PFB merupakan milestone dalam manajemen risiko bencana di Indonesia karena meningkatkan kapasitas pendanaan risiko bencana khususnya mitigasi bencana dan transfer risiko
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah meluncurkan pendanaan inovatif berupa dana bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB) melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana (Perpres 75/2021) pada 13 Agustus 2021.

“PFB merupakan milestone dalam manajemen risiko bencana di Indonesia karena meningkatkan kapasitas pendanaan risiko bencana khususnya mitigasi bencana dan transfer risiko,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu di Jakarta, Senin.

Skema inovatif ini diluncurkan mengingat analisis Bank Dunia pada 2018 menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 dari 35 negara yang menghadapi risiko terbesar akibat bencana alam.

Proses penanganan bencana di Indonesia mengalami kendala anggaran yakni dari hasil kajian Kementerian Keuangan disebutkan rata-rata nilai kerusakan langsung yang dialami dalam 15 tahun terakhir mencapai sekitar Rp20 triliun per tahun.

Di sisi lain, dana cadangan bencana dalam APBN untuk kegiatan tanggap darurat serta hibah rehabilitasi dan rekonstruksi bagi pemda masih di bawah nilai kerusakan yaitu sekitar Rp5 triliun sampai Rp10 triliun per tahun sejak 2004.

Oleh sebab itu, PFB yang memiliki dana kelolaan awal sekitar Rp7,3 triliun ini hadir untuk menutup celah pendanaan atau financing gap dan mempercepat proses penanganan bencana.

“Dengan demikian PFB akan menambah kapasitas pendanaan bencana pemerintah dari semula hanya terdiri dari dua sumber utama yaitu APBN dan APBD,” katanya Febrio.

PFB merupakan bagian dari Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI) yang memberi peluang pemerintah untuk mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD.

Pemerintah juga berpeluang memindahkan risikonya kepada pihak ketiga melalui pengasuransian aset pemerintah dan masyarakat.

PFB adalah instrumen pendanaan utama pada Strategi DRFI yang merupakan skema pengumpulan dana dari berbagai sumber yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan mitra pembangunan.

PFB akan dikelola secara otonom oleh sebuah Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Keuangan sehingga menggunakan prinsip kerja BLU berasaskan praktik bisnis yang sehat termasuk memiliki rencana bisnis anggaran dan standar pelayanan minimal.

Nantinya, PFB bisa memobilisasi dana dari berbagai sumber seperti alokasi APBN, hibah pemerintah daerah, mitra pembangunan, swasta dan masyarakat, trust fund, dan filantrofi.

Tak hanya itu, PFB juga dapat melakukan investasi dan akumulasi atas dana yang dihimpun untuk meningkatkan kesiapan pemerintah baik pada tahap prabencana dan darurat bencana maupun pascabencana termasuk transfer risiko.

“Ini sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh satuan kerja pemerintah biasa,” ujarnya.

Selain itu, PFB turut meningkatkan kapasitas pendanaan untuk kegiatan transfer risiko dalam rangka mengurangi kerugian yang ditanggung pemerintah dan masyarakat akibat bencana yang semula didanai oleh APBN dan APBD saja.

Hal ini terkait dengan peran PFB yang memfasilitasi pembelian premi asuransi perlindungan aset pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dengan memanfaatkan hasil pengelolaan dana.

Dalam dua sampai tiga tahun ke depan, PFB akan mendanai pembelian premi asuransi seluruh gedung atau bangunan milik Kementerian/Lembaga dan bergotong royong untuk co-financing dengan pemerintah daerah untuk pengasuransian aset daerah.

“Sehingga nilai kerusakan akibat bencana alam yang ditanggung pemerintah dapat ditekan,” tutupnya.

Baca juga: Luhut terus dorong pendanaan baru mitigasi bencana perubahan iklim
Baca juga: Kepala BNPB berharap anggaran penanggulangan bencana ditambah
Baca juga: Pemerintah siapkan anggaran penanganan bencana hingga Rp5 triliun

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021