Saat penglihatannya mulai menurun ia tetap berjualan makanan siomay keliling kampung agar dapurnya tetap mengepul
Jakarta (ANTARA) - Hartoyo tampak duduk tenang di bangku kayu, meski sekelilingnya riuh dengan orang yang lalu lalang di lingkungan Kantor Kelurahan Nglorog kecamatan Sragen Jawa Tengah. Di depannya,tampak gerobak kayu yang masih baru.

Mengenakan baju koko yang dilapis jaket biru gelap serta celana abu-abu berbahan kain dan songkok rajut coklat muda di kepalanya,sepintas tidak ada yang berbeda dari fisik pria berusia 67 tahun itu.

Tidak lupa ia melengkapi penampilannya dengan masker kain hitam bercorak bunga putih,sebagai langkah mencegah penularan virus corona jenis baru penyebab COVIFF-19 yang menjadi pandemi saat ini.

Namun jika diperhatikan, matanya lebih sering fokus ke satu titik dan tidak terpancar emosi dari pupilnya. Mungkin bagi yang belum mengenal bapak empat anak itu, bisa jadi menganggapnya sama seperti orang kebanyakan.

Tapi Hartoyo telah kehilangan penglihatannya secara total sejak 2019, glaukoma telah merenggut cahaya dari matanya.

Meski kerusakan saraf mata memaksa Hartoyo hidup dalam kegelapan, tapi ia tidak mau menyerah. Saat penglihatannya mulai menurun ia tetap berjualan makanan siomay keliling kampung agar dapurnya tetap mengepul.

Ada seorang istri dan satu anak yang masih harus dinafkahi, sementara dua lainnya sudah berkeluarga dan seorang lagi diasuh oleh orang lain. Kondisi ekonomi yang terbatas memaksa Hartoyo untuk tetap bekerja di tengah keterbatasan penglihatan.

Sebagai kepala rumah tangga, ia tidak mau hanya berpangku tangan. Ia mencoba berjualan makanan sampai "angkringan" untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Hari-hari dilewati dengan berkeliling kampung bersama anaknya, menjajakan dagangan. Ia tidak mau meminta-minta berharap belas kasihan dan "menjual" keterbatasannya.

Kehidupan semakin sulit kala pademi COVID-19 melanda, Hartoyo tidak bisa lagi keliling berjualan dan terpaksa di rumah saja sejak awal 2020.

Istrinya yang ikut membantu perekonomian keluarga bekerja sebagai buruh cuci dan asisten rumah tangga juga mau tidak mau harus tetap di rumah karena penyebaran virus yang semakin merajalela.

Selama pandemi, keluarga Hartoyo hanya bertahan hidup dari beras bantuan pemerintah.

Pandemi telah memberikan dampak bagi seluruh sektor kehidupan masyarakat, banyak yang menganggur, ekonomi terpuruk bahkan banyak yang kehilangan anggota keluarga karena COVID-19.

Pemerintah juga membatasi berbagai kegiatan masyarakat di luar rumah untuk memutus rantai penyebaran virus SARS-CoV-2, sehingga semakin berdampak terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan harian di luar rumah.

Termasuk Hartoyo, ia mengaku sejak COVID-19 mewabah, perekonomian keluarganya yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin terpuruk, karena tidak bekerja dan tidak boleh keluar rumah.

"Nyari rezeki bisa ditunda, yang penting sehat makan seadanya," katanya.

Meski tidak tahu bagaimana bisa melanjutkan hari-hari di tengah pandemi, karena tidak punya pendapatan yang pasti, Hartoyo tetap mengikuti imbauan pemerintah untuk menjalankan protokol kesehatan dengan tetap di rumah saja.

Kepasrahan dan kesabaran Hartoyo berbuah manis dengan mendapatkan bantuan untuk modal usaha berupa gerobak angkringan dan perlengkapannya dari Kementerian Sosial. Sebagai penyandang disabilitas, ia mendapatkan bantuan dari Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi).

Ia berharap dengan bantuan angkringan tersebut, dapat mulai kembali berjualan sehingga ekonomi keluarganya membaik.

Program Atensi

 
Hartoyo, penyandang disabilitas netra yang mendapatkan bantuan kewirausahaan berupa "angkringan" dari Kementerian Sosial di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. (FOTO ANTARA/Desi Purnamawati)


Meski tidak normal seperti sebelum pandemi, namun roda kehidupan tetap harus berputar. Ekonomi harus tetap berjalan, dan yang utama, masyarakat perlu tetap makan dan bertahan di tengah ketidakpastian.

Beberapa langkah diambil pemerintah untuk menjamin masyarakat yang tidak mampu dan terdampak pandemi tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, melalui berbagai program bantuan sosial, baik yang reguler seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau Bansos Sembako dan bantuan khusus pandemi seperti Bantuan Sosial Tunai (BST) serta bantuan lainnya.

Begitu pula bagi mereka yang membutuhkan rehabilitasi sosial. Kementerian Sosial memberikan bantuan Asistensi rehabilitasi sosial senilai lebih dari Rp1,8 miliar secara simbolis bagi anak, penyandang disabilitas, tuna sosial dan lansia di Kabupaten Sragen, Wonogiri, Karanganyar dan Surakarta.

Bantuan tersebut antara lain, bantuan aksesibilitas berupa kursi roda, kruk, tongkat pintar, walker, buku braile dan lainnya. Selain itu juga diberikan bantuan kewirausahaan berupa ternak, angkringan dan konveksi.

Serta bantuan kebutuhan dasar berupa makanan, pakaian dan vitamin juga bantuan alat kesehatan seperti masker, cairan penyanitasi tangan dan disinfektan.

Menteri Sosial Tri Rismaharini terus berupaya memberikan semangat kepada masyarakat agar mereka dapat bertahan dan bisa keluar dari kemiskinan.

"Ayo semangat, semua bisa, asal kita yakin Allah SWT pasti akan memberikan yang terbaik," katanya saat bertemu dengan para penerima manfaat di Sragen, Jumat (20/8) 2021.

Meski diakui, di masa pandemi, bukan hanya berdampak kepada mereka yang sejak awal berada pada tingkat ekonomi paling rendah, bahkan banyak yang sebelumnya ekonomi cukup baik, turut terpuruk karena terpaksa di PHK.

Kecenderungan semakin kompleksnya permasalahan bagi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan pelayanan rehabilitasi sosial terlebih lagi dimasa pandemi.

Hal ini memerlukan penanganan secara terkoordinasi, terpadu dan terarah antarberbagai pihak.

Masih banyak Hartoyo-Hartoyo lainnya yang butuh uluran tangan dan perhatian dari pemerintah, meski tidak semua bisa ditangani, maka perlu peran dan kepedulian semua pihak.

Kepedulian itu menjadi modal sosial kita untuk lepas dari jerat keterpurukan akibat pandemi COVID-19 yang entah kapan berakhir.


Baca juga: Penyandang disabilitas di Aceh butuhkan perhatian saat COVID-19

Baca juga: Tuna netra yang terperosok di Stasiun Cikini trauma gunakan kereta

Baca juga: KBBI Braille kini tersedia untuk penyandang disabilitas netra

Baca juga: Anak-anak tunanetra pun miliki video catatan harian

 

Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021