Yogyakarta (ANTARA News) - Hari Kesehatan Nasional 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta akan diperingati dengan rangkaian kegiatan yang fokus dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi.

"Erupsi Gunung Merapi menginspirasi beberapa program penanggulangan bencana gunung itu," kata Ketua Panitia Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2010 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Elfi Effendi, di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, beberapa program yang berkaitan dengan penanggulangan bencana Merapi di antaranya penguatan desa siaga, "safe community", dan kearifan lokal yang didukung informasi.

Dengan demikian, masyarakat mau dan mampu menolong diri sendiri dalam kesiapsiagaan masalah kesehatan dan bencana. Masyarakat juga diharapkan terlibat aktif dan ikut dalam penanggulangan masalah kesehatan.

"Kami mencanangkan slogan `Ayo gotong royong resik-resik` yang intinya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bahu membahu memperbaiki keadaan pascabencana Merapi," kata Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY itu.

Ia mengatakan dalam HKN 2010 juga akan dilaksanakan serangkaian program pemulihan pascabencana Merapi yang ditandai dengan penyerahan secara simbolis "family kid" dengan prioritas untuk masyarakat pengungsi yang akan menempati "shelter" atau tempat hunian sementara.

"Kegiatan itu akan dilaksanakan pada puncak peringatan HKN 2010 DIY pada 26 November 2010. Momentum itu juga akan dihadiri mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla," katanya.

Menurut dia, selain membawa pesan kemanusiaan bencana Merapi, peringatan HKN 2010 juga mengangkat tema utama "Keluarga sehat investasi bangsa".

"Tema itu dimaksudkan agar keluarga sebagai komunitas terkecil masyarakat menjadi ajang pembelajaran untuk berperilaku bersih dan sehat," katanya.

Ia mengatakan melalui kegiatan tersebut diharapkan terbentuk komunitas sehat di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga negara. Negara yang sehat merupakan investasi dari negara itu sendiri. "Dengan sumber daya yang maksimal, diharapkan produktivitas di sebuah negara juga akan optimal," katanya.



15 doktor muda

Sementara itu, sebanyak 15 doktor muda yang tergabung dalam Unit Percepatan Pencapaian Renstra Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membantu mencari solusi penanganan bencana erupsi Gunung Merapi dengan mengadakan pelatihan bagi relawan.

"Pelatihan yang diadakan selama empat hari hingga 27 November 2010 bagi relawan Merapi itu bertajuk `Solusi Optimal Pemberdayaan Sumber Daya Alam Menuju Masyarakat Sejahtera dan Mandiri Studi Kasus Merapi`," kata Koordinator Unit Percepatan Pencapaian Renstra (UP2R) UGM Muhammad Edhie Purnawan, di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, secara prinsip mereka ingin membagi ilmu pengetahuan yang dimiliki. Langkah itu sekaligus juga untuk mendukung nilai-nilai dan filosofi UGM dalam mendarmabaktikan ilmunya kepada masyarakat.

"Para doktor muda itu ingin membagi pengetahuan yang dimiliki hingga studi S3 kepada masyarakat. Hal itu salah satunya ditempuh melalui pelatihan yang melibatkan relawan Gunung Merapi," katanya.

Rektor UGM Sudjarwadi mengatakan, keterlibatan para doktor muda UGM itu diharapkan bisa mengombinasikan ilmu pengetahuan yang diperolehnya di bangku perguruan tinggi dengan ilmu pengetahuan di lapangan terutama terkait masalah kebencanaan.

"Dalam pelatihan itu diharapkan akan ada kombinasi ilmu pengetahuan yang dimiliki para doktor muda dengan ilmu pengetahuan yang sudah berkembang di lapangan khususnya mengenai masalah kebencanaan," katanya.

Menurut dia, setelah mengikuti pelatihan diharapkan para relawan Gunung Merapi memiliki pengetahuan dan pemahaman baru seputar penanganan masalah bencana. Melalui ilmu pengetahuan baru yang dimiliki itu akan menjadi bekal untuk membantu masyarakat ketika bencana terjadi.

"Ilmu baru yang dimiliki setelah mengikuti pelatihan diharapkan akan menjadi bekal bagi para relawan untuk membantu masyarakat," katanya.

Dalam pelatihan itu para peserta juga akan diajak melakukan kunjungan lapangan di beberapa lokasi yang menjadi pusat atau posko pengungsian di Sleman, Klaten, dan Magelang.



Kualitas udara baik

Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular Yogyakarta menyatakan bahwa kualitas udara di Provinsi DIY dan Jawa Tengah masih berada di bawah ambang batas pascaerupsi Gunung Merapi.

"Berdasarkan pemantauan udara sebelum dan pascaerupsi hingga 17 November di 42 titik, menunjukkan bahwa kualitas udara di kedua provinsi tersebut masih baik," kata Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular (BBTKL-PPM) Yogyakarta Maryadi Broto Suwandi di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, berdasarkan hasil pemantauan di lebih dari 40 titik tersebut, kadar parameter pencemar udara seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), nitrit (NO2) dan hidrogen sulfida (H2S) masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan.

Namun demikian, BBTKL-PPM menemukan bahwa kadar partikel di udara seperti "total suspended particulate" (TSP) dan "particulate matter" dengan ukuran hingga 10 mikrometer (PM10) masih perlu diwaspadai.

Sebanyak 13 dari 21 sampel di DIY menunjukkan bahwa kadar TSP melebihi baku mutu udara yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur DIY Nomor 153 Tahun 2002, karena kadarnya telah melebihi 230 mikrogram per meter kubik, begitu pula di Provinsi Jawa Tengah, yaitu 57 persen sampel menunjukkan bahwa kadarnya telah melebihi baku mutu.

Ia mengatakan pada beberapa titik, kadar PM10 meningkat pada pengambilan sampel kedua atau ketiga yang jarak waktunya lebih dari satu pekan setelah erupsi besar pertama. "Titik dengan kadar PM10 yang cukup tinggi tersebut berada di Kabupaten Klaten dan Boyolali," katanya.

Di sekitar Candi Borobudur dan Muntilan, Jawa Tengah, kadar TSP dan PM10 juga masih cukup tinggi saat diambil pascaerupsi besar Merapi, 5 November.

"Masih cukup tingginya kadar TSP dan PM10 tersebut disebabkan karena partikel-partikel debu tersebut masih berada di lingkungan. Adanya angin tanpa disertai hujan membuat debu tersebut tetap berada di udara," katanya.

Menurut Maryadi, di Yogyakarta, Sleman, dan Bantul, kadar partikel udara itu sempat melewati ambang batas baku mutu pada 30 Oktober 2010, namun kini sudah membaik.

Ia mengatakan cara untuk menghilangkan partikel-partikel debu tersebut dari udara adalah apabila terjadi hujan. "Jika ada hujan, kondisi udara pun akan langsung membaik," lanjutnya.



Pemusnahan bangkai ternak lambat

Pemusnahan bangkai ternak sapi korban letusan Gunung Merapi dengan cara pembakaran mengalami kendala, karena kurangnya koordinasi dari sejumlah pihak.

"Saya berpendapat, pemusnahan bangkai sapi dan ternak lainnya dengan cara dibakar, belum terkoordinasi dengan baik, sehingga proses pemusnahannya berlangsung lambat, karena dilakukan sporadis oleh berbagai pihak," kata Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-PPM) Maryadi Broto Suwandi di Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, pemusnahan bangkai sapi dan ternak lainnya itu, semestinya dikoordinasikan dengan lebih baik, sehingga pemusnahan dapat dilakukan secara lebih cepat.

Ia mencontohkan jumlah bangkai sapi dan ternak lainnya yang telah dimusnahkan masih sangat sedikit dibandingkan jumlah ternak yang mati akibat erupsi Merapi yang tercatat lebih dari 2.000 ekor.

"Dengan tenaga hanya empat orang, dalam satu hari hanya bisa melakukan pembakaran sekitar 10 bangkai sapi. Apalagi, sebelum proses pembakaran harus dilakukan desinfeksi untuk mematikan lalat-lalat yang mengerubung bangkai sapi itu," katanya.

Ia pun mengusulkan agar pemusnahan bangkai sapi yang dimulai dari pemberian desinfektan, kemudian dilanjutkan dengan pembakaran atau pemberian probiotik untuk menjadikan bangkai itu sebagai kompos, harus berada dalam satu koordinasi, sehingga seluruh prosesnya bisa dilakukan dengan baik.

Menurut dia, sejumlah permasalahan yang kemudian muncul di antaranya adalah ketersediaan tenaga serta alat dan bahan yang dibutuhkan untuk proses pemusnahan sangat kurang.

"Jika tidak segera dimusnahkan, bangkai-bangkai ternak tersebut dikhawatirkan bisa menimbulkan penyakit bagi masyarakat, khususnya penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan, seperti diare," katanya.

Sementara itu, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Rabu melakukan pembakaran bangkai ternak yang mati akibat terkena erupsi Gunung Merapi di Dusun Pulerejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan.

Pelaksanaan pembakaran ternak ini juga didukung Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Fauna, Anggota TNI/POLRI, PMI dan anggota Basarnas serta didukung masyarakat pemilik ternak.

"Bangkai ternak yang berhasil dibakar mencapai 100 ekor menggunakan kayu-kayu yang berserakan di lingkungan sekitar ditambah dengan ban-ban bekas serta minyak tanah," kata Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman Slamet Riyadi Martoyo.

Menurut dia, sehari sebelumnya tim juga berhasil membakar ternak 76 ekor ditempat yang sama dan di dusun Pulerejo ini jumlah ternak yang mati ada sekitar 280 ekor.

"Pembakaran ternak akan dilanjutkan esok hari mengingat ada sinyal Gunung Merapi masih aktif kembali," katanya.

Ia mengatakan pembakaran hewan ternak yang matin ini dilakukan mengingat saat ini bangkai ternak baunya sangat menyengat dan dikhawatirkan kalau dibiarkan akan mengganggu kesehatan.

"Jika tidak dibakar kami khawatir nanti jika para pengungsi kembali ke wilayahnya dapat terserang penyakit yang ditimbulkan dari bangkai-bangkai ternak ini," katanya.

Riyadi mengatakan, Tim juga mengevakuasi dua ekor anak sapi milik Jali Warga Tangkisan Umbulharjo Cangkringan yang kondisinya sakit karena ditinggal mengungsi pemiliknya. "Induk dua ekor sapi tersebut sudah dalam kondisi sekarat," katanya.



Dijadwal ulang

Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadwal ulang kegiatan belajar mengajar khususnya untuk sekolah yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi.

"Akibat erupsi Merapi yang melanda sebagian wilayah Sleman, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa di sekolah-sekolah yang berada di daerah bencana juga terganggu," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah raga (Disdikpora) Kabupaten Sleman Suyamsih, Rabu.

Menurut dia, banyak siswa dan guru yang berasal dari Kecamatan Turi, Pakem dan Cangkringan, masih berada di lokasi pengungsian di berbagai wilayah bahkan sampai di luar wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Namun demikian, proses KBM dan jadwal akademik tetap harus dilanjutkan, dan kami telah mengambil kebijakan dan langkah-langkah antisipasinya. Kami juga telah mengirimkan surat pemberitahuan kegiatan akhir semester I tahun 2010/2011 kepada seluruh kepala sekolah baik SD, SMP, SMA dan SMK se Kabupaten Sleman," katanya.

Ia mengatakan surat pemberitahuan tersebut di antaranya berkaitan dengan pengunduran jadwal Tes Kendali Mutu (TKM) atau Ulangan Akhir Semester (UAS) yang mestinya dilaksanakan mulai 1 Desember 2010.

"UAS untuk tingkat SD dan SMP yang semula dijadwalkan sesuai dengan kalender pendidikan dimulai pada 1 Desember 2010 diundur menjadi 20 Desember 2010. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK pelaksanaan UAS dimulai 16 Desember 2010," katanya.

Suyamsih mengatakan sekolah-sekolah di wilayah Kecamatan Turi dan Pakem diminta segera memulai aktivitas KBM.

"Di wilayah Kecamatan Cangkringan sudah tidak ada lagi sekolah yang dapat digunakan untuk KBM. Oleh karena itu, pelaksanaan UAS di sekolah bagi siswa-siswi yang masih di pengungsian dapat dilakukan di sekolah titipan atau di sekolah-sekolah yang dekat dengan barak atau lokasi pengungsian," katanya.

Ia mengatakan pembagian rapor semester I akan dilaksanakan pada 31 Desember 2010 sehingga pemanfaatan waktu dari 1 hingga 18 Desember 2010 digunakan untuk pengayaan, pemenuhan kemampuan kompetensi siswa dan kegiatan belajar mengajar lainnya.

"Dengan pengunduran ini diharapkan siswa-siswi yang masih berada di pengungsian memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi ulangan akhir sekolah, diharapkan masyarakat dan orang tua siswa proaktif melaporkan keberadaan anak-anaknya kepada sekolah atau Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Sleman, agar siswa tersebut dapat segera mengikuti KBM di sekolah terdekat," katanya.

Lebih lanjut Suyamsih mengatakan, konsekuensi dari pengunduran jadwal pelaksanaan ulangan akhir semester dan penerimaan rapor maka libur semester I tahun pelajaran 2010/2011 yang semula dijadwalkan mulai 20 hingga 31 Desember 2010 ditiadakan.

"Kami juga mengimbau kepada siswa-siswi dari sekolah-sekolah yang berada di wilayah aman untuk bertoleransi dengan teman-teman mereka yang saat ini sedang mengungsi, khususnya mereka yang sekolahnya hancur diterjang awan panas erupsi Merapi," katanya.

Kegiatan belajar mengajar semester II tahun pelajaran 2010/2011 dimulai 3 Januari 2011. Sekolah-sekolah yang kena dampak bencana Merapi tidak bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada semester II tahun pelajaran 2010/2011 sehingga pada semester II tahun pelajaran 2010/2011 sekolah diminta memberikan tambahan pelajaran sampai kompetensi yang harus dicapai dapat terpenuhi. "Masing-masing sekolah diharapkan dapat mengatur pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ini," katanya.

Sementara untuk kegiatan siswa di luar sekolah seperti study tour/kunjungan industri dan lainnya agar dijadwalkan ulang mengingat situasi dan kondisi sekaligus sebagai rasa empati terhadap siswa yang sedang tertimpa bencana Merapi.

"Apabila kegiatan memang tidak bisa ditunda, sekolah diminta memperbarui izin ke Disdikpora serta harus disetujui orang tua atau wali murid," katanya.



"Shelter school"

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Sleman mengusulkan pembangunan "shelter school" atau sekolah sementara di sekitar "shelter" atau hunian sementara pengungsi untuk mendukung kegiatan belajar mengajar siswa pengungsi.

"Usul ini juga didasari sekolah-sekolah di Kecamatan Cangkringan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan proses kegiatan belajar mengajar baik karena lokasinya yang berada di wilayah bencana, kondisi gedung yang rusak maupun karena siswa-siswinya berada di pengungsian," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Sleman Sutyamsih, Rabu.

Menurut dia, sekolah-sekolah di Kecamatan Cangkringan yang mengalami rusak berat di antaranya lima taman kanak-kanak (TK), enam sekolah dasar (SD) dan dua sekolah menengah kejuruan (SMK). "Untuk SMP tidak ada yang rusak namun berada di lokasi rawan bencana," katanya.

Ia mengatakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga mengusulkan pembangunan enam unit "shelter school" bagi sembilan SD dan lima "shelter school" bagi lima TK di wilayah Cangkringan.

"Rencananya di Desa Glagaharjo akan diusulkan untuk dibangun dua `shelter school` SD dan dua `shelter school` TK di Dusun Banjarsari," katanya.

Di Dusun Pagerjurang, Desa Kepuharjo diusulkan satu "shelter school" SD dan dua "shelter school" TK.

"Kemudian di Dusun Plosokerep, Desa Umbulharjo, juga diusulkan untuk dibangun satu `shelter school` SD dan satu `shelter school` TK, serta di Dusun Gondang Pusung, Desa Wukirsari, diusulkan satu `shelter school` SD dan satu `shelter school` SD di Dusun Koang," katanya.



Santuni guru dan siswa

Persatuan Guru Republik Indonesia Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan memberikan santunan untuk keluarga guru dan siswa yang meninggal dunia akibat bencana letusan Gunung Merapi.

"Bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional pada Kamis (25/11), maka Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Sleman akan memberikan santunan kepada keluarga guru dan siswa yang meninggal dunia akibat erupsi Merapi, kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Sleman Suyamsih, di Sleman, Rabu.

Menurut dia, peringatan Hari Guru Nasional akan diselenggarakan di gedung Serba Guna Kabupaten Sleman.

Ia mengatakan saat ini Disdikpora Kabupaten Sleman terus melaksanakan pendataan guru maupun siswa yang berasal dari daerah yang terkena bencana letusan Merapi.

"Pendataan dilakukan secara silang, yaitu bagi sekolah yang berada di daerah bencana diminta untuk mendata siswa yang mengungsi dan lokasi pengungsiannya," katanya.

Suyamsih mengatakan sekolah juga wajib melaporkan hasil pendataan siswa-siswi yang sudah diketahui keberadaannya maupun yang masih dicari.

"Sebaliknya sekolah yang berada di daerah aman dari bencana letusan Gunung Merapi diminta untuk melaporkan siswanya yang bergabung di sekolah lain sehingga diperoleh data silang," katanya.

Ia mengatakan dari hasil pendataan sementara hingga pada Rabu (24/11) diperoleh data bahwa sebanyak 57 guru dan karyawan rumahnya mengalami kerusakan berat/hancur dan dua orang guru meninggal menjadi korban letusan Gunung Merapi.

"Sebanyak 20 siswa meninggal dunia dan masih terdapat delapan jenasah anak usia sekolah yang belum diketahui identitas dan asal sekolahnya," katanya.



"Fam trip"

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bekerja sama dengan pemangku kepentingan pariwsata provinsi ini merencanakan menggelar "familiarization trip" bagi anak-anak pengungsi korban bencana Gunung Merapi.

"Kami bersama anggota Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko, serta sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta akan menyelenggarakan `fam trip` bagi anak-anak sahabat Merapi dengan tujuan menciptakan suasana ceria di kalangan anak-anak pengungsi Merapi yang sampai sekarang masih berada di posko pengungsian," kata Kabid Pengembangan Pariwisata Disbudpar Sleman Shavitri Nurmala Dewi, Rabu.

Dalam dialog tentang pemulihan pariwisata DIY di gedung PWI Yogyakarta, ia mengatakan melalui "fam trip" yang dijadwalkan berlangsung tiga hari, 28-30 November 2010 itu, mengajak anak-anak pengungsi Merapi mengunjungi beberapa objek wisata, di antaranya Museum Geoteknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional (UPN) `Veteran` Yogyakarta, Museum Pendidikan Indonesia Uiversitas Negeri Yogyakarta (UNY), Candi Prambanan, dan Candi Ratu Boko, serta Taman Pintar Yogyakarta.

Kegiatan ini bertujuan memberikan hiburan untuk meringankan beban penderitaan anak-anak usia sekolah dasar(SD) selama mereka tinggal di pengungsian, sehingga trauma mereka berkurang.

"Kami juga bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Univerisitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Islam Negeri (UIN) `Sunan Kalijaga` Yogyakarta, yang akan memberikan pendampingan kepada anak-anak peserta `Fam Trip` tersebut," katanya.

Didampingi Ketua BPD ASITA DIY Edwin Ismedi, Ketua HPI DIY Andi Mudhi`udhin, ia mengatakan dalam kegiatan ini pihaknya sengaja menyebut anak-anak bukan korban Merapi, tetapi dengan sebutan `sahabat Merapi`.

"Kami tidak ingin ada stigma terhadap anak-anak itu, bahwa mereka adalah korban Merapi, dan kami ingin mereka sadar bahwa Merapi adalah juga bagian dari mereka atau sebagai sahabat mereka," katanya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Yogyakarta Sihono HT mengatakan dialog ini merupakan komitmen PWI untuk ikut memulihkan dan mengembangkan pariwisata DIY pascaerupsi Merapi.

"Kami memiliki anggota sekitar 300 orang yang berkerja di berbagai media massa, dan jika digerakkan, merupakan potensi besar untuk memulihkan pariwisata DIY yang terpuruk akibat bencana Merapi melalui pemberitaan yang ditulis mereka," katanya.



Dibekali tentang kegunungapian

Himpunan Pramuwisata Indonesia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan bagi pemandu wisata terpadu tentang kebencanaan dan kegunungapian, di Yogyakarta, 22-27 November 2010.

Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Andi Mudhi`udhin, di Yogyakarta, Rabu mengatakan, pelatihan yang diikuti 35 pemandu wisata anggota HPI DIY ini, dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan tentang pemandu wisata yang menguasai pengetahuan tentang bencana gunung berapi.

"Pelatihan tersebut akan menjadi momentum paling berharga bagi kalangan pemandu wisata di daerah ini yang nantinya akan terjun langsung di lapangan," katanya.

Menurut dia, bagaimana pun juga pengetahuan dan informasi seputar kebencanaan dan kegunungapian merupakan hal yang baru, namun sangat penting dalam memandu wisatawan di lapangan.

Ia mengatakan peserta pelatihan selain memperoleh materi tentang kegunungapian di kelas, mereka juga melakukan survei di lokasi bencana Gunung Merapi.

"Dengan demikian, para pemandu wisata peserta pelatihan nantinya dapat menguasai objek wisata yang berkaitan dengan erupsi Gunung Merapi," katanya.

Ia mengatakan saat ini ada sekitar 450 pemandu wisata anggota HPI DIY, dan dari jumlah itu yang menguasai informasi kebencanaan dan kegunungapian masih sangat minim.

Oleh karena itu, kata dia, upaya Dinas Pariwisata DIY menyelenggarakan pelatihan ini perlu disambut positif.

Apalagi dalam beberapa bulan ke depan diprediksikan akan semakin banyak wisatawan khususnya mancananegara yang datang ke lokasi bencana erupsi Gunung Merapi.

"Kawasan kaki Gunung Merapi akan menjadi target kunjungan wisatawan dalam beberapa bulan ke depan," katanya.

Oleh karena itu, diperlukan persiapan dan pengetahuan yang matang serta menyeluruh tentang kegunungapian, sehingga wisatawan bisa menikmati sekaligus bertambah pengetahuannya mengenai Gunung Merapi," katanya. (E013*V001*B015*H008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010