kiranya informasi ini bisa dijadikan kewaspadaan dan pertimbangan untuk melakukan langkah mitigasi
Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini  kekeringan meteorologis dengan kategori Awas dan Siaga di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko menyebutkan potensi kekeringan meteorologis tersebut berdasarkan monitoring Hari Tanpa Hujan (HTH) dengan kategori sangat panjang (31- 60 HTH) dan ekstrem panjang (lebih 60 HTH).

"Kategori Awas berpotensi di wilayah Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa), Nusa Tenggara Timur (Kabupaten. Alor, Kabupaten Belu, Kabupaten Flores Timur, Kotamadya Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Timortengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Timur)," ujar Urip dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa.

Baca juga: BMKG imbau 11 daerah di NTT waspadai dampak kekeringan meteorologis

Sementara wilayah dengan kategori Siaga dengan potensi kekeringan meteorologis berada di Jawa Timur (Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Situbondo), Bali (Kabupaten Buleleng, Kabupaten Karangasem), Nusa Tenggara Barat (Kabupaten Lombok Timur), Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada, Kabupaten Sumba Barat).

Lebih rinci Urip melaporkan beberapa wilayah di NTB dan NTT telah mengalami HTH dengan kategori sangat panjang dan ekstrem panjang.

Baca juga: BPBD Sampang sebut 11 kecamatan alami kekeringan

Kemudian daerah yang mengalami HTH sangat panjang berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, NTB dan NTT.

Sementara itu, wilayah yang mengalami HTH ekstrem panjang meliputi Lape (110), Soromandi (137), Wawo (84) Provinsi NTB dan wilayah Atambua/Motabuik (104), Bakunase (137), Balauring (74), Batuliti (125), Boentuka (91), Boru (79), Busalangga (61), Camplong (118), Fatubesi (136), Fatukmetan (65), Fatulotu (115), Kamanggih (135), Mamsena (94), Mapoli (137), Melolo (122), Naioni (118), Oemofa (136), Oepoi (138), Rambangaru (133), Solor Selatan (136), Stamet Mali (79), Wairiang (135) Provinsi NTT.

Baca juga: BPBD Gunung Kidul distribusikan 1.200 tangki air bersih

"Dengan mengacu pada monitoring kejadian hari kering berturut-turut di atas dan prediksi akan peluang hujan rendah (<20 mm/10 hari) terdapat indikasi potensi kekeringan meteorologis," kata Urip.

Dia menjelaskan dampak kekeringan meteorologis biasanya diikuti antara lain berkurangnya persediaan air untuk rumah tangga dan pertanian serta meningkatnya potensi kebakaran semak, hutan, lahan dan perumahan.

Baca juga: Wilayah tanpa hujan kategori ekstrem di NTT bertambah jadi 13 daerah

"Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya informasi ini bisa dijadikan kewaspadaan dan pertimbangan untuk melakukan langkah mitigasi dampak ikutan dari kekeringan meteorologis," ujar Urip melanjutkan.

Berdasarkan pantauan BMKG hingga akhir Agustus 2021, hasil monitoring perkembangan musim kemarau tahun 2021 menunjukkan 85 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.

Baca juga: Jabar siapkan Rp500 juta untuk pipanisasi atasi kekeringan di Garut

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021