Untuk persiapannya sendiri, ya, sudah seratus persen siap, baik secara fisik maupun mental
Jakarta (ANTARA) - Memenangi empat medali pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XIV Riau 2012, termasuk satu emas di nomor gaya punggung 100m, seolah menjadi menjadi titik balik Jendi Pangabean sebagai seorang atlet para-renang.

Pria kelahiran Muara Enim, Sumatera Selatan, 30 tahun silam itu mengingat keberhasilannya pada ajang tersebut sebagai buah dari pengorbanan dan kerja keras selama dua tahun.

Jendi juga mengingat saat itu dia, yang berusia sekitar 21 tahun, ingin menunjukkan kemampuan dirinya kepada mereka yang meremehkan dia sebagai penyandang disabilitas.

Baca juga: Tim para-renang Indonesia belum bisa latihan maksimal di Tokyo

Kembali ke beberapa tahun sebelumnya ketika berusia 12 tahun, menurut situs resmi Paralimpiade, Jendi harus kehilangan kaki kirinya setelah mengalami kecelakaan. Dia terlempar dari sepeda motor dan kaki kirinya terluka parah.

Saat itu, menurut Jendi, dia dalam keadaan sadar dan melihat kondisi kakinya yang hancur. Dia kehilangan banyak darah sehingga dokter memutuskan untuk mengamputasi kaki kiri Jendi.

Kehilangan kaki kiri tidak membuat Jendi lantas merasa cemas atau pun kurang percaya diri, namun saat dia beranjak dewasa perasaan insecure tersebut -- istilah yang sering dipakai Gen Z saat ini -- muncul.

"Awalnya, saya baik-baik saja dengan satu kaki hingga saat duduk di bangku SMA," kata Jendi. Dia sadar dengan apa yang dia sebut "kekurangannya" itu.

Namun, Jendi tak tenggelam dengan keadaan. Dia berhasil bangkit membangun kepercayaan diri ketika dia mengetahui cabang olahraga para-renang.

Baca juga: Jendi Pangabean bertekad perbaiki prestasi di Paralimpiade Tokyo 2020

Olahraga renang memang telah menjadi kegemaran Jendi sejak kecil. Dia berenang di sungai saat masih berada di kampung halamannya.

Pada 2008 dia mulai menekuni para-renang saat dia pindah ke Palembang dengan bergabung bersama klub renang Lumban Tirta. Latihan di klub tersebut tidak memisahkan perenang disabilitas, yang justru membuat Jendi menjadi termotivasi.

Sempat menempuh pendidikan manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Tridinanti Palembang, Jendi kemudian memutuskan untuk fokus pada para-renang pada semester kedua karena jadwal latihan yang bertabrakan dengan kelas kuliah.

Keputusan tersebut mungkin membuat orang tua Jendi kecewa, namun dia berhasil membuktikan kepada kedua orang tuanya bahwa dia dapat berprestasi.

Perjuangan Jendi mulai berbuah manis ketika dia meraih 2 emas, 1 perak dan 1 perunggu pada Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XIV Riau 2012, pencapaian yang mengantarkannya masuk ke pemusatan latihan nasional atau pelatnas.

Baca juga: Tiga perenang paralimpiade nasional berlaga di Italia

Kian cemerlang
Jendi, yang saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia -- sebelumnya pernah bekerja di Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Selatan -- mulai menjadi sorotan ketika bertanding pada ASEAN Para Games 2013 Myanmar.

Pada perhelatan multievent Asia Tenggara tersebut, Jendi berhasil mengemas 2 emas dan 1 perak. Pada ASEAN Para Games 2015 di Singapura, Jendi kembali berhasil menyumbangkan 3 emas, 2 perak, dan 1 perunggu.

Nama Jendi kian melambung ketika dia berhasil membawa pulang lima medali emas sekaligus pada ASEAN Para Games 2017, yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, yakni pada nomor 400m gaya bebas, 100m gaya punggung, 200m gaya ganti, estafet 4×100m gaya bebas 34 point dan 4x100m gaya ganti 34 poin.

Setahun kemudian, dalam Asian Para Games 2018 Jakarta-Palembang, Jendi mendapatkan kepercayaan sebagai pembawa obor terakhir dalam pembukaan Asian Para Games 2018 setelah menerima obor dari atlet para-atletik Soeharto.

Dia terpilih menjadi sosok penyulut api kaldron dalam upacara pembukaan ajang olahraga khusus atlet penyandang disabilitas tingkat Asia itu, yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.

Jendi, yang menjadi salah satu tumpuan Indonesia di Asian Para Games 2018, berhasil menyumbangkan empat medali.

Pria yang mendapat julukan Aquaman itu menjadi yang tercepat di nomor 100 meter gaya punggung putra S9. Selain medali emas tersebut, Jendi juga mengantongi satu medali perak nomor 100 meter gaya kupu-kupu S9.

Baca juga: Sehat dan bugar bersama Jendi Pangabean

Koleksi medali Jendi untuk Asian Para Games 2018 bertambah dengan satu perunggu nomor 100 meter gaya bebas putra S9, dan satu medali nomor 4x100 meter gaya ganti estafet 34 poin.

Sementara itu, debut Jendi di pesta olahraga terbesar di dunia untuk atlet disabilitas terjadi di Paralimpiade Rio de Janeiro, Brazil pada 2016.

Ketika itu, Jendi turun di nomor 100m gaya punggung putra S9. Sayangnya, hasil yang didapatkan kurang memuaskan. Dia harus puas di peringkat keenam pada pertandingan tersebut.

Jendi akan kembali tampil pada nomor yang sama di Paralimpiade Tokyo 2020. Dia bertekad untuk memperbaiki pencapaiannya.

Sejauh ini, Jendi telah melakukan serangkaian persiapan dengan pelatnas yang telah berlangsung hampir satu tahun untuk memberikan penampilan terbaik di Tokyo. Dia pun mengaku sudah siap, baik secara fisik maupun mental.

"Untuk persiapannya sendiri, ya, sudah seratus persen siap, baik secara fisik maupun mental. Kalau perasaan sendiri agak deg-degan, karena tampil di ajang sebesar Paralimpiade tentu terasa sangat spesial," ujar Jendi.

Dengan koleksi emas yang dia kumpulkan beberapa tahun belakangan, juga serangkaian persiapan, bukan tidak mungkin bagi Jendi untuk membawa pulang medali Paralimpiade.

Jendi dijadwalkan tampil di Tokyo Aquatics Centre pada 30 Agustus 2021.

Baca juga: Jendi ingin pertahankan lima emas pada ASEAN Paragames 2020

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021