Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Dr. Rudy Salahuddin, mengatakan pemerataan infrastruktur TIK menjadi kunci utama dalam menggerakkan ekonomi digital, baik di Indonesia maupun kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

"Tantangan terbesar adalah untuk memastikan bahwa infrastruktur TIK yang lengkap dapat terdistribusi secara merata dan adaptif," kata Rudy dalam seminar daring, Selasa.

Ia memaparkan, menurut Indeks Pengembangan dan Pemanfaatan TIK Indonesia 2020, skornya hanya 5,59 dari 10. Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang lebar dalam akses, pemanfaatan, dan skala TIK di seluruh negeri.

Lebih lanjut, tantangan lain yang harus dihadapi demi ekonomi digital dapat terdorong adalah adanya kesenjangan keterampilan digital.

"Indeks Daya Saing Global 2020 melaporkan bahwa Singapura memiliki skor terbaik di ASEAN, sementara Filipina dan Indonesia jauh di bawahnya. Indonesia membutuhkan setidaknya 9 juta talenta digital hingga 2030 atau 600 ribu talenta digital per tahun," paparnya.

Baca juga: BI prediksi transaksi digital banking capai Rp35.600 triliun pada 2021

Selain itu, digitalisasi UMKM juga menjadi tantangan berikutnya karena usaha mikro dan kecil adalah tulang punggung keseluruhan di ASEAN, di mana 75 persen UMKM mempertimbangkan peluang integrasi digital.

"Namun sayangnya, hanya 16 persen dari mereka yang telah menggunakan teknologi digital untuk mendukung bisnis mereka. Di Indonesia, baru 21 persen UMKM yang berpartisipasi dalam ekosistem digital. Apalagi, 88 persen usaha mikro Indonesia dilaporkan tidak punya tabungan dan kehabisan uang selama pandemi," kata Rudy.

Ia melanjutkan, UMKM tersebut membutuhkan teknologi untuk mengakses dukungan finansial dan operasional dalam mengamankan dan mengembangkan usahanya.

Selain hal-hal tersebut, Rudy mengatakan penting pula bagi pemerintah untuk memperhatikan kebijakan penting seperti misalnya soal keterbukaan dan privasi data.

"Terakhir, kebijakan penting seperti keterbukaan data dan privasi masih tertinggal di negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, semua pemerintah di kawasan perlu fokus pada kerangka regulasi yang dapat mendukung terciptanya lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi digital," ujarnya.

Baca juga: LKBN Antara: Promosi pariwisata tak bisa lepas dari cara digital

Baca juga: LKBN Antara: Pandemi tantangan pengembangan SDM ke arah digital

Baca juga: Sandiaga sebut ekonomi digital jadi kunci buka peluang usaha

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021