat dalam situasi pandemi ini sektor usaha mikro kecil dan menengah turut berperan dalam menggerakkan roda perekonomian daerah hingga nasional.

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021