Yogyakarta (ANTARA News) - Pemberian kompensasi rumah warga yang rusak akibat bencana Gunung Merapi akan dilakukan setelah status "awas" gunung ini turun menjadi "siaga".

"Pemerintah akan memberikan kompensasi rumah warga yang rusak akibat erupsi Gunung Merapi antara Rp1 juta hingga Rp15 juta," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, di Yogyakarta, Senin.

Ia mengatakan nilai kompensasi tergantung kerusakan masing-masing rumah. "Pemberian kompensasi akan dilakukan jika status "awas" Merapi telah diturunkan menjadi "siaga", sedangkan tanggap darurat dihentikan, diganti menjadi rekonstruksi dan rehabilitasi bencana," katanya.

Menurut dia, rumah rusak berat nantinya diberi stimulus Rp15 juta per rumah, rusak sedang Rp10 juta per rumah, dan rusak ringan Rp1 juta per rumah.

"Pelaksanaan pembayaran kompensasi rumah rusak menggunakan anggaran pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan BNPB," katanya.

Syamsul mengatakan rumah yang rusak total dan tidak mungkin dihuni lagi, maka warga pemilik rumah akan ditampung di lokasi penampungan sementara selama tiga bulan dan biaya hidup ditanggung pemerintah.

Berdasarkan rapat koordinasi dengan jajaran terkait beberapa waktu lalu di kantor gubernur diputuskan jika status Gunung Merapi sudah turun menjadi siaga dan tanggap darurat sudah hentikan diganti menjadi rekonstruksi dan rehabilitasi, maka yang pertama akan dilakukan adalah memberikan hunian (shelter) sementara terutama kepada mereka yang rumahnya sudah tidak bisa dihuni, katanya.

"Untuk infrastruktur yang rusak seperti jalan dan jembatan, maka pemerintah akan melakukan perbaikan dengan dikoordinir Kementerian Pekerjaan Umum, sekolah rusak akan diperbaiki Kementerian Pendidikan Nasional, dan tempat ibadah rusak diperbaiki Kementerian Agama," katanya.

Ia mengatakan semuanya akan dikompilasi bersama yang kemudian disampaikan secara prosedural dengan data standar untuk pengajuan anggaran kebutuhan kepada Menteri Keuangan.

Sementara itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyiapkan model rumah hunian sementara untuk para korban bencana letusan Gunung Merapi yang rumahnya hancur dan rusak parah.

"Kami akan membangun 87 rumah untuk pengungsi warga Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi yang dipilih berada di areal lahan Purwomartani, Sleman," kata arsitek dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ikaputra, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, model hunian sementara itu sebagai solusi melihat aktivitas Merapi belum kunjung selesai. Aktivitas Merapi sudah berhenti pun, mereka juga belum tentu bisa menempati rumahnya kembali.

"Lahan yang diperlukan untuk membangun hunian sementara itu seluas 1,5 hektare untuk 87 kepala keluarga. Masing-masing kepala keluarga akan menempati lahan seluas 150 meter persegi," katanya.

Ia mengatakan model rumah yang akan dibangun dengan menggunakan bahan dasar kayu atau bambu, lengkap dengan lahan pekarangan untuk mendukung aktivitas peternakan dan pertanian.

"Luas areal rumah 18 meter persegi, sedangkan sisa lahan untuk kandang dan pekarangan, karena lebih dari setengah pengungsi memiliki ternak. Jadi mereka bisa tinggal sambil memberi makan sapinya, sambil menunggu rumah mereka dibangun kembali," katanya.

Menurut dia, untuk mendukung aktivitas pengungsi selama menempati rumah hunian sementara itu, UGM akan melibatkan tim dari fakultas seperti Fakultas Kehutanan, Peternakan, Kedokteran Hewan, Ekonomika dan Bisnis, dan Ilmu Budaya.

"Beberapa fakultas akan mengadakan pelatihan dan pemberdayaan bagi para pengungsi. Nanti akan ada kandang ternak, pembuatan biogas, dan aktivitas ekonomi lainnya," katanya.

Ia mengatakan pembuatan 87 rumah hunian sementara tersebut menelan biaya sebesar Rp783 juta untuk model rumah bambu, dan Rp1,56 miliar untuk model rumah hunian kayu. "Kami perkirakan untuk satu rumah dari bahan bambu memakan biaya Rp9 juta per unit, sedangkan untuk rumah bahan kayu Rp18 juta," katanya.

Menurut dia, pembangunan rumah hunian sementara itu sedang diusulkan ke pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk ditindaklanjuti. Namun demikian, UGM terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait kebijakan pembangunan rumah hunian sementara bagi para pengungsi. "Kami secepatnya akan mengerjakan rumah hunian sementara, karena lebih layak untuk ditempati," katanya.

Ia mengatakan tidak mudah untuk merelokasi pengungsi dari tempat tinggal mereka semula. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan arif dari pemerintah terhadap masyarakat yang sudah puluhan tahun menempati daerah yang kini berada di zona rawan bencana Merapi.

"Rumah hunian sementara merupakan salah satu solusi untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi pengungsi yang rumahnya kini sudah tidak bisa ditempati lagi," katanya.



Bantu pakan ternak

Relawan Disaster Response Unit Universitas Gadjah Mada dan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengirimkan bantuan pakan ternak di beberapa lokasi pascaletusan Gunung Merapi.

"Bantuan pakan ternak itu dikirim ke beberapa lokasi di Dusun Turen, Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," kata Koordinator Relawan Disaster Response Unit (Deru) UGM Fiqri Yudha Adam, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, pengiriman bantuan pakan ternak hijauan itu diangkut dengan dua mobil patroli polisi menuju lokasi peternakan. Distribusi pakan yang ditargetkan untuk 130 kambing peranakan ettawa (PE) tersebut dimaksudkan agar ternak tidak kelaparan karena ditinggal mengungsi oleh pemiliknya. "Sasaran kegiatan itu adalah kelompok peternak Sakinah yang beranggotakan 35 peternak yang berlokasi di Dusun Turen," katanya.

Ia mengatakan pemberian pakan ternak itu akan diadakan secara rutin sampai bencana erupsi Merapi selesai atau selama anggota kelompok ternak kambing PE Sakinah masih berada di posko pengungsian. "Upaya ini diharapkan dapat memberikan efek positif pada kondisi ternak kambing PE yang pada akhirnya juga akan berdampak pada peningkatan perekonomian peternak," katanya.

Anggota kelompok peternak kambing PE Sakinah, Suparno mengatakan sebelumnya para peternak di daerah tersebut tidak pernah mendapat pasokan pakan ternak.

Menurut dia, erupsi Merapi menyebabkan kambing mengalami stres yang ditandai dengan berkurangnya nafsu makan dan tidak bergerak aktif. Seekor kambing bahkan mati karena stres yang berkepanjangan.

"Selama ini kami mengusahakan pakan dari hijauan sekitar yang dicuci terlebih dulu. Pakan ternak yang berasal dari hijauan sekitar biasanya diusahakan sekitar dua sampai tiga hari sekali dalam jumlah yang sangat terbatas," katanya.

Sementara itu, sejumlah tempat pengungsi korban bencana Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, hingga kini belum memperoleh bantuan dari pihak mana pun, dan kalau ada jumlahnya sedikit.

"Memang masih ada beberapa tempat penampungan pengungsi belum mendapatkan bantuan, dan jika ada bantuan, jumlahnya sangat minim. Bahkan tempat tersebut juga belum tersentuh pemberitaan media massa," kata salah seorang relawan bencana Merapi, Adit, di Yogyakarta, Senin.

Ia menyebut contoh di Pengungsian Posko Bulog Magelang dan Purworejo, dengan pengungsi sebanyak 3.000 orang masih membutuhkan bantuan di antaranya perlengkapan shalat, makanan dan minuman bayi/anak, perlengkapan mandi, serta biskuit.

Sementara itu, di pengungsian Desa Jetis, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, masih membutuhkan bantuan mi instan, susu balita, pampers bayi, pembalut, sampo, obat mata, serta makanan kering.

Sedangkan di pengungsian Desa Kebondalem Lor, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, memerlukan bantuan antara lain berupa alat tulis bagi siswa sekolah, perlengkapan bayi, tikar dan selimut, perlengkapan shalat, pakaian dalam wanita dan laki-laki. "Selain itu, juga masih dibutuhkan bahan mentah dapur umum antara lain bahan lauk pauk, sayuran dan bumbu, gula pasir serta buah-buahan," katanya.

Menurut dia, pengungsian Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), juga masih kekurangan logistik bagi penghuninya.

Padahal, di pengungsian setempat menampung 4.095 jiwa yang tersebar di 15 lokasi yang meliputi titik utama di balai desa setempat sebanyak 1.423 jiwa, dan 168 balita. "Sejumlah pengungsian itu mengharapkan uluran tangan masyarakat untuk memberikan bantuan guna memenuhi kebutuhan mereka," kata Adit.



100 celengan

Masyarakat Anti Korupsi Yogyakarta bersama sejumlah seniman, Senin, menggelar aksi menghimpun dana untuk korban letusann Gunung Merapi melalui 100 celengan raksasa berbentuk binatang yang diletakkan di titik nol kilometer Kota Yogyakarta.

"Celengan-celengan yang telah dilukis itu dimaksudkan untuk menghimpun dana guna disumbangkan bagi para pengungsi korban Merapi," kata Spesialis Pendidikan, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Adhi Setyo Tamtomo di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, seluruh hasilnya akan diserahkan ke PMI untuk kemudian disalurkan bagi membantu para korban Merapi. "Seluruh dana bantuan masyarakat yang masuk ke celengan-celengan tersebut akan disumbangkan semuanya untuk pengungsi bencana letusan Gunung Merapi, tidak ada sepeserpun yang dikurangi," katanya.

Pemasangan 100 celengan raksasa itu secara simbolis dilakukan GKR Hemas di depan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret kota pendidikan tersebut.

"Penggalangan ini merupakan wujud solidaritas dan kepedulian yang dialami oleh orang lain di tengah berkesusahan. Kegiatan ini juga merupakan simbol bahwa Yogyakarta selain sebagai kota budaya dan pendidikan merupakan kota toleransi," katanya.

Menurut dia, dengan penggalangan dana ini berapa nilai bantuan masyarakat yang terkumpul bukan merupakan soal utama, namun yang terpenting sebagai pendidikan untuk menanamkan rasa solidaritas dan kejujuran masyarakat.

"Pemajangan 100 celengan selama satu bulan penuh itu, hendaknya masyarakat Yogyakarta bisa ikut menjaga bersama. Melalui kerja sama dengan KPK diharapkan bisa terus dikawal dan diawasi. Masyarakat juga dilatih senantiasa jujur dan menjaga apa yang telah menjadi amanat bersama," katanya.

Sementara itu, koordinator kegiatan Samuel Indratma menambahkan, 100 buah celengan ini dibuat oleh 100 seniman muda Yogyakarta yang kebanyakan masih duduk di bangku sekolah menengah.

"Sekecil apapun dana yang terkumpul, diharapkan dapat sedikit meringankan beban saudara kita yang menjadi korban bencana Merapi. Karena hikmah dibalik bencana ini ternyata bisa menjadikan sisi kemanusiaan kita terketuk," katanya.

Direktur Anti Corruption Student Community (ACSC) Herman Abdurrahman mengatakan, penggalangan bantuan melalui celengan ini terinspirasi dari gerakan solidaritas nasi bungkus warga Daerah Istimewa Yogyakarta terkait penderitaan warga lereng Merapi yang mengungsi.

"Gerakan solidaritas ini harus diacungi jempol dan diapresiasi terlebih Yogyakarta dikenal sebagai kota yang multikultur. Betapa tingginya rasa kemanusiaan dan empati warga Yogyakarta tanpa melihat agama, golongan atau apapun juga," katanya.

Herman mengatakan, pihaknya mengajak warga Yogyakarta kembali melakukan aksi solidaritas dengan memasukkan uang di celengan raksasa yang terpasang di titik nol.

"Mau seratus rupiah, seribu rupiah atau berapapun silakan. Bukan jumlahnya, namun rasa solidaritas yang dipentingkan, kami berharap uang yang dimasukkan ke celengan untuk korban Merapi ini hendaknya jangan uang hasil korupsi," katanya.

Bantuan yang dimasukkan dalam celeng raksasa itu betul-betul berdasarkan hati nurani dan dari jerih payah sendiri tanpa merugikan orang, dilandasi tulus serta ikhlas, demikian Herman.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, memberikan bantuan kepada para pengungsi korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bantuan berupa uang senilai Rp208.017.000, satu truk bahan kebutuhan pokok dan air mineral itu diserahkan Bupati Probolinggo Hasan Aminudin kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan Yogyakarta, Senin.

Hasan Aminudin mengatakan, bantuan dari masyarakat, termasuk guru dan siswa di Probolinggo itu sebagai ungkapan rasa prihatin atas peristiwa letusan Merapi yang menimpa warga DIY dan sekitarnya.

"Kami juga mengajak sejumlah guru agar mereka dapat bercerita tentang kondisi DIY akibat letusan Merapi dan penanganan pengungsi kepada para siswa yang telah mengumpulkan bantuan," katanya.

Sultan mengatakan, bantuan yang diberikan diharapkan dapat membangkitkan keinginan masyarakat korban bencana erupsi Merapi agar mempunyai kemauan bangkit kembali dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Menurut dia, bantuan itu dapat mendorong terbangunnya kebersamaan di antara warga untuk membangun masa depan. Kebersamaan merupakan kekuatan bangsa ini sebagai modal sosial.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan masyarakat Kabupaten Probolinggo atas bantuan yang diberikan. Bantuan itu sangat bermanfaat bagi para korban bencana erupsi Merapi yang saat ini tinggal di pengungsian," katanya.



Pindahkan titik logistik

Badan Nasional Penanggulangan Bencana memindahkan sebagian titik logistik pengungsi akibat perubahan zona radius aman dari puncak Gunung Merapi yang membuat para pengungsi banyak pulang rumah, padahal mereka tanpa dibekali logistik memadai.

"BNPB akan memindahkan sebagian titik logistik ke lokasi pengungsian awal karena adanya perubahan radius aman dari puncak Gunung Merapi," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, di Yogyakarta, Senin.

Sebelumnya Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menurunkan radius aman untuk tiga kabupaten di Jawa Tengah, yakni Boyolali menjadi 10 km, Magelang menjadi 15 km, dan Klaten menjadi 10 km, sedangkan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih dipertahankan radius 20 km karena kecenderungan dari guguran lava ditaksir masih memiliki daya.

Dengan adanya perubahan radius zona aman dan pergerakan pengungsi kembali ke rumah masing-masing, kata dia, maka memunculkan konsekuensi adanya pemindahan titik-titik logistik.

"Kami meminta bantuan kendaraan dari TNI, Polri, dan pemda untuk mengantar pengungsi dan menyalurkan logistik ke titik-titik yang lama," katanya dalam siaran pers di Media Center Tanggap Darurat Bencana Merapi Yogyakarta.

Ia mengaku mengalami kesulitan untuk melacak pergerakan kalangan pengungsi secara keseluruhan karena hingga Senin (15/11) aparat TNI dan Polri masih kesulitan memberi laporan.

Sebenarnya pergerakan para pengungsi dapat diketahui, katanya, namun ke titik mana saja sulit dilacak. "Ini yang masih dicari. Mungkin pengungsi pulang ke rumahnya masing-masing karena radius aman sudah diperpendek," katanya.

Dia mengatakan waktu pendataan lokasi daerah yang aman ditempati kemungkinan ditambah namun jumlah titik pengungsian tidak berubah. Jumlah pengungsi berubah, namun jumlah titik pengungsian tidak berubah.

Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta dengan tegas masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana Merapi dan saat ini mengungsi untuk tidak kembali ke rumah sampai daerahnya dinyatakan aman.

"Sampai saat ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menetapkan status Gunung Merapi pada level `awas` dan daerah rawan bencana ditetapkan 20 kilometer dari puncak Merapi," kata Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Sleman Endah Sri Widiastuti, Senin.

Menurut dia, Pemkab Sleman mengerti bahwa masyarakat Sleman yang tengah mengungsi selama lebih dari dua minggu ini mengalami kejenuhan dan ingin sekali segera pulang ke rumah masing masing. "Namun demi keamanan dan keselamatan, masyarakat diharapkan bersabar dan tetap berada di pengungsian," katanya.

Ia mengatakan, masyarakat Sleman harus akrab dan hidup berdampingan dengan Gunung Merapi. "Marilah kita sadari dan kita terima dengan ikhlas erupsi Merapi yang selalu berulang ini sebagai sebuah konsekuensi hidup di dekat gunung berapi yang teraktif di dunia. Marilah kita berdoa semoga periode erupsi Merapi tahun 2010 ini segera berakhir, dan Gunung Merapi kembali normal," katanya.

Endah mengatakan, warga yang mengungsi diharapkan tetap mengikuti imbauan pemerintah agar tidak memasuki daerah rawan bencana. "Aparat keamanan memang selalu berjaga jaga di setiap jalan masuk ke daerah rawan bencana, agar warga tidak memasuki daerah rawan bencana. Hal tersebut dilakukan demi keselamatan masyarakat," katanya.

Polda Daerah Istimewa Yogyakarta memperketat jalan yang digunakan pengungsi bencana Merapi yang memaksa pulang ke rumah, padahal wilayahnya termasuk kawasan rawan bahaya gunung itu atau dalam radius 20 kilometer.

"Kami memperketat penjagaan di jalur atau jalan yang menuju zona larangan dengan mengintensifkan petugas di lapangan, baik itu jalur utama maupun jalur alternatif (jalan tikus)," kata Kabid Humas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) AKBP Anni Pudjiastuti, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, dalam memperketat penjagaan jalur atau jalan menuju zona tidak aman yakni jarak kurang dari 20 kilomater dari puncak gunung, dengan menempatkan petugas selama Merapi masih dalam status "awas". "Kami juga telah mendapatkan tambahan mobil unit patroli sebanyak 30 unit kendaraan kabin ganda dengan awak sebanyak 22 personel," katanya.

Kendaraan tersebut, kata dia, tidak saja untuk membantu memperlancar arus lalu lintas, namun juga membantu proses pendistribusian logistif maupun evakuasi jika memang diperlukan.

Ia mengatakan seluruh Polsek yang dahulu masuk zona 20 kilometer juga disiapkan untuk menjaga daerahnya masih-masih agar warga tidak kembali ke rumah mereka saat Merapi masih sangat berbahaya.

"Petugas di masing-masing polsek sudah mengetahui jalan-jalan ataupun jalur alternatif yang digunakan warga untuk kembali ke rumahnya. Jika memang warga terpaksa harus kembali, maka petugas yang di jalan mengatasinya," katanya.

Anny mengatakan dalam kondisi yang masih sangat berbahaya ini, Polda DIY mengajak semua masyarakat yang tinggal di zona 20 kilometer untuk tetap menaati petunjuk dari pemerintah agar korban jiwa tidak bertambah akibat erupsi Merapi.

"Kami minta kesadaran masyarakat bahwa saat ini Merapi masih berbahaya, jika memang masyarakat mau naik karena ada barang logistik di atas, maka petugas kepolisian akan memfasilitasinya," katanya.



Pengusaha minta keringanan

Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengharapkan agar pemerintah memberi keringanan kepada para pengusaha mikro kecil yang menjadi korban letusan Gunung Merapi.

"Keringanan yang diharapkan dapat berupa pemutihan beban kredit bagi pengusaha yang terkena dampak langsung letusan Gunung Merapi," kata Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sarono Sri Soedarmo di Yogyakarta, Senin.

Selain itu, kata dia Hipmikindo juga mengharapkan pembebasan bunga kredit dan penangguhan jangka waktu pembayaran kredit. "Kami meminta pembayaran kredit ditangguhkan selama enam bulan terhitung sejak letusan pertama pada 26 Oktober 2010. Kami berharap bantuan diberikan kepada seluruh pelaku usaha yang terkena dampak letusan Gunung Merapi, tidak hanya kepda anggota Hipmikindo," katanya.

Ia mengatakan hingga saat ini belum terlihat inisiatifpemerintah maupun perbankan untuk membantu pengusaha mikro dan kecil yang usahanya ambruk terkena dampak letusan Merapi.

"Selama ini pemerintah hanya fokus untuk mengganti kerugian ternak warga, tetapi bantuan kepada pengusaha kecil dan mikro sepertinya belum terpikirkan," katanya.

Hipmikindo, kata dia mengharapkan pada awal tahun 2011 sudah ada kebijakan yang jelas dari pemerintah maupun perbankan tentang bantuan bagi pelaku usaha tersebut.

"Sehingga pada pertengahan tahun depan usaha mereka sudah dapat pulih. Kami juga akan mengadakan audiensi dengan Bank Indonesia Yogyakarta terkait hal ini," katanya.

Menurut dia saat ini banyak pelaku usaha yang sama sekali tidak dapat menjalankan usahanya selain karena kehilangan modal kerja, harta pribadi mereka juga tidak dapat diselamatkan. "Kerugian tentunya tidak sedikit, bahkan ada beberapa usaha sejak letusan pertama hingga hari ini belum beroperasi lagi," katanya.

Sementara itu, Perusahaan Listrik Negara Area Pelayanan Jaringan Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum bisa memastikan kerugian yang ditanggung akibat letusan Gunung Merapi.

"Kami belum diperbolehkan masuk ke zona merah untuk mendata kerusakan aset Perusahaan Listrik Negara (PLN) akibat letusan Gunung Merapi," kata Asisten Manager Hukum dan Humas PLN Area Pelayanan Jaringan (APJ) Yogyakarta FP Koesno di Yogyakarta, Senin.

Ia mengatakan total ada 186 trafo milik PLN di daerah rawan bencana letusan Gunung Merapi senilai Rp30 juta per trafo bertegangan 50 kilo voltampere.

"Di zona bahaya Gunung Merapi ada sebanyak 9.300 pelanggan, 26,99 kilometer sirkuit jaringan tegangan menengah, dua pemutus jaringan otomatis, 186 trafo, dan 15,11 kilometer sirkuit jaringan tengangan rendah," katanya.

Koesno mengatakan kerusakan terparah dialami Kecamatan Cangkringan, Turi, dan Pakem. Awan panas muntahan Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta melelehkan kawat listrik dan trafo. "Namun kerusakan tersebut belum dapat dikalkulasi kerugiannya mengingat daerah tersebut masih dalam kondisi awas," katanya.

Menurut dia, pihaknya masih menunggu instruksi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk dapat mengumpulkan data kerusakan aset PLN.

"Selain itu akibat abu vulkanik yang masih terus turun, kami terpaksa memutuskan aliran listrik di zona merah agar tidak menggangu kinerja gardu induk listrik yang berada di Kentungan dan Medari," katanya.

Terkait dengan putusnya arus listrik di kawasan tersebut, PLN APJ Yogyakarta tengah menunggu intruksi dari pusat terkait kebijakan pembayaran bagi warga yang berada di zona tersebut. "Untuk rumah-rumah yang roboh, kami akan membebaskan biaya pemasangan sambungan listrik. Kebijakan lainnya masih menunggu pusat," katanya.



Positif bagi pariwisata

Evaluasi status Gunung Merapi diharapkan dapat menjadi nilai positif pada sektor pariwisata Yogyakarta terkait pemahaman jarak aman ancaman awan panas.

"Evaluasi ini kami harapkan dapat membawa pemahaman yang benar bahwa Yogyakarta tetap aman untuk dikunjungi," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Pondok Wisata Kaliurang Christian Awuy, Senin.

Menurut dia, bahaya primer letusan Gunung Merapi itu awan panas, namun kini terdapat potensi lahar dingin di sekitar sungai yang berhulu di Merapi. "Kami rasa kalau berada di luar itu masih cukup aman dikunjungi," katanya.

Ia mengatakan, memang hingga kini kawasan wisata di Kaliurang, Turi dan Cangkringan masih tutup karena area kebun salak di Turi, hotel dan penginapan di Kaliurang serta sejumlah desa wisata di Cangkringan berada di kawasan zona rawan bahaya yaitu 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi. "Saat ini di Kaliurang ada sekitar 280 pondok wisata dan penginapan dengan 3.000 kamar yang tutup sejak erupsi Merapi, Selasa (26/10)," katanya.

Christian mengatakan, pelaku wisata di kawasan lereng Merapi berharap masyarakat bisa memaklumi kondisi bahaya saat ini. "Kami juga sudah menyiapkan aneka program dalam upaya pemulihan dan promosi wisata di Sleman, kami tidak bisa buka karena ancaman Merapi masih tinggi, tapi sudah ada rencana kerja bakti membersihkan area wisata jika nanti evaluasi status Merapi diturunkan," katanya.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tazbir mengatakan sebenarnya penutupan objek wisata memang hanya dilakukan untuk kawasan yang berada dalam zona bahaya. "Kami bersama insan pariwisata dari unsur pemandu wisata, perhimpunan hotel dan restoran, forum silaturahmi pariwisata, travel agen dan lain-lain telah membentuk media center untuk memberikan informasi yang tepat soal kondisi pariwisata terkini," katanya.

Ia mengatakan, wisatawan masih bisa berkunjung ke Candi Prambanan dan Ratu Boko, Keraton Yogyakarta dan berbagai objek museum yang hingga kini masih terbuka untuk umum. "Setelah dua pekan proses erupsi Merapi, Kota Yogyakarta dan sekitarnya selalu diguyur hujan deras. Kondisi itu membantu pembersihan beberapa ruas jalan di pusat kota dari debu vulkanik," katanya.

Tazbir mengatakan, sejumlah titik tujuan wisatawan seperti Malioboro juga sudah kembali normal, hanya akses Bandara Adisutjipto saja yang masih menunggu evaluasi terkait status Merapi terkini.

"Kami ingin kabarkan kepada masyarakat, Yogyakarta masih aman dikunjungi dan silakan datang lagi ke Yogyakarta, termasuk melihat proses erupsi Merapi dalam jarak aman," katanya.



Belum beroperasi

Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta sampai dengan Senin (15/11) masih belum beroperasi sejak ditutup pada 5 November akibat adanya abu vulkanik letusan Gunung Merapi.

"Kami masih menunggu kajian dan keputusan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk keputusan kapan mulai beroperasinya bandara ini," kata Humas Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Isye Yuviana, Senin.

Menurut Isye Yuviana , penutupan Bandara Adisutjipto Yogyakarta memang antara 5 November hingga 15 November pukul 18.00 WIB. "Pada 8 November Bandara sempat dibuka pada pukul 08.00 WIB. Namun pada pukul 14.00 WIB kembali ditutup hingga 15 November pukul 14.00 WIB," katanya.

Ia mengatakan, saat ini pada prinsipnya Bandara Adisutjipto Yogyakarta siap untuk menerima penerbangan baik kedatangan maupun keberangkatan.

"Kondisi Bandara Adisutjipto saat ini aman dan layak untuk kegiatan penerbangan dan kami siap untuk melakukan aktivitas penerbangan. Pada intinya kami saat ini sudah sangat siap" katanya.

Isye mengatakan pada penerbangan reguler setiap hari rata-rata terdapat 43 penerbangan domestik untuk kedatangan dan 43 keberangkatan domestik serta tiga penerbangan internasional untuk keberangkatan maupun kedatangan.

"Sedangkan rata-rata jumlah penumpang mencapai 5.000 orang untuk kedatangan dan keberangkatan penerbangan domestik serta 350 penumpang untuk kedatangan maupun keberangkatan internasional," katanya.

Sejumlah karyawan Bandara Adisutjipto Yogyakarta terlihat membenahi beberapa bagian dari terminal bandara seperti perbaikan lampu-lampu. Sedangkan gerai-gerai di area terminal Bandara Adisutjipto Yogyakarta juga banyak yang masih tutup.



Titik api diam

Sementara itu, titik api diam di puncak Gunung Merapi semakin sering terekam dalam dua hari terakhir, kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, titik api diam terekam dari dua kamera CCTV yang dipasang di Pos Pengamatan Deles, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, serta Museum Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Titik api diam tersebut dilaporkan dapat diamati saat cuaca di puncak Merapi cerah, yaitu selama sekitar satu jam pada pukul 03.19 - 04.28 WIB.

Pada Minggu (14/11) titik api diam dapat teramati sepanjang dini hari serta pukul 17.55 hingga pukul 18.00 WIB, dan kamera CCTV dari Deles Klaten kembali merekam adanya titik api diam pada pukul 18.50 WIB.

Selain adanya titik api diam, pengamatan visual dari sejumlah pos pengamatan juga terlihat asap putih keabuan hingga kecoklatan dengan tinggi kolom asap 800 meter yang condong ke barat laut.

Masyarakat di sekitar Gunung Merapi, kata dia juga tidak lagi mendengar suara gemuruh, namun hujan abu masih terjadi di Pos Pengamatan Ketep (Jawa Tengah) sekitar pukul 06.58 WIB.

Berdasarkan data pengamatan aktivitas seismik Gunung Merapi pada Senin pagi dilaporkan terjadi empat kali gempa vulkanik, delapan kali guguran dengan gempa tremor secara beruntun, namun tidak disertai luncuran awan panas.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, luncuran awan panas terjauh terjadi di Kali Gendol yaitu mencapai 14 kilometer, Kali Bebeng (11,5 kilometer), dan Kali Boyong (10 kilometer).

Sementara itu, jarak luncur awan panas ke sungai-sungai lainnya antara lima hingga delapan kilometer. Luncuran awan panas terpendek terjadi di Kali Trising, Kabupaten Magelang (Jateng) sejauh tiga kilometer.

Badan Geologi juga telah mengubah radius rawan bahaya letusan Gunung Merapi untuk tiga kabupaten di Jateng, yaitu Klaten dan Boyolali menjadi 10 kilometer, dan Magelang sejauh 15 kilometer, sebelumnya sejauh 20 kilometer. Sedangkan untuk Kabupaten Sleman (DIY) tetap dipertahankan pada radius 20 kilometer.

Namun demikian, Badan Geologi masih memberikan catatan bahwa untuk daerah yang berada dalam jarak 300 meter dari bibir Kali Krasak dan Kali Woro, tetap dalam radius 20 kilometer dari puncak Merapi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Geologi telah memasang alat deteksi dini banjir lahar di tiga sungai yang berhulu di Gunung Merapi, yaitu Kali Gendol, Kali Kuning, dan Kali Boyong. (V001*E013*B015*H008*ANT-158*/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010