... tidak menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alat politis yang justru bertentangan dengan ketentuan konstitusi, di antaranya munculnya isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden...
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, menyebut melaksanakan konstitusi secara konsisten lebih mendesak dibanding melakukan amendemen UUD 1945.

"Melaksanakan ketentuan konstitusi secara konsisten lebih mendesak dan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dibanding melakukan amandemen UUD 1945," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

HNW, sapaan akrab dia menyatakan, meskipun UUD 1945 membuka ruang bagi amendemen dengan pemenuhan persyaratannya, namun akan lebih baik jika lembaga-lembaga negara dan energi bangsa difokuskan untuk bergotong royong melaksanakan ketentuan konstitusi yang mendesak dan belum terpenuhi, seperti menyelamatkan dan melindungi seluruh bangsa Indonesia dari dampak negatif pandemi Covid-19.

Baca juga: F-PAN DPR: Perubahan konstitusi jangan untuk tujuan sesaat

Itu seharusnya menjadi fokus yang perlu segera dimaksimalkan, ujarnya.

Menurut dia, peringatan Hari Konstitusi yang jatuh pada hari ini harus menjadi pengingat dan penyemangat bagi lembaga-lembaga negara untuk serius, fokus dan jujur melaksanakan ketentuan-ketentuan di dalam UUD 1945.

Hal itu termasuk dengan tidak menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alat politis yang justru bertentangan dengan ketentuan konstitusi, di antaranya munculnya isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden hingga perubahan waktu pemilu dan pilkada serentak ke 2027 dengan dalih pemberlakukan PPKM serta TPS yang disebut akan ditutup.

"Bila wacana ini benar-benar dilaksanakan, maka akan terjadi pelanggaran konstitusi," kata dia.

Baca juga: Pakar hukum minta MPR mempertimbangkan urgensi amendemen UUD 1945

Ia mengakui terdapat rekomendasi dari MPR periode sebelumnya yang menginginkan dilakukannya kajian untuk menghadirkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) maupun Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Akan tetapi, lanjut dia, masih belum disepakati apakah harus diimplementasikan melalui amendemen UUD 1945 atau cukup melalui UU atau Revisi UU yang ada.

Oleh karena itu, hingga kini belum ada usulan konstitusional sesuai ketentuan pasal 37 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu diajukannya usulan tersebut oleh sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR secara tertulis.

Baca juga: NasDem: Amendemen UUD 1945 berpotensi buka kotak Pandora

"Apalagi belum ada kesepakatan di antara semua fraksi dan utusan DPD di MPR untuk melakukan amendemen UUD 1945 sekalipun terbatas," kata dia.

Sementara itu, HNW juga mengapresiasi KPU yang telah mengklarifikasi atas isu mundurnya pemilu, pilpres, dan pilkada serentak ke 2027 dan menyatakan agenda tersebut akan tetap dilaksanakan pada 2024.

Ia menyatakan, semua negara demokratis menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres sesuai konstitusi masing-masing, tanpa menundanya dengan dalih Covid-19.

Baca juga: Tolak amendemen UUD, GIAD khawatir ada "bola liar"

Ia mencontohkan Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Iran menjadi negara demokratis yang tetap menyelenggarakan pemilu tanpa terhambat pandemi Covid-19.

"KPU juga sudah punya pengalaman Pilkada Serentak 2020, tentunya makin tidak ada alasan konstitusional untuk mengundurkan pemilu, pilpres dan pilkada hingga 2027,” kata dia.

Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021