Jadi, jadi masih banyak kesempatan
Jakarta (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta mendorong pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki laporan keuangan karena menjadi salah satu syarat untuk mengakses kredit di perbankan.

"Serapannya saat ini baru mencapai sekitar Rp11 triliun atau delapan persen dari total kredit di Ibu Kota mencapai Rp138 triliun. Jadi, jadi masih banyak kesempatan,” kata Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta Onny Widjanarko dalam diskusi pengelolaan keuangan UMKM di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan pemerintah mematok realisasi kredit UMKM mencapai 20 persen, sehingga ruang pembiayaan untuk pelaku usaha tersebut masih besar.

Onny menjelaskan pengelolaan keuangan dalam bentuk laporan keuangan tersebut menentukan kelayakan UMKM mendapatkan pembiayaan dari lembaga jasa keuangan.

Sedangkan pembiayaan merupakan salah satu indikator utama untuk menjamin kelangsungan operasional usaha dan memenuhi kapasitas produksi, selain pemasaran.

Baca juga: Optimalisasi kredit UMKM solusi pulihkan ekonomi Jakarta dari pandemi

“UMKM harus mencatat pengeluaran dan pemasukan dan dipisahkan catatan perusahaan dengan keluarga. Kalau tercampur agak repot. Padahal, kalau ingin pembiayaan, yang dibutuhkan adalah data atau pencatatan keuangan,” ucapnya.

Untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik, lanjut dia, pelaku UMKM memerlukan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang valid juga.

Bank sentral ini, kata dia, memiliki aplikasi “Siapik” atau Sistem Informasi Aplikasi Keuangan yang bisa diakses di laman Bank Indonesia.

Selain itu, ia juga mendorong pelaku UMKM menerapkan transaksi keuangan digital menyesuaikan kondisi saat yang serba cepat dan praktis tapi tetap aman.

“Saya kira banyak aplikasi termasuk BI, semoga aplikasi ini membantu UMKM untuk melakukan pencatatan,” imbuhnya.

Baca juga: OJK DKI optimistis kinerja UMKM segera pulih

Ke depan, ia memperkirakan untuk mendapatkan kredit, agunan tidak lagi menjadi acuan utama, namun lebih berdasarkan kepada semua transaksi digital yang tercatat, seperti yang sudah diterapkan di Thailand.

“Jadi, kreditnya berdasarkan transaksi. Tadinya kredit berdasar agunan, berubah berdasarkan transaksi keuangan,” katanya.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021