Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyelesaikan dan mengumumkan hasil penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam setiap operasi pemberantasan teroris yang dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88.

"Kami akan investigasi sampai akhir bulan ini," kata Komisioner Komnas HAM Saharuddin Daming dalam diskusi tentang investigasi operasi Densus 88 di Auditorium Adhiyana, Perum LKBN ANTARA, Jakarta, Kamis.

Saharuddin menjelaskan, Komnas HAM telah menerima sejumlah laporan tentang dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Densus 88.

Pada akhirnya, rapat paripurna Komnas HAM sepakat untuk membentuk tim investigasi dugaan pelanggaran HAM tersebut. Investigasi dilakukan selama tiga bulan, sejak September 2010.

Berdasar laporan awal, kata Saharudin, ada indikasi pelanggaran HAM berat dalam setiap operasi pemberantasan teroris yang dilakukan oleh Densus 88.

"Apa yang terjadi pada penyergapan oleh Densus terhadap mereka yang dituding terkait aksi teror diduga merupakan pelanggaran HAM berat," katanya.

Saharuddin tidak menjelaskan secara rinci bentuk pelanggaran HAM yang dimaksud. Namun dia menegaskan ada dugaan pelanggaran Undang-undang nomor 5 tahun 1998 tentang ratifikasi konvensi PBB tentang anti penyiksaan.

Anggota tim investigator operasi Densus 88 di Medan, Sumatera Utara, Harits Abu Ulya juga mengatakan ada kesalahan dalam setiap kegiatan Densus.

Selain dugaan pelanggaran HAM dalam bentuk aksi kekerasan, Harits juga menduga terjadi sejumlah kesalahan penangkapan atau penembakan dalam setiap operasi.

Dia mencontohkan, telah terjadi sejumlah kesalahan penangkapan dan penembakan dalam operasi pemberantasan teroris di Medan, Sumatera Utara.

Harits menyebut hal itu sebagai kesalahan karena beberapa orang yang ditangkap tidak memiliki motif politik atau agama.

"Motif ekonomi lebih besar daripada motif politik," kata Harits yang mengaku melakukan investigasi selama sepuluh hari pada Oktober 2010 itu.

Dia menegaskan, aksi perampokan bank CIMB Niaga di Sumatera Utara beberapa waktu lalu adalah murni aksi kriminal atas alasan ekonomi, bukan terorisme.

Hizbut Tahrir Indonesia yang menjadi penyelenggara diskusi tersebut juga mengundang Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Ito Sumardi.

Namun, berdasar keterangan pihak panitia, Ito tidak bisa hadir.(*)
(T.F008/D011/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010