Banda Aceh (ANTARA News) - Country Director Helen Keller Internasional (HKI), Silvana Faillace menyatakan, Aceh akan dijadikan daerah percontohan pendidikan inklusi (pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus) di sumatera.

Hal itu dikatakannya usai menandatangani MoU Dinas Pendidikan Aceh dengan HKI dan USAID, di Oproom Kantor Dinas Pendidikan Aceh di Banda Aceh, Jumat.

Kerja sama selama tiga tahun itu di bidang pengembangan pendidikan inklusi, mengembangkan layanan pendukung inklusi, meningkatkan kualitas pendidikan inklusi, dan tenaga pendukung teknis pendidikan inklusi.

"Aceh, kita harapkan bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Pulau Sumatera, dalam pengembangan pendidikan inklusi. Maka itu saya akan datangkan banyak guru ke mari untuk belajar dan melihat langsung bagaimana sistem penerapan pendidikan inklusi yang dilakukan di sini," kata Silvana.

Ia menyebutkan, di Indonesia baru ada empat provinsi yang melaksanakan program Opportunities for Vulnerable Children (OVC) yang dibiayai USAID, yang menerapkan pendidikan iklusi di daerah-daerah.

Daerah tersebut adalah, DKI Jakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah.

"Di Aceh, HKI dan USAID sudah mengembangkan 30 sekolah model pendidikan inklusi di delapan kabupaten/kota yakni, Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Simeulue. Juga telah membina tujuh SLB untuk menjadi pusat sumber di lima kab/kota, Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara," sebut Silvana.

Untuk mendukung kebijakan penerapan pendidikan inklusi di Aceh, kata Silvana, telah lahir qanun Nomor 5 Tahun 2008 tentang guru bimbingan khusus, serta penunjukan SLB dan nama-nama sekolah penyelenggara pendidikan inklusi.

"Inilah alasannya mengapa Aceh pantas dijadikan daerah percontohan bagi pendidikan inklusi di sumatera," ucap Silvana.

Sementara itu, Kabid Program dan Pelaporan Dinas Pendidikan Aceh, Drs Irhamuddin mengatakan, untuk perlu dukungan kuat untuk mendukung keberlangsungan pengembangan pendidikan inklusi di Aceh, terutama antara guru, wali murid, dan stakeholder yang ada.

"Sudah saatnya kita tinggalkan pikiran-pikiran negatif dan stop mengatakan anak-anak berpendidikan khusus sebagai beban dan saya harap kita bisa menerima mereka, walau mereka mengikuti pendidikan di sekolah umum dengan keterbatasan yang mereka miliki," ucap Irhamuddin.  (ANT-140/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010