Jakarta (ANTARA News) - Kasus penganiayaan yang dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah hal yang selalu berulang karena belum ada perlindungan yang memadai dari pemerintah.

"Dari dulu sampai sekarang kasus TKI tak ada bedanya. Tahun 1985 ada kasus Nasiroh, TKI asal Cianjur, kini kasus serupa dialami Sumiati," kata Nur Harsono dari Divisi Advokasi Migrant Care dalam diskusi tentang buruh migran yang berlangsung Jumat malam di Jakarta.

Dia mengemukakan kasus - kasus TKI itu tak akan pernah selesai karena tak ada itikad dari pemerintah untuk menyelesaikannya dan pemerintah terus mengirimkan orang ke luar negeri atas nama pengentasan kemiskinan tanpa melindunginya.

"Dalih pemerintah untuk mendapat remiten tetapi yang dikorbankan adalah rakyat," kata Nur. Dia juga mengemukakan pengiriman TKI bisa disebut tanda-tanda perdagangan manusia oleh pemerintah yang mengkomoditi rakyatnya dengan dalih mengurangi kemiskinan.

"Dan negara absen dari tanggung jawab," ujarnya.

Mengenai rencana pemerintah membagikan telepon genggam untuk para TKI, Nur mengatakan "Konyol. Orang awam saja tahu kalau apa yang melekat pada tubuh TKI itu akan disita majikan di Arab, apalagi telepon genggam."

Sementara itu Jamaluddin Suryahadikusuma dari Serikat Buruh Migran Indonesia mengatakan bahwa data pada tahun 2007 menunjukkan kedatangan TKI ke tanah air mencapai 290.091 orang dan dari jumlah itu yang mengalami kasus sebesar 54.927 orang. Pada tahun 2008 TKI yang berkasus meningkat sekitar 25 ribu kasus, dan jumlah itu terus naik setiap tahun.

Jamaluddin mengatakan kasus-kasus yang dialami antara lain PHK, buruh sakit yang dipulangkan, gaji tak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, TKI hamil, pulang dengan anak.

"Akar persoalannya UU. No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI justru tidak melindungi mereka," ujarnya.

Ia mencontohkan setiap ada persoalan terhadap TKI di luar negeri, pemerintah mendesak negara lain membuat undang-undang perlindungan. "Tetapi di dalam negeri sendiri pemerintah tak mau membuat undang-undang yang benar benar melindungi para pembantu rumah tangga," katanya.

Hal senada dikemukakan Beno Widodo, Koordinator DPO KASBI. "Berbicara mengenai TKI sama dengan membicarakan tenaga kerja yang lain di Indonesia," katanya.

Beno mengungkapkan jika di luar negeri ada ratusan kasus mengenai persoalan yang dihadapi TKI maka di dalam negeri ada ratusan ribu kasus mengenai tenaga kerja yang tak terselesaikan. "Problem ini karena negara melepas tanggung jawabnya," tuturnya.

Ia mengemukakan seharusnya negara mengambil alih pengiriman TKI keluar negeri dan bukan diserahkan ke pihak swasta.
(yud/A038/BRT)

Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010