Walaupun sebenarnya permintaan ekspor juga banyak seperti produk-produk furniture, kopi, buah-buahan tropik dan macam-macam kuliner, tetapi kita terkendala kontainer
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan bahwa permintaan ekspor terhadap produk UMKM sangat tinggi di tengah pandemi COVID-19.

Hanya saja, ujar dia di Jakarta, Minggu, berbagai kendala mulai dari kapasitas produksi hingga ketersediaan kontainer masih menjadi persoalan.

"Walaupun sebenarnya permintaan ekspor juga banyak seperti produk-produk furniture, kopi, buah-buahan tropik dan macam-macam kuliner, tetapi kita terkendala kontainer," kata Teten ketika berkunjung ke Purworejo, Jawa Tengah, sebagaimana tertera dalam keterangan pers.

Kelangkaan kontainer dinyatakan masih menghantui permasalahan logistik saat ini, khususnya di perdagangan ekspor impor.

Jika bisa diusahakan, lanjutnya, perlu ada tambahan biaya pengiriman yang cukup mahal. Kondisi ini disebut tak hanya dihadapi oleh pengusaha besar, tetapi juga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berorientasi ekspor.

Terkait biaya pengiriman tersebut, dia menerangkan bahwa hal itu masih dibicarakan dan dirumuskan oleh Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lintas kementerian, sehingga belum ada skema yang tepat.

"Saya sedang pelajari bagaimana di negara lain. Memang harus dihitung jika ada biaya tambahan kontainer seberapa besar kebutuhannya, dan berapa kali lipat dari nilai subsidi nanti bisa diberikan kepada transaksi ekspornya," jelas Teteh.

Ia menuturkan, saat ini sedang membidik UMKM potensi ekspor yang memiliki market demand, tetapi supply chainnya masih berantakan.

"Misalnya soal briket dari tempurung kelapa dan gula semut, saya baru tahu kalau permintaannya dari luar negeri itu besar dan di Indonesia bisa diekspansi lagi," ungkapnya.

Meski permintaan dua produk itu tinggi, namun dipaparkan UMKM di Sulawesi dan Jawa Barat tidak bisa memenuhi permintaan karena berbagai kondisi.

Mulai dari persoalan kapasitas produksi sampai manajemennya. Sementara hingga kini, kontribusi ekspor UMKM masih di angka 14,37 persen.

Dalam kondisi saat ini, katanya, UMKM dapat fokus untuk pasar dalam negeri yang mampu mensubstitusikan produk impor. Seperti buah-buahan maupun fesyen muslim yang dibatasi impornya.

Jika ekonomi bisa segera pulih seutuhnya, ia berharap sektor konsumsi dalam negeri yang bisa terus naik. Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang konsumsi rumah tangga hingga 53 persen.

Menkop-UKM optimis pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat kegiatan ekonomi segera terdongkrak.

"Jadi sekarang program kami terus memikirkan bagaimana UMKM survival, dan menyiapkan juga transformasi UMKM pasca COVID-19 nanti," imbuhnya.

Martini, pemilik usaha Martini Natural yang memproduksi berbagai kerajinan mulai dari sandal, rajut, homedecore, dan tas anyaman, merasakan kesulitan ketersediaan kontainer di saat pandemi.

Sehingga, kegiatan ekspor produk Martini ke Kanada dan Amerika Serikat jadi terganggu.

Ditambah, tokonya harus ditutup sementara karena ada pembatasan aktivitas masyarakat.

Senada, Ketua Koperasi Srikandi Sri Susilowati menyampaikan keluhannya terkait ekspor, namun tetap masih selalu memenuhi permintaan dalam negeri.

Dia menginformasikan, Koperasi Srikandi memproduksi olahan dari kelapa berupa gula semut dan gula cair.

Permintaan gula cair paling banyak hingga mencapai 168 ton saat ekspor. Adapun kapasitas koperasi tersebut bisa mencapai 200 ton gula per minggu.

Negara-negara yang menjadi pasar ekspornya adalah Rusia, Belanda, Amerika Serikat hingga Israel.

Baca juga: MenkopUKM: Kondisi UMKM mulai membaik pada kuartal II 2021
Baca juga: Menkop targetkan kontribusi koperasi kian tumbuh capai 5,5 persen 2024
Baca juga: Teten Masduki: Koperasi bisa menjadi mitra penyalur kredit murah

 

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021